Terkait Konflik Haruku, Komnas HAM: Ada Indikasi Pembiaran
Komnas HAM segera menginvestigasi kasus penyerangan dan pembakaran terhadap perkampungan Desa Kariuw di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menginvestigasi kasus penyerangan dan pembakaran terhadap perkampungan Desa Kariuw di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Rabu (26/1/2022). Dugaan sementara, ada indikasi pembiaran oleh aparat keamanan dan pemerintah daerah setempat.
Rencana investigasi itu disampaikan Ketua Komnas HAM Perwakilan Provinsi Maluku Benediktus Sarkol lewat sambungan telepon kepada Kompas pada Jumat (28/1/2022). Investigasi akan dilakukan bersama oleh Komnas HAM pusat dan Komnas HAM Maluku.
”Terkait kondisi di Maluku, kami sudah laporkan ke Komnas HAM pusat dan segera dibentuk tim. Mengenai waktu pelaksanaannya, dalam beberapa hari ke depan. Masalah ini sudah menjadi perhatian luas dan sangat sensitif berpotensi memicu eskalasi konflik lebih besar,” kata Benediktus.
Menurut dia, tanda-tanda pecah konflik terbuka sudah tampak pada Selasa (25/1) atau sehari sebelumnya. Pada Selasa siang, terjadi pertengkaran antara seorang warga Kariuw dengan warga dari Desa Pelauw. Mereka adu mulut di tapal batas kedua desa. Tapal batas itu selama ini menjadi obyek sengketa kedua kampung.
Seketika terjadi konsentrasi massa dari kedua belah pihak, yang kemudian reda setelah dilerai oleh aparat dari Kepolisian Sektor Haruku yang berada di Desa Pelauw. Beberapa jam kemudian, seorang warga Kariuw yang melintas di Pelauw dibacok oleh seorang warga Pelauw. Warga Kariuw itu selamat setelah melarikan diri dengan kondisi luka.
Pada Selasa petang, beredar informasi bahwa akan terjadi penyerangan terhadap Kampung Kariuw. Warga Kariuw pun mengungsi ke tengah hutan dan desa-desa tetangga yang dianggap aman. Beberapa warga Kariuw kemudian datang ke Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dan ke Polda Maluku.
Mereka meminta agar polresta atau polda mengirim personel ke perbatasan kedua desa. Haruku merupakan pulau terdekat dengan Ambon. Waktu tempuh menggunakan perahu cepat sekitar 15 menit. ”Namun, tidak ada personel yang dikirim ke sana sampai terjadi penyerangan pada Rabu dini hari. Kami sangat menyesalkan hal ini terjadi,” ujar Benediktus.
Penyerangan itu diduga dilakukan oleh warga Desa Pelauw. Dalam penyerangan, terdengar bunyi tembakan senjata api dan ledakan bom. Sebanyak lebih dari 100 rumah milik warga Kariuw terbakar. Korban tewas dalam penyerangan itu tiga orang.
YP (38), warga Kariuw, lewat sambungan telepon, menuturkan, ia dan beberapa orang bahkan sampai datang ke kediaman Kapolda Maluku Inspektur Jenderal Lotharia Latif. ”Kami datang untuk memohon kepada Bapak Kapolda Maluku agar mengirim personel ke perbatasan, tetapi sampai kampung kami habis terbakar tidak direspons,” katanya.
Lantaran kesal dengan kepolisian, warga Kariuw sempat menolak kunjungan Kapolda Maluku pada Kamis kemarin. Kapolda baru bisa turun dari kapal setelah dilakukan negosiasi alot. ”Kenapa dia tidak kirim personel saat kami minta bantuan. Untuk apa dia datang sekarang?” katanya.
Lebih lanjut, Benediktus menambahkan, pemerintah daerah juga ikut melakukan pembiaran mengingat kasus sengketa tapal batas itu sudah berlangsung lama. Pemerintah daerah seharusnya memfasilitasi penyelesaian sengketa tersebut. Di banyak daerah di Maluku, sengketa lahan biasanya berujung konflik terbuka.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat membantah jika polisi dianggap lalai membiarkan penyerangan itu. Menurut dia, kendati jumlah personel hanya sedikit, polisi berusaha menghalau penyerangan itu, tetapi gagal. Massa penyerang diperkirakan berjumlah puluhan hingga ratusan orang. Selain itu, polisi juga kesulitan mengatasi konflik itu lantaran adanya penggunakan senjata api dan bom. ”Anggota kami sangat kewalahan. Bahkan, ada satu anggota yang terkena tembakan dan kini masih dalam perawatan,” kata Roem.