Dermaga Pendukung ”Food Estate” di Kalteng Ambruk, Polisi Mulai Penyelidikan
Lantai pacu Dermaga Palambahen yang dibangun untuk mendukung proyek nasional ”food estate” ambruk sebelum beroperasi. Masyarakat sangat membutuhkan dermaga itu untuk transportasi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Lantai Dermaga Palambahen di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, ambruk dan mulai tenggelam ke Sungai Kahayan. Dermaga penyeberangan itu merupakan bagian proyek pendukung program strategis nasional food estate di Kalimantan Tengah yang dibangun di delapan titik.
Dermaga Palambahen terletak di Desa Pangkoh Hulu, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng). Wilayah desa yang dibelah oleh Sungai Kahayan itu berjarak 143 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng.
Dari pantauan Kompas, dermaga itu dibuat sepasang dan berseberangan. Dermaga yang ambruk itu berada di sisi wilayah yang menghubungkan langsung Desa Pangkoh Hulu dengan Desa Belanti Siam. Belanti Siam merupakan desa yang disebut Area of Interest (AOI) dalam program lumbung pangan atau food estate.
Semen yang menjadi fondasi dermaga itu terbelah di bagian ujung sehingga sebagian badan atau lantai dermaga masuk ke dalam air sungai. Kayu-kayu fondasi juga patah. Tak ada pekerja dan petugas di lokasi pada Kamis (27/1/2022).
Sementara dermaga pasangannya yang berada di seberang menghubungkan langsung Desa Pangkoh Hulu dengan kota Kecamatan Pandih Batu dan Kecamatan Maliku, Pulang Pisau. Di dermaga pada sisi ini, beberapa pekerja sedang membongkar kembali lantai semen dan berencana menggantinya dengan kayu. Menurut pekerja proyek setempat, mereka memang diminta untuk mengganti lantai dermaga karena khawatir bernasib sama dengan dermaga di seberangnya.
Pada papan proyek yang Kompas temukan di sekitar dermaga tertera bahwa dermaga itu merupakan proyek pekerjaan Pembangunan Dermaga Palamben-Pangkoh (Dukungan Food Estate). Nilai kontrak dermaga tersebut Rp 10.658.636.000 dengan nomor kontrak PL.107/13/2/BPTDXVI/2021. Proyek dermaga itu di bawah naungan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XVI Provinsi Kalteng, Kementerian Perhubungan.
Proyek itu mulai dikerjakan sejak 6 Agutus 2021 dengan waktu pelaksanaan 143 hari. Sayangnya, dermaga itu ambruk sebelum beroperasi.
Supomo (32), salah satu warga Desa Pangkoh Hulu, mengungkapkan, dermaga itu ambruk pada Minggu (23/1/2022) lalu. Ia mengingat waktu kejadian ambruknya dermaga itu pada siang hari. ”Ambruk perlahan sih, pas saya ke sana itu lantainya sudah di bawah air, jadi enggak lihat persis ambruknya seperti apa,” kata Supomo, Jumat (28/1/2022).
Saat dihubungi melalui telepon, Kepala Kepolisian Resor Pulang Pisau Ajun Komisaris Besar Kurniawan Hartono menjelaskan, pihaknya masih melakukan penyelidikan setelah ambruknya dermaga tersebut. Ia juga mengatakan, pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi terkait peristiwa itu. ”Kami sudah memeriksa beberapa saksi dan sedang mengumpulkan barang bukti,” ujar Kurniawan.
Dermaga penyeberangan yang abruk itu merupakan infrastruktur pendukung program lumbung pangan nasional. Secara resmi, program tersebut dimulai pada Kamis, 8 Oktober 2020, yang ditandai dengan penanaman perdana padi di sawah Desa Belanti Siam oleh Presiden Joko Widodo (Kompas, Jumat, 9 Oktober 2020).
Saat itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan, total lahan yang digunakan untuk food estate mencapai 168.000 hektar untuk ditanami padi. Tahap pertama, program tersebut dilaksanakan di 13 kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas dengan total lahan seluas 30.000 hektar atau tiga kali luas wilayah Jakarta Pusat.
Menurut rencana, dermaga penyeberangan tersebut dibuat untuk sarana transportasi publik dan hasil padi karena wilayah food estate di Kecamatan Pandih Batu tersebar hingga seberang sungai. Dari pantauan di lokasi, selain di Desa Pangkoh Hulu, dermaga yang sama juga dibangun di delapan titik atau empat pasang dermaga berseberangan lainnya di Pulang Pisau.
Rusdianto (30), warga Maliku, mengungkapkan, sebelum ada dermaga tersebut, masyarakat yang ingin menyeberang menggunakan dermaga kayu darurat di Desa Mintin dan Pangkoh. Ia berharap dermaga bisa digunakan secepatnya agar perjalanan lebih aman.
”Penyeberangan di sini memang selalu ramai, bukan hanya untuk transportasi, tapi orang yang berdagang dan berbisnis memang selalu menyeberang di sini,” ungkap Rusdianto.
Sebelum ada dermaga tersebut, masyarakat yang ingin menyeberang menggunakan dermaga kayu darurat di Desa Mintin dan Pangkoh. (Rusdianto)
Penyeberangan sungai diminati lantaran jalan produksi di wilayah Bahaur sampai di pelabuhan rusak parah. Jalan kabupaten itu rusak akibat tiap hari dilintasi ratusan kendaraan berat. Jalan itu menjadi jalan sentra industri untuk mengangkut hasil perkebunan sawit, CPO, hingga industri lainnya dari Pulang Pisau menuju pulau lain.
Dari pantauan, jalan sepanjang lebih kurang 40 kilometer itu rusak parah, berlubang, dan berlumpur. Beberapa ruas jalan seperti sebelum memasuki Kecamatan Maliku sudah mulai pengerasan jalan.
”Setiap tahun jalan di sini selalu diperbaiki, tetapi selalu rusak juga, makanya banyak penduduk yang pakai kendaraan roda dua dan empat memilih menggunakan kapal feri sungai di dermaga ini meski harus mengeluarkan Rp 50.000 untuk satu mobil dan Rp 10.000 untuk motor,” kata Rusdianto.