Terkait OTT KPK di Langkat, Rumah Bupati Digeledah
Sejumlah pejabat di Langkat, Sumut, ditangkap KPK. Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin ikut dimintai keterangan dan rumahnya digeledah.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
STABAT, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta keterangan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin di Kantor Kepolisian Resor Binjai terkait dengan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah pejabat di kabupaten itu. Rumah pribadi bupati juga digeledah.
”Tim KPK menangkap beberapa pihak dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Rabu (19/1/2022).
Ali mengatakan, saat ini tim penyidik KPK masih meminta keterangan dan klarifikasi kepada pihak-pihak yang ditangkap dalam operasi itu. KPK memiliki waktu maksimal 24 jam untuk menentukan status hukum dan keterlibatan orang-orang yang ditangkap tersebut.
”Pemeriksaan dan klarifikasi dilakukan agar dapat disimpulkan apakah dari bukti awal benar ada peristiwa korupsi dan apakah ada yang harus mempertanggungjawabkan secara hukum,” kata Ali. Namun, Ali belum bisa menyampaikan siapa saja yang dimintai keterangan dan klarifikasi dalam operasi tangkap tangan itu.
Berdasarkan pantauan di lapangan, Terbit ikut dimintai keterangan dan klarifikasi oleh KPK di Markas Polres Binjai. Penyidik KPK juga menggeledah kediaman pribadinya di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.
Adapun proses penggeledahan dijaga oleh petugas Brimob Polda Sumut. Mereka berjaga di depan gerbang dan melarang orang masuk ke rumah itu selama penggeledahan. Sementara penyidik KPK menggeledah mencari barang bukti di rumah pribadi Terbit.
Penyidik KPK juga menggeledah kediaman pribadi Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.
Wakil Bupati Langkat Syah Afandin yang dihubungi Kompas melalui sambungan telepon mengatakan, ia belum bisa memberikan keterangan tentang proses hukum dari operasi tangkap tangan itu. Ia juga tidak tahu siapa saja yang ditangkap atau dimintai keterangan.
”Saya belum bisa komentari tentang OTT ini,” katanya. Namun, Afandin mengatakan, aktivitas pemerintahan di Pemkab Langkat tetap berjalan. Layanan masyarakat juga tetap beroperasi seperti biasa. ”Aktivitas pemerintahan berjalan normatif seperti biasa,” katanya.
Endang Junaedi (43), warga Kabupaten Langkat, mengaku prihatin atas kejadian OTT Bupati bersama stafnya oleh KPK itu. Apalagi sebelumnya KPK juga pernah menangani kasus korupsi Bupati Langkat Syamsul Arifin pada 2010 atas kasus korupsi APBD Langkat tahun 2000-2007. Syamsul saat itu telah menjadi Gubernur Sumut. ”Kami berharap ke depan Langkat dipimpin oleh pemimpin yang amanah,” kata Endang.
Menurut Endang, sebelum OTT itu terjadi, santer beredar informasi di masyarakat, terutama di kalangan aparatur sipil negara (ASN) di Langkat, bahwa marak terjadi jual beli jabatan di pemerintahan. Jika ASN hendak menduduki jabatan atau mempertahankan jabatannya, ia harus menyetor ke ”orang bupati” dengan kode ”isi ulang”. ”Namun, hal itu juga tidak bisa dibuktikan karena para pejabat juga takut membukanya, sampai ada OTT ini,” kata Endang.
Terbit merupakan politikus yang dilantik menjadi Bupati Langkat pada 20 Februari 2019. Sebelum menjadi bupati, politikus Partai Golkar itu menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Langkat.
Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang dipublikasikan KPK pada 2021, Terbit berada di peringkat ketujuh kepala daerah terkaya dengan nilai kekayaan Rp 85,1 miliar.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Mirza Nasution, menyesalkan operasi tangkap tangan di Sumut terulang lagi. ”Dari segi pencegahan, KPK sudah melakukan program yang sangat baik di Sumut dengan membentuk Komite Advokasi Daerah untuk pencegahan korupsi. Namun, korupsi masih tetap berulang,” katanya.
Menurut Mirza, dari sisi kelembagaan, sistem pengawasan sudah dibangun, baik dari DPRD maupun dari pengawas internal inspektorat. Namun, korupsi yang melibatkan kepala daerah di Sumut terus berulang yang biasanya berkaitan dengan komisi proyek dan perizinan.
”Korupsi berulang karena tidak ada komitmen dari kepala daerah untuk melaksanakan asas umum pemerintahan yang baik,” kata Mirza.
Beberapa kasus korupsi di Sumut yang menimpa kepala daerah dua tahun terakhir adalah kasus suap Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial terhadap penyidik KPK, bekas Wali Kota Medan Dzulmi Eldin yang menerima suap dari kepala dinas, bekas Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yang menerima suap dari pengusaha, bekas Bupati Labuhanbatu Utara Kharuddin Syah Sitorus yang memberi suap terkait dana alokasi khusus, serta bekas Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu yang menerima suap dari pengusaha.