Hari Ketiga Relokasi, Trotoar Malioboro Bersih dari Pedagang Kaki Lima
Relokasi pedagang kaki lima di kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, mulai menunjukkan hasil. Memasuki hari ketiga proses relokasi, Kamis (3/2/2022), trotoar kawasan Malioboro telah bersih dari PKL.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Relokasi pedagang kaki lima di kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, mulai menunjukkan hasil. Memasuki hari ketiga proses relokasi, Kamis (3/2/2022), trotoar kawasan Malioboro telah bersih dari PKL. Sejumlah PKL juga mulai berjualan di tempat relokasi yang disiapkan pemerintah daerah.
Kamis pagi, tidak tampak PKL yang berjualan di trotoar sisi timur dan barat kawasan Malioboro. Di beberapa area trotoar sisi timur, petugas memasang besi-besi pembatas jalan yang diberi tulisan ”Dilarang Berjualan di Sini”. Petugas gabungan dari satuan polisi pamong praja, kepolisian, dan TNI juga tampak berpatroli.
Meski tidak ada lagi PKL yang berjualan, sejumlah gerobak milik PKL masih terlihat di trotoar kawasan Malioboro. Namun, gerobak-gerobak untuk menyimpan barang dagangan milik para PKL itu tampak ditutup dengan terpal dan diikat dengan tali. Tidak ada barang dagangan para PKL yang terlihat dipajang di atas gerobak-gerobak tersebut.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah DIY Srie Nurkyatsiwi mengatakan, proses relokasi PKL Malioboro telah resmi dimulai pada Selasa (1/2/2022). Pada hari itu, para PKL mulai memindahkan barang dagangan ke dua tempat relokasi di kawasan Malioboro.
Tempat pertama adalah Teras Malioboro I di bekas lahan Gedung Bioskop Indra, sementara tempat lainnya adalah Teras Malioboro II di lahan bekas kantor Dinas Pariwisata DIY.
Srie mengatakan, relokasi itu dilakukan secara bertahap hingga Senin (7/2/2022). Oleh karena itu, para PKL diberi waktu untuk memindahkan barang dagangan hingga tanggal tersebut. Relokasi dilakukan bertahap karena jumlah PKL yang dipindah cukup banyak, yakni 1.836 orang.
”Prosesnya bertahap karena pemindahan itu enggak bisa bersama-bersama. Jumlah PKL, kan, cukup banyak, jadi harus diatur penjadwalannya jangan sampai crowded (sesak),” kata Srie.
Meski relokasi dilakukan secara bertahap, Srie menyatakan, sejak 1 Februari lalu PKL sudah dilarang berjualan di trotoar kawasan Malioboro. Namun, mereka masih diperbolehkan meletakkan gerobak di trotoar Malioboro hingga 7 Februari. Mulai 8 Februari, semua gerobak PKL itu harus dipindahkan dari trotoar Malioboro ke tempat relokasi.
”Relokasi ini adalah bagian dari penataan kawasan pedestrian Malioboro. Pedestrian Malioboro ini, kan, diperuntukkan untuk pejalan kaki sehingga aksesibilitas dari pejalan kaki harus kita tingkatkan,” ujar Srie.
Selain itu, relokasi tersebut juga merupakan bagian dari penataan kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang mencakup area Malioboro. Sumbu Filosofi merupakan garis lurus yang membentang dari tiga bangunan penting di Yogyakarta, yakni Tugu Golong Gilig atau Tugu Yogyakarta, Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak.
Sumbu Filosofi itu melambangkan perjalanan manusia sejak lahir hingga meninggal atau kembali kepada Tuhan. Sejak beberapa tahun lalu, Pemda DIY berencana mengajukan kawasan Sumbu Filosofi agar ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Usulan disampaikan kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Mulai berjualan
Pada Kamis pagi, sejumlah PKL yang menempati Teras Malioboro I mulai berjualan. Para PKL itu terlihat menata barang dagangan mereka di lapak yang menjadi jatah mereka. Selain itu, sejumlah pengunjung telah berdatangan ke Teras Malioboro I.
Salah seorang PKL yang berjualan soto, Sanidi (45), mengatakan, baru mulai berjualan di Teras Malioboro pada Kamis pagi. Meski baru mulai buka, Sanidi menyebut, sudah ada 20 porsi soto jualannya yang laku. ”Tapi baru teman-teman pedagang sendiri yang beli, kalau yang pengunjung belum,” katanya.
Sanidi menuturkan, fasilitas Teras Malioboro I cukup memadai. Para pedagang kuliner yang menempati itu telah mendapat gerobak gratis. Selain itu, mereka juga mendapat fasilitas air dan listrik. “Fasilitasnya komplet, sudah ada semua,” ujar pedagang yang berjualan di kawasan Malioboro sejak 20 tahun lalu.
Sanidi berharap, Teras Malioboro I bisa didatangi pengunjung dalam jumlah banyak agar barang jualan para PKL bisa laku. Oleh karena itu, dia meminta Pemerintah Daerah DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta terus mempromosikan keberadaan tempat tersebut. “Dulu saat jualan di trotoar Malioboro, omzetnya bisa sampai Rp 1 juta sehari. Harapannya, di sini bisa lebih bagus jualannya,” katanya.
Salah seorang pengunjung Teras Malioboro I, Atika Hidayati (21), mengatakan, kondisi tempat relokasi PKL itu sudah bagus. Namun, dia menilai, suasana kawasan Malioboro setelah relokasi PKL sangat berbeda dengan sebelumnya.
“Saya merasa ini udah enggak otentik seperti Malioboro yang dulu. Kalau dulu biasanya di Malioboro kita jalan-jalan sambil beli-beli, tapi kalau sekarang kan harus menyempatkan waktu ke sini,” tutur mahasiswi yang tinggal di Kabupaten Sleman, DIY, itu.