Petani Kawasan ”Food Estate” di Kalteng Terkendala Banjir
Pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kalimantan Tengah terkendala banjir. Sebagian petani harus mengundur waktu tanam padi. Selain itu, lahan ekstensifikasi juga sudah mulai digarap.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Petani di kawasan Food Estate di Kalimantan Tengah terkendala banjir. Bencana itu menyebabkan waktu tanam padi tidak seragam. Petani berharap perbaikan saluran irigasi atau parit di sekitar sawah.
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Kalteng, banjir merendam 984,8 hektar lahan pertanian, mulai dari padi, jagung, bawang, ubi kayu, hingga komoditas lainnya. Sebanyak 314,5 hektar di antaranya puso atau gagal panen.
Dari total lahan puso, sebanyak 145 hektar ada di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas. Dua kabupaten itu masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate atau Lumbung Pangan Nasional. Luas lahannya lebih kurang 31.000 hektar.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo berjalan melintasi kanal di lahan yang diproyeksikan menjadi lokasi Food Estate di Dadahup, Kabupaten Kapuas, 9 Juli 2020.
Heriyanto, anggota Kelompok Tani Sido Mekar, Pandih Patu, Pulang Pisau, mengungkapkan, sawah seluas 3 hektar miliknya masih digenangi rob. Seharusnya, menurut Heriyanto, waktu tanam sudah dilakukan sejak akhir November hingga awal Desember. Akibat banjir, penanaman padi terpaksa ditunda.
”Musim tanamnya mundur karena banyak sawah kebanjiran,” kata Heriyanto saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (14/12/2021).
Heriyanto mengungkapkan, banjir juga disebabkan rusaknya parit dan irigasi di sekitar sawah. Dia sudah beberapa kali meminta pemerintah memperbaiki atau memperdalam saluran itu. Namun, permintaan itu belum dipenuhi.
”Katanya, dulu ada program perbaikan irigasi, tetapi belum ada sampai sekarang,” ujar Heriyanto.
Ani (55), pekerja harian, direkrut pemerintah untuk menanam padi di lahan sawah yang sudah disiapkan di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4/2021). Kawasan ini sebelumnya direndam banjir sehingga sempat terbengkalai sebelum program Food Estate masuk.
Jaenal, Ketua Gabungan Kelompok Tani Gema Tani di Desa Belanti Siam, Pulang Pisau, mengatakan, baru dua dari lima kelompok tani yang sudah menanam. ”Di beberapa lokasi itu banjir sudah surut mungkin sudah bisa tanam,” ucap Jaenal.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Kalteng Sunarti menjelaskan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya untuk membuang air di lahan yang terendam banjir. Menurut dia, upaya itu cukup sulit dilakukan karena curah hujan kini masih sangat tinggi.
”Kita tidak bisa melawan alam. Di pompa pun tidak mengurangi masalah karena curah hujan masih tinggi,” katanya.
Ekstensifikasi
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Salah satu anggota TNI membantu petani di Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, membajak sawah, Sabtu (10/10/2020). Meskipun kesulitan, anggota TNI membantu mereka menyiapkan sawahnya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau, terdapat sekitar 3.000 hektar lahan ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian baru. Sawah-sawah baru itu dicetak pemkab dengan Korem 102 Panju-Panjung.
Kepala Balai Pengkajian Tanaman Pangan Kalteng Syamsuddin menjelaskan, saat ini, wilayah ekstensifikasi sudah dibuka dan dalam proses penanaman. Lahannya dikerjakan langsung oleh petani atau pemilik lahan. ”Lahan ini bukan di lahan gambut. Ini lahan yang sebagian besar tidak digarap (terbengkalai) petani dan sudah tumbuh kayu-kayu galam (Melaleuca),” tutur Syamsuddin.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono mengingatkan kejadian gagalnya proyek serupa pada 1997 dan penyebab kebakaran karena gambut yang dibuka dan dirusak kala itu. Pemerintah perlu berhati-hati dalam program ekstensifikasi.
”Ini lokasinya sama dengan lokasi kegagalan proyek lumbung pangan 1997. Kritikan ataupun usulan masyarakat sipil dan akademisi yang menolak Food Estate tidak pernah didengar sehingga pada awal tahun 2020 lalu mengalami kegagalan panen,” papar Dimas.
Menurut Dimas, Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dibuat pemerintah untuk proyek tersebut juga tidak melibatkan masyarakat setempat dalam penyusunannya. ”Ini tidak transparan, lahan ekstensifikasi sampai saat ini juga belum jelas lokasinya,” ujarnya.