Fahrudin Gigih Mengubah Kebiasaan Buruk
Sejak tiga tahun lalu, Fahrudin gigih berusaha mengubah perilaku warga yang masih buang air besar sembarangan. Ternyata, mengubah kebiasaan itu susah.
Mengubah perilaku buruk orang bukan perkara mudah. Fahrudin merasakannya saat mengajak warga di desanya untuk menghentikan kebiasaan buang air besar ke sungai. Fahrudin bersama pengurus Kelompok Swadaya Masyarakat Semali Asri gigih mendorong warga membuat jamban sehat di Desa Pucungrejo, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
KSM Semali Asri didirikan tahun 2018 untuk menangani program perbaikan sanitasi lingkungan, antara lain lewat pembangunan jamban sehat. Program ini dianggap mendesak karena selama bertahun-tahun warga buang air besar langsung ke sungai.
Sebagian warga sebenarnya sudah punya jamban sendiri. Namun, limbah jamban tetap saja digelontorkan langsung ke sungai. ”Istilahnya plung lap... langsung hanyut dibawa air sungai, ha-ha-ha,” ujar Fahrudin dalam beberapa kesempatan kepada Kompas.
Beberapa warga mengatakan, kebiasaan buang air besar langsung ke sungai sudah berlangsung lama. Kalaupun membangun jamban sendiri di rumah, mereka menggelontorkan semua kotoran ke sungai. Perilaku inilah yang ingin diubah Fahrudin dan jajaran perangkat Desa Pucungrejo.
Fahrudin mulai memiliki kesadaran untuk memperbaiki sanitasi lingkungan sejak mengikuti program USAID IUWASH Plus pada 2016. IUWASH Plus adalah inisiatif untuk mendukung peningkatan akses air minum, layanan sanitasi, serta perilaku higienis bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan di perkotaan. Saat itu, Fahrudin mengikuti program tersebut bersama sejumlah warga dari beberapa desa di Kecamatan Muntilan dan Mertoyudan.
Awalnya, ia mengikuti serangkaian sosialisasi terkait program penyehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat. Pada tahapan terakhir sosialisasi, program itu mengangkat persoalan jamban sehat. Ketika itu, Fahrudin merasa terusik karena mayoritas dari sekitar 3.000 keluarga di Desa Pucungrejo saat itu masih buang air besar sembarangan di sungai atau di jamban tidak sehat.
Sosialisasi dan sesi paparan di dalam kelas berlanjut dengan latihan dan praktik lapangan membuat jamban. Selama satu minggu, bersama sejumlah warga yang diberdayakan sebagai tukang, Fahrudin membangun jamban dengan septic tank kedap air. Hasilnya saat itu belum sempurna karena buangannya masih berisiko merembes ke dalam tanah.
Pada 2018, pelatihan yang diberikan USAID IUWASH Plus ditindaklanjuti di Desa Pucungrejo. Warga sepakat membangun KSM Semali Asri sebagai kendaraan untuk menjalankan program pembangunan jamban sehat. Saat itu, pemerintah daerah membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK). Fasilitas yang digunakan bersama-sama oleh warga itu masih terawat cukup baik hingga saat ini. MCK dicat warna-warni sehingga terlihat segar.
Akan tetapi, IPAL dan MCK tidak bisa menjangkau semua warga. Akibatnya, masih banyak warga yang tetap membuang kotoran langsung ke sungai. KSM Semali Asri dan perangkat desa lantas berinisiatif menggerakkan warga untuk membangun jamban sehat individu di rumah masing-masing. Fahrudin turun tangan langsung menyosialisasikan jamban sehat kepada warga.
Ia merayu warga untuk membangun jamban sehat di rumah. Namun, warga tidak begitu saja mengikuti ajakan Fahrudin karena persoalan dana. Bagi warga yang sebagian bekerja sebagai buruh, pedagang, dan petani, biaya membuat jamban sehat yang nilainya sekitar Rp 3 juta per unit sulit dijangkau.
Fahrudin lantas menjelaskan bahwa dana pembangunan jamban sehat bisa diperoleh dari dana pemerintah, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), atau lembaga filantrofi. Dia hanya meminta warga ikut program ini.
Ajakan itu ditanggapi sambil lalu. Satu tahun lebih setelah sosialisasi, tidak ada satu pun warga yang berminat mendaftarkan diri. Tak putus asa, Fahrudin melakukan gebrakan baru dengan membangun lima lubang sebagai jamban percontohan yang bisa dilihat warga.
Pembangunan septic tank dilakukan dengan sistem cor cetak. Dengan begitu, pembuatan septic tank berlangsung lebih cepat. Septic tank itu juga kedap air sehingga tidak berdampak bagi lingkungan. Saat itulah warga mulai tertarik ikut program pembuatan jamban. Sayangnya, pandemi Covid-19 terjadi sehingga sulit untuk mencari dana pembangunan jamban dari pihak luar.
Pada 2020, KSM Semali Asri dipertemukan dengan Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) oleh IUWASH Plus. Yayasan DKK setuju untuk menyalurkan donasi dari pembaca Kompas untuk pembangunan jamban sehat dengan skema dana bergulir.
Setiap keluarga mendapat bantuan Rp 3 juta untuk membangun jamban layak. Mereka hanya mengembalikan Rp 1,5 juta secara mencicil. Uang pengembalian itu digunakan untuk membangun jamban layak bagi keluarga penerima manfaat pada tahap berikutnya. Untuk tahap awal, program menjangkau 40 keluarga. Setelah dana bergulir, program itu bisa menjangkau 100 keluarga.
Seperti ”debt collector”
Fahrudin termasuk orang yang paling repot dalam program ini. Ia terlibat dalam sosialisasi program, pendaftaran warga yang berminat, ikut membangun jamban, sampai menjadi ”mandor”. Semua ia lakukan agar pembangunan jamban sesuai rencana dan dana yang didonasikan pembaca Kompas benar-benar sampai ke sasaran yang tepat. Satu unit jamban plus septic tank kedap air dibangun dalam 3-4 hari. Hingga kini, jamban sehat yang sudah dibangun mencapai 40 unit untuk 40 keluarga.
Setelah program ini berjalan, Fahrudin masih tetap repot. Ia mesti memastikan dana donasi itu bisa bergulir ke penerima manfaat berikutnya. Setiap bulan, ia mesti keliling dari satu rumah ke rumah lain untuk menarik cicilan sebesar Rp 150.000. Ia mencatat semuanya dengan rapi di buku pembukuan.
”Karena sering berkeliling dan menarik uang, sebagian warga desa sering kali mengejek, menyebut saya seperti seorang debt collector,” ujar Fahrudin, Senin (24/1/2022).
Keinginan untuk mengikuti program ini ternyata tidak diikuti kesadaran warga untuk membayar uang cicilan dana bergulir. Dari 40 warga yang sudah mendaftar dan menerima manfaat, baru enam warga yang membayar lunas. Sebanyak 28 orang lainnya telah mencicil dengan pembayaran yang belum tentu lancar setiap bulan. Sisanya, enam warga belum mulai mencicil sama sekali.
Demi mengumpulkan cicilan dana bergulir, Fahrudin yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang barang pecah belah di pasar Kecamatan Mungkid menutup tokonya.
”Ya, mau apa lagi, Mas. Ini, kan, tanggung jawab saya,” ujar Fahrudin, awal September 2021. Ia mengaku tidak menerima insentif atau imbalan apa pun dari program perbaikan sanitasi lingkungan.
Semua itu tidak menyurutkan semangat Fahrudin untuk terus mengajak banyak orang untuk buang air besar secara sehat. Hingga kini, ia masih bekerja keras mengajak warga untuk mengubah perilaku buang air besar ke sungai. Ia gencar melakukan sosialisasi lewat berbagai komunitas dan kelompok seperti ibu-ibu PKK dan kelompok tani.
”Saya sering kali menyampaikan kepada mereka, apa suatu saat Anda bisa minum air yang sudah terkontaminasi dengan kotoran sendiri?” ujar Fahrudin yang kini sering diminta memberi pelatihan soal sanitasi sehat ke sejumlah desa di Kabupaten Magelang.
Saat saluran irigasi diperbaiki dan sungai dikeringkan, Fahrudin berusaha mengajak warga untuk melihat sendiri kondisi sungai yang kotor dan berlumpur. Namun, tingkat kesadaran yang masih rendah membuat banyak warga tetap saja tidak peduli.
Baca juga : Yeny Purwaty, Pembantu Umum Warga Urusan Jamban
Reaksi penolakan yang cukup keras biasanya justru datang dari warga yang ekonominya lumayan baik dan di rumahnya tersedia kamar mandi dan kloset yang bagus, tetapi pembuangannya tetap ke kali. Mereka menolak karena upaya pembongkaran kloset saja membutuhkan biaya cukup mahal.
Melihat reaksi penolakan yang cukup keras, Fahrudin berharap ke depan Pemerintah Kabupaten Magelang membuat aturan tegas yang bisa menindak warga yang masih buang air besar sembarangan.
Fahrudin
Lahir: Magelang, 24 Februari 1966
Istri: Siti Rochyati (50)
Anak: M Arif Ichsanudin dan M Fahri Fanani R
Pendidikan terakhir: Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) SPMA Muhammadiyah Mertoyudan (SMK Muhammadiyah Mertoyudan)
Aktivitas: Ketua KSM Semali Asri