Tujuh Satwa Dilindungi Dievakuasi dari Rumah Bupati Langkat
Temuan hewan dilindungi di rumah pejabat lagi-lagi membuktikan masih ada oknum pejabat yang seharusnya menjadi panutan dalam hal konservasi justru hobi memelihara hewan dilindungi.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara mengevakuasi tujuh satwa dilindungi dari rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Peraingin-Angin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Temuan ini lagi-lagi menunjukkan masih ada pejabat yang tidak memberikan contoh baik terkait konservasi satwa dilindungi
Tujuh satwa itu adalah satu orangutan sumatera (Pongo abelii) jantan, satu monyet hitam sulawesi (Cynopithecus niger), dan satu elang brontok (Spizaetus cirrhatus). Selain itu, ada juga dua jalak bali (Leucopsar rothschildi) dan dua beo (Gracula religiosa).
Pelaksana tugas Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara Irzal Azhar, Rabu (26/1/2022), mengatakan, evakuasi ini berdasarkan informasi KPK kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang keberadaan satwa liar dilindungi di rumah pribadi Bupati Langkat.
Selanjutnya, KLHK melalui BBKSDA Sumut bersama Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sumatera dan lembaga mitra, yakni Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC), mengevakuasi satwa-satwa itu, Selasa, (25/1/2021).
KPK sebelumnya menggeledah rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin setelah ada operasi tangkap tangan kasus korupsi. Saat menggeledah rumah bupati, KPK menemukan ruangan berteralis mirip penjara yang kemudian disebut sebagai panti rehabilitasi narkoba. Selain itu, juga ditemukan aneka hewan dilindungi.
Selanjutnya, orangutan sumatera dititipkan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin, Siboangit. Adapun satwa monyet hitam sulawesi, elang brontok, jalak bali, dan beo dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit. Satwa-satwa itu kemudian akan direhabilitasi agar bisa dilepasliarkan. Terkait proses hukum kepemilikan satwa itu, kata Irzal, diserahkan ke penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera.
Hewan-hewan itu diindungi lewat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar juncto Keputusan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan Satwa yang Dilindungi.
Pada Pasal 21 Ayat (2) huruf a diatur bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Adapun dalam Pasal 40 Ayat (2) disebutkan, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Satwa dilindungi kadang menjadi obyek gratifikasi oleh oknum-oknum tertentu.
Pendiri YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo mengatakan mendukung penyitaan hewan dilindungi itu. Berdasarkan keterangan dari lapangan, orangutan yang dipelihara di rumah Bupati Langkat berumur sekitar 15 tahun dan sudah 2 tahun dirawat di sana. ”Kami belum tahu bagaimana sejarah orangutan bisa dipelihara di rumah bupati,” kata Panut.
Pihaknya meminta KLHK dan penegak hukum mengusut tuntas asal-usul satwa tersebut. Alasannya, satwa dilindungi kadang menjadi obyek gratifikasi oknum-oknum tertentu. Kepemilikan satwa-satwa itu diduga bersumber dari hasil perburuan dan perdagangan ilegal satwa yang dilindungi.
Kondisi itu juga membuktikan lagi bahwa masih ada oknum pejabat dan tokoh masyarakat yang hobi memelihara hewan dilindungi. Tahun lalu, pihaknya juga mengevakuasi orangutan di rumah seorang tokoh masyarakat di Binjai Sumut dan Aceh.
”Kami mendesak penegak hukum memproses hukum oknum-oknum yang memelihara satwa dilindungi UU agar ada efek jera,” kata Panut.
Terkait proses hukum kepemilikan hewan-hewan dilindungi itu, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera KLHK Subhan melalui aplikasi pesan mengatakan, pihaknya masih menunggu petunjuk dari Jakarta. Ditanya apakah kasusnya belum diproses, pihaknya mengatakan sementara begitu. ”Nanti kalau ada perkembangan, saya kabari lagi,” katanya.