Potensi Kerumunan di Surakarta Diantisipasi, Lampion Kota Dipadamkan
Penambahan harian kasus Covid-19 meningkat drastis beberapa hari terakhir di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Aktivitas masyarakat dibatasi kembali. Potensi munculnya kerumunan diantisipasi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Penambahan harian kasus Covid-19 meningkat drastis beberapa hari terakhir di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Aktivitas masyarakat kembali dibatasi dengan mengantisipasi potensi kerumunan. Salah satunya dengan memadamkan lampion di Kawasan Pasar Gede dan Balai Kota yang menarik minat masyarakat belakangan ini.
Atraksi wisata berupa pemasangan lampion berlokasi di Kawasan Pasar Gede dan Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah. Lampion dipasang sejak 31 Januari 2022. Atraksi itu diadakan untuk memeriahkan perayaan Imlek di kota tersebut.
Keberadaan lampion ternyata begitu diminati masyarakat. Bahkan, kerumunan tercipta akibat tingginya kunjungan ke kawasan tersebut. Jalan yang dipasangi lampion selalu sesak dipadati orang-orang berjalan kaki dan berswafoto setiap akhir pekan.
”Ini kami evaluasi semua. Namun, kami tidak ingin mempersulit warga mencari rezeki,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Kompleks Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2022).
Bentuk evaluasinya berupa pemadaman lampion selama satu pekan. Pemadaman lampion diharapkan mampu mengantisipasi munculnya kerumunan yang meningkatkan risiko penularan Covid-19.
Kebijakan lain yang ditempuh Pemerintah Kota Surakarta ialah menghentikan selama satu pekan pembelajaran tatap muka. Kebijakan tersebut berlaku untuk semua sekolah di kota tersebut. Banyaknya kasus yang muncul dari lingkungan sekolah ikut mendasari pengambilan kebijakan ini.
”Pembelajarannya dialihkan menjadi pembelajaran jarak jauh. Untuk pembelajaran tatap muka, juga kami evaluasi selama satu pekan ini. Semoga pekan depan sudah bisa pembelajaran tatap muka lagi,” kata Gibran.
Akan tetapi, jelas Gibran, pembelajaran tatap muka juga bukan opsi wajib. Pihaknya memahami masih ada sebagian orangtua murid yang khawatir dengan kondisi penularan Covid-19. Untuk itu, murid yang masih ingin melakukan pembelajaran jarak jauh tetap difasilitasi.
”Kami tidak memaksa (pembelajaran tatap muka). Keputusannya kembali diserahkan kepada orangtua apakah ingin anaknya untuk pembelajaran tatap muka atau pembelajaran jarak jauh,” ujar Gibran.
Sementara itu, peningkatan kasus Covid-19 harian di Kota Surakarta juga terus terjadi selama beberapa hari terakhir. Angka penambahannya cukup signifikan dibandingkan bulan lalu. Saat itu, jumlah penambahan kasus hanya satu digit per hari. Bahkan, beberapa kali tidak terjadi penambahan kasus harian, atau nol kasus.
Kini, angka penambahan kasus positif bisa melebihi 100 kasus per hari. Kondisi tersebut setidaknya terjadi tiga hari terakhir. Selasa petang, tercatat ada tambahan kasus sebanyak 132 kasus dalam satu hari. Lalu, penambahan kasus sebanyak 142 kasus terjadi pada Senin (7/2/2022), sedangkan 121 kasus pada Minggu (6/2/2022).
Isolasi rumah sakit difokuskan untuk pasien-pasien positif dengan gejala berat dan mempunyai penyakit penyerta atau komorbid.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta Siti Wahyuningsih menyampaikan, pihaknya telah bersurat ke jajaran rumah sakit agar bersiap-siap menghadapi lonjakan kasus. Ia meminta ketersediaan oksigen, obat-obatan, hingga tempat tidur agar mampu menangani para pasien.
”Sejauh ini, semuanya sudah siap dan cukup. Oksigen cukup. Tenaga kesehatannya cukup. Saya sudah mengumpulkan jajaran rumah sakit untuk benar-benar mempersiapkan ini,” kata Wahyuningsih.
Saat ini, kata Wahyuningsih, total tempat tidur yang tersedia di tempat isolasi ataupun ruang perawatan intensif di rumah sakit berjumlah 450 unit. Dari jumlah tersebut, sebesar 31 persen sudah terpakai. Pihaknya mendorong agar dilakukan penambahan hingga 850 unit tempat tidur lagi.
Wahyuningsih menambahkan, isolasi rumah sakit difokuskan untuk pasien-pasien positif dengan gejala berat dan mempunyai penyakit penyerta atau komorbid. Itu menjadi pertimbangan mengingat risiko fatalitas pasien dengan kriteria tersebut lebih tinggi.
”Dengan kasus-kasus yang sekarang, (orang) bergejala ringan diisolasi mandiri di rumah saja. Maka, ’Jogo Tonggo’ perlu digalakkan lagi. Rumah sakit hanya untuk pasien dengan gejala sedang ke berat dan mereka yang punya komorbid,” kata Wahyuningsih.