Polisi Dalami Penyidikan di Lokasi Kecelakaan Bus di Bantul
Petugas kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara kecelakaan bus pariwisata di Kabupaten Bantul, DIY. Hal ini untuk mencari tahu penyebab pasti kecelakaan tersebut.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Petugas kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara kecelakaan lalu lintas bus pariwisata di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini untuk mencari tahu penyebab pasti kecelakaan yang menewaskan 13 orang tersebut.
”Tempat kejadian kecelakaan lalu lintas bisa memberikan gambaran kepada kita apakah yang sebenarnya terjadi pada saat kecelakaan itu,” kata Direktur Lalu Lintas Polda DIY Komisaris Besar Iwan Saktiadi, Senin (7/2/2022) siang, di lokasi kejadian kecelakaan.
Seperti diberitakan, sebuah bus pariwisata mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Imogiri-Dlingo, tepatnya di dekat obyek wisata Bukit Bego, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul. Kecelakaan pada Minggu (6/2/2022) sekitar pukul 14.00 itu menyebabkan 13 orang meninggal dan 34 orang luka-luka.
Salah satu korban meninggal adalah pengemudi bus. Berdasarkan keterangan dari polisi, bus tersebut membawa rombongan karyawan sebuah perusahaan konfeksi asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, beserta keluarganya.
Iwan memaparkan, ada empat faktor yang bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas, yakni manusia, kendaraan, lingkungan, dan jalan. Untuk menentukan faktor apa yang menjadi penyebab suatu kecelakaan lalu lintas, harus dilakukan proses penyidikan secara tuntas.
Iwan menyebut, kegiatan olah TKP yang dilakukan pada Senin ini bertujuan mengumpulkan sebanyak mungkin bukti, fakta, dan petunjuk dari lapangan. Kegiatan olah TKP itu melibatkan Tim Traffic Accident Analysis Korps Lalu Lintas Polri serta tim dari Polda DIY dan Polres Bantul.
Dari bukti, fakta, dan petunjuk yang dikumpulkan itu, kepolisian akan mengambil kesimpulan apa yang menyebabkan kecelakaan bus pariwisata tersebut. Data itu juga akan diolah dan divisualisasikan menjadi mode tiga dimensi untuk mengetahui peristiwa kecelakaan tersebut.
”Kita tidak akan menyimpulkan secara prematur. Kita akan mengumpulkan semua bukti untuk kita konstruksikan apakah penyebab utama kecelakaan terjadi,” ungkap Iwan.
Iwan menambahkan, polisi juga belum bisa menentukan apakah bus tersebut dalam kondisi laik jalan atau tidak. Penentuan kelayakan bus tersebut akan dilakukan oleh ahli yang memiliki kompetensi.
”Layak atau tidak, nanti akan ada ahli yang akan asesmen. Kita minta untuk memeriksa apakah bus itu dalam kondisi baik dari sistem mekanisnya, sistem pengeremannya, sistem kemudinya, sistem kelistrikannya, serta seluruh sistem yang mendukung kinerja bus itu,” tuturnya.
Menurut Iwan, polisi kemungkinan juga akan meminta keterangan dari perusahaan otobus terkait kondisi tersebut. Keterangan itu penting untuk mengetahui bagaimana kondisi bus sebelum terjadinya kecelakaan. ”Mungkin kita akan mintai keterangan apakah bus ini dilakukan perawatan rutin, kondisi awalnya seperti apa. Kita, kan, butuh informasi sebanyak-banyaknya,” ujarnya.
Dugaan rem blong
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Polres Bantul Ajun Komisaris Besar Ihsan menyatakan, bus tersebut diduga mengalami rem blong saat kecelakaan terjadi. Menurut dia, berdasarkan keterangan saksi yang ada di dalam bus, sopir bus terlihat panik saat bus melaju di turunan di lokasi kejadian.
Saksi juga menyebut, saat itu sopir bus tampak memainkan persneling untuk mengurangi kecepatan laju kendaraan. Namun, bus tersebut tidak bisa dikendalikan sehingga oleng dan menabrak tebing. Ihsan menyebut, berdasarkan keterangan saksi itu, ada indikasi bahwa rem bus tersebut tidak berfungsi atau blong.
”Inilah yang menyebabkan kendaraan oleng kemudian menabrak tebing sebelah utara jalan sehingga menyebabkan bagian depan dan samping ringsek,” tuturnya.
Setiap ahli waris korban meninggal mendapat santunan Rp 50 juta.
Sementara itu, Direktur Utama PT Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono mengatakan, pihaknya telah memberikan santunan kepada ahli waris 13 korban meninggal dalam kecelakaan bus itu. Setiap ahli waris korban meninggal mendapat santunan Rp 50 juta.
Rivan menyebut, satunan untuk keluarga delapan korban telah diserahkan pada Minggu malam. Sementara itu, santunan untuk lima korban lainnya diserahkan pada Senin pagi. ”Kurang dari 24 jam sudah bisa kami serahkan santunannya,” tuturnya.
Menurut Rivan, PT Jasa Raharja juga akan menanggung biaya perawatan korban luka-luka dengan besaran maksimal Rp 20 juta. Apabila ada korban yang membutuhkan perawatan dengan tarif lebih dari Rp 20 juta, biayanya akan ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Dengan kerja sama antara Jasa Raharja dan BPJS, apabila melebihi dari Rp 20 juta, maka bisa langsung menggunakan fasilitas BPJS,” tutur Rivan.