Mulai Muncul Kerumunan, Surabaya Tetap Berupaya Batasi Aktivitas Warga
Pembatasan aktivitas masyarakat masih diberlakukan di Surabaya, Jawa Timur, dalam berbagai aspek untuk menekan risiko penularan Covid-19. Pengendalian, penanganan, dan pencegahan tetap harus optimal.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS— Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, masih memberlakukan pembatasan aktivitas sosial untuk menekan potensi penularan Covid-19. Hal ini menyusul munculnya kerumunan di sejumlah ruang publik di Surabaya seiring pelonggaran dan melandainya penularan penyakit akibat virus korona baru tersebut.
Pembatasan merupakan salah satu strategi yang lazim ditempuh pemerintah sejak awal pandemi, Maret 2020. Saat ini, situasi pandemi, termasuk di Surabaya, masih landai meski bukan berarti hilang. Petugas terpadu dan masyarakat perlu tetap waspada serta berikhtiar memelihara dan meningkatkan sistem pengendalian, penanganan, dan pencegahan Covid-19.
Seiring situasi yang landai sejak Agustus 2021, ruang publik berangsur dibuka untuk publik, misalnya obyek wisata, sekolah dan kampus, pusat belanja, serta lokasi kegiatan masyarakat. Salah satu lokasi yang relatif baru selesai dilengkapi dan dibuka secara terbatas untuk publik ialah kompleks Balai Pemuda atau Alun-alun Surabaya. Di bawah ada ruang atau galeri untuk kegiatan seni budaya dan ekonomi yang akhir-akhir ini menyedot kehadiran warga.
Kehadiran warga yang amat banyak sehingga memunculkan kerumunan di satu sisi tidak selaras dengan semangat menegakkan protokol kesehatan untuk menekan risiko penularan. Di sisi lain, menutup terus-menerus suatu lokasi dari kehadiran publik, dalam pandangan pemerintah, tidak bijaksana karena menghalangi kebutuhan masyarakat menikmati kemajuan program pembangunan yang sudah dijalankan.
Terkait kerumunan yang akhir-akhir ini terjadi di galeri alun-alun tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Surabaya Wiwiek Widayati, Senin (17/1/2022), mengatakan, hal itu karena sebagian ruang publik, terutama taman kota, masih belum dioperasikan kembali. Di akhir pekan, peminat yang ingin menikmati alun-alun bisa melebihi 4.000 orang sehingga tidak mungkin menerapkan protokol jaga jarak untuk mengantisipasi penularan Covid-19.
”Maka itu, perlu diterapkan pembatasan. Pengunjung perlu mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk kemudian diperlihatkan kepada petugas di lokasi,” kata Wiwiek. Cara ini sudah dan masih diterapkan di sejumlah museum dan taman kota yang dibuka terbatas dan dalam pengelolaan pemerintah. Jumlah pengunjung dan waktu kunjungan di suatu obyek wisatadibatasiagar protokol bisa diterapkan, sekaligus bergantian atau menjangkau lebih luas warga yang ingin berkunjung.
Jumlah pengunjung dan waktu kunjungan di suatu obyek wisata dibatasi agar protokol bisa diterapkan, sekaligus bergantian atau menjangkau lebih luas warga yang ingin berkunjung.
Warga perlu mengisi formulir digital di laman www.tiketwisata.surabaya.go.id. Setelah itu, simpan bukti pendaftaran untuk kemudian ditunjukkan kepada petugas. Di alun-alun, jumlah pengunjung dibatasi 100 orang dan waktu kunjungan 30 menit. Kawasan alun-alun dibuka pukul 09.00-20.00 setiap hari.”Dengan begitu, arus kunjungan bisa diatur dan diharapkan cara ini bisa dimaklumi dan diterima masyarakat,” kata Wiwiek.
Dalam kesempatan terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Surabaya mengatakan, pembatasan masih diperlukan untuk menekan risiko penularan. Dalam bidang pendidikan, sudah dijalankan pembelajaran tatap muka secara penuh. Namun, di Surabaya, persekolahan dini, dasar, dan menengah pertama serta sederajat dibagi dalam dua sif atau sehari diberlakukan dua kali.
”Kalau semua siswa-siswi harus masuk, tidak bisa diterapkan protokol kesehatan karena kapasitas sekolah terbatas,” kata Eri. Untuk itu, pertemuan tatap muka (PTM) tetap diberlakukan, tetapi dibagi menjadi dua sif sehingga berkonsekuensi pada pengurangan jam belajar dari 5-6 jam untuk SD-SMP menjadi separuhnya. Persekolahan dijalankan karena situasi sedang landai, tetapi tetap dalam koridor penerapan protokol kesehatan.
Ia menambahkan, situasi pandemi belum bisa dinyatakan berakhir karena kasus-kasus baru masih muncul meski peningkatannya belum signifikan. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan karena serangan varian Omicron yang amat menular kian bertambah. Sejauh ini sudah ditemukan lima kasus warga terjangkit kembali Covid-19 karena serangan Omicron di Surabaya.
Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, mengatakan, perjuangan dunia mengatasi pandemi memang panjang. Bahkan, kecemasan masyarakat dunia bertambah oleh potensi serangan flurona atau kombinasi virus influenza dan virus korona. Padahal, Covid-19 memiliki gejala yang mirip dengan influenza.
Laura berpendapat, virus influenza lazim menyerang manusia. Namun, bagi bangsa-bangsa yang mengalami empat musim, hal itu seolah tidak biasa dan rentan.”Di Indonesia, saat musim hujan seperti ini, flu menjadi penyakit yang dianggap biasa meski bagi orang-orang di negeri empat musim berisiko lebih berbahaya,” katanya.
Perbedaan musim menjadi salah satu latar belakang mengapa flurona bisa menginfeksi seseorang, bahkan berdampak fatal bagi yang belum mendapat vaksinasi influenza dan Covid-19.”Salah satu gejala Covid-19 adalah mengalami flu sehingga kami menyarankan agar masyarakat tidak panik dengan keberadaan flurona. Tetaplah menjaga kesehatan dan menerapkan protokol dengan baik dalam segala aspek kehidupan,” ujar Laura.