Usut Penggunaan Senjata Api dalam Penyerangan di Pulau Haruku
Tembakan senjata api terdengar dalam peristiwa penyerangan terhadap perkampungan Desa Kariuw di Maluku. Diduga masih banyak senjata ilegal disimpan atau beredar di Maluku.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak polisi mengungkap penggunaan sejata api dalam peristiwa penyerangan terhadap perkampungan Desa Kariuw di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Rabu (26/1/2022). Senjata yang digunakan itu diduga peninggalan konflik sosial dua dekade silam.
Ketua Komnas HAM Maluku Benediktus Sarkol lewat sambungan telepon pada Minggu (30/1/2022) mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh, senjata api yang digunakan itu berupa senjata standar militer dan senjata rakitan. Selain itu, ada juga penggunaan bom untuk menyerang rumah warga yang menjadi sasaran.
Benediktus menduga, senjata tersebut merupakan bekas peninggalan konflik sosial selama beberapa tahun mulai Januari 1999. Kala itu, banyak senjata api beredar. Gudang senjata milik Brigade Mobil Polda Maluku pun saat itu dibobol perusuh. Ribuan pucuk senjata dengan berbagai tipe dan ukuran hilang.
Oleh karena itu, ia meminta polisi agar melucuti senjata-senjata tersebut. Jika tidak, keberadaan senjata dapat mendorong orang-orang untuk melakukan aksi kekerasan, seperti pada penyerangan terhadap Desa Kariuw tersebut. Keberadaan senjata juga membuat warga merasa tidak aman. ”Pelucutan senjata ilegal itu bisa lewat pendekatan persuasif ataupun proses hukum terhadap mereka yang diduga terlibat,” kata Benediktus.
FS (40), warga yang berada di lokasi penyerangan, menuturkan, berdasarkan bunyi tembakan, yang paling dominan digunakan dalam peristiwa itu adalah senjata standar militer. ”Rentetan tembakan seperti di film-film perang. Di beberapa rumah, kami temukan bekas tembakan peluru,” katanya.
Ia mengatakan, banyak masyarakat di Maluku yang pandai menggunakan senjata standar. Mereka juga terlatih merakit senjata dan bom. Lebih dari 200 rumah terbakar di Desa Kariuw setelah dilempar bom molotov.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada Selasa (25/1/2022) siang, terjadi pertengkaran antara seorang warga Kariuw dan warga dari Desa Pelauw. Mereka adu mulut di tapal batas kedua desa. Tapal batas itu selama ini menjadi obyek sengketa kedua kampung.
Seketika terjadi konsentrasi massa dari kedua belah pihak, yang kemudian reda setelah dilerai oleh aparat Kepolisian Sektor Haruku yang berada di Desa Pelauw. Beberapa jam kemudian, seorang warga Kariuw yang melintas di Pelauw dibacok oleh seorang warga Pelauw. Warga Kariuw itu selamat setelah melarikan diri dengan kondisi luka.
Pada Selasa petang, beredar informasi bahwa akan terjadi penyerangan terhadap Kampung Kariuw. Warga Kariuw pun mengungsi ke tengah hutan dan desa-desa tetangga yang dianggap aman. Beberapa warga Kariuw kemudian datang ke Markas Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease serta Markas Polda Maluku. Mereka meminta polresta atau polda mengirim personel ke perbatasan kedua desa.
Haruku merupakan pulau terdekat dengan Ambon. Waktu tempuh menggunakan perahu cepat sekitar 15 menit. Namun, hingga selesai penyerangan pada Rabu pagi, tidak ada pengiriman personel ke lokasi tersebut. Penyerangan itu diduga dilakukan oleh warga Desa Pelauw. Dalam penyerangan terdengar bunyi tembakan senjata api dan ledakan bom. Sebanyak lebih dari 200 rumah warga Kariuw terbakar. Korban tewas dalam penyerangan itu tiga orang.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat membenarkan penggunaan senjata api dalam penyerangan tersebut. ”Ada satu anggota kami yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas terkena tembakan. Diduga menggunakan senjata rakitan,” katanya. Anggota dimaksud kini dalam perawatan.
Menurut Roem, di samping penyidikan untuk mengungkap pelaku yang terlibat dalam penyerangan itu, polisi juga menelusuri penggunaan senjata api. Ia mengimbau masyarakat yang masih memegang senjata agar secara sukarela menyerahkan kepada aparat keamanan. ”Jika kedapatan, pasti akan diproses hukum,” ujarnya.