Dinilai Ekstrem, KNKT Minta Evaluasi Jalur-jalur Wisata di DIY
KNKT menilai banyak jalur wisata yang cukup ekstrem di DIY. Evaluasi jalur wisata diperlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serupa terulang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi masih terus mengkaji penyebab kecelakaan bus pariwisata di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Minggu (6/2/2022). Dari hasil kajian sementara, jalur wisata di daerah tersebut diakui cukup ekstrem. Evaluasi jalur wisata diperlukan untuk mencegah kecelakaan serupa.
”Saat kami melakukan pengecekan, jalan itu sebenarnya kurang aman untuk dilalui sebuah bus besar. Baik lebarnya maupun elemen vertikalnya,” kata Pelaksana Tugas Kepala Subkomite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan, di Kantor Dinas Perhubungan Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2022).
Menurut Wildan, KNKT telah memulai investigasi penyebab kecelakaan sejak Minggu (6/2/2022). Salah satu cara yang dilakukan dengan menelusuri rute yang dilalui bus pariwisata tersebut. Adapun rutenya dimulai dari Tebing Breksi di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Setelahnya, titik yang dituju ialah Puncak Becici di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DIY.
Perjalanan dilanjutkan menyusuri Jalan Imogiri-Dlingo hingga ke lokasi kecelakaan yang dilintasi bus pariwisata tersebut. Jalan itu dikenal cukup menantang karena punya banyak tanjakan dan turunan berkelok.
Menurut Wildan, evaluasi perlu dilakukan terhadap jalur-jalur wisata di DIY. Pihaknya menilai, banyak jalur wisata yang jalannya cukup ekstrem. Dikhawatirkan, jalur tersebut malah membahayakan wisatawan yang berlibur dengan kendaraan-kendaraan besar semacam bus.
Koordinasi lanjutan, kata Wildan, juga akan dijalin dengan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral DIY dan Dinas Perhubungan DIY. Tujuannya untuk membahas perihal keselamatan pada jalur-jalur wisata. Pemetaan rute berbahaya menjadi hal yang cukup mendesak dilakukan.
”Salah satu rekomendasinya nanti, kami akan meminta Pemerintah DIY melakukan route hazard mapping (pemetaan rute berbahaya) karena DIY banyak sekali destinasi wisata, sedangkan jalan-jalannya cukup ekstrem,” kata Wildan.
Dari hasil investigasi sementara, ungkap Wildan, pihaknya telah mengumpulkan sejumlah fakta terkait kecelakaan tersebut. Pihaknya menyebutkan, tidak ada masalah teknis pada bus. Sistem rem yang dicek dapat berjalan baik. Roda yang digunakan juga memenuhi syarat dan laik digunakan. Untuk itu, pihaknya menduga kendaraan bukan menjadi penyebab kecelakaan.
Banyak jalur wisata yang jalannya cukup ekstrem. Dikhawatirkan, jalur tersebut malah membahayakan wisatawan yang berlibur dengan kendaraan-kendaraan besar semacam bus. (Ahmad Wildan)
Wildan menambahkan, pemeriksaan juga dilakukan terhadap kernet bus. Dari kesaksian kernet, kata Wildan, pengemudi melintas pada jalan menurun menggunakan gigi ketiga. Akibatnya bus tersebut melaju kencang. Pengemudi juga melakukan pengereman berkali-kali sehingga sistem rem angin tidak bekerja optimal.
”Mendekati titik jatuh, pengemudi kesulitan mengerem. Karena tidak bisa mengerem, dia memindahkan dari gigi ketiga ke gigi kedua. Itu tidak mungkin terjadi. Pasti masuk ke gigi netral,” kata Wildan.
Dalam kondisi itu, kata Wildan, bus diperkirakan bisa melaju hingga 80 kilometer per jam. Terdapat temuan pula pengemudi juga tak sempat menarik rem tangan, atau handbreak. Namun, pihaknya tak bisa memastikan penyebab rem tangan tersebut tidak ditarik. Pasalnya, pengemudi bus tersebut ikut menjadi korban meninggal dalam kecelakaan. Hal itu menjadi kesulitan lain bagi KNKT menginvestigasi kasus tersebut.
”Tetapi, kami belum menyimpulkan apa pun investigasi yang dilakukan. Saya menyampaikan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan,” kata Wildan.
Pemilik Pengusaha Otobus (PO) Gandhos Abadi Giman menyampaikan, bus miliknya yang terlibat kecelakaan sudah dicek sebelum berangkat. Ia memastikan semua bus yang berangkat dalam kondisi baik. Surat KIR juga masih berlaku hingga Mei 2022.
”Keluar dari garasi dalam kondisi baik. Sehari sebelum berangkat sudah diservis semua. Mekanik-mekanik juga sudah mencobanya. Kok sampai Yogyakarta seperti itu,” kata Giman, saat dihubungi, Selasa sore.
Menurut Giman, pengemudi yang menjadi korban kecelakaan tersebut juga sudah berpengalaman. Si pengemudi telah menggeluti pekerjaannya selama 15 tahun. Kecelakaan seberat itu baru pertama kali terjadi.
Adapun PO Gandhos Abadi beroperasi sejak 2005. Perusahaan tersebut mempunyai izin trayek dengan rute Solo-Purwodadi-Blora. Namun, sejak pandemi Covid-19, operasional bus dengan trayek tersebut terhenti. Pengelola memfokuskan bisnisnya pada jasa bus pariwisata, yang dimulai sejak 2011. Jumlah armada pariwisata yang dimiliki berjumlah tiga unit. Salah satu unit terlibat kecelakaan di Kabupaten Bantul, DIY, Minggu lalu.