Penerus Takhta Pura Mangkunegaran Mengerucut ke Putra Permaisuri
Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo menjadi kandidat kuat berkaitan dengan aturan adat yang berlaku.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS – Pembahasan soal penerus takhta Pura Mangkunegaran mengerucut pada satu sosok, yakni Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo. Ia menjadi kandidat kuat berkaitan dengan aturan adat yang berlaku. Keputusan resmi akan diumumkan setelah dicapai kesepakatan bulat dari pihak keluarga inti.
”Sosok penerusnya sudah mengerucut kepada pranata adat yang kami anut. Bahwa suksesi itu nantinya dipegang putra laki-laki dari prameswari (permaisuri),” kata Wedana Satriya Pura Mangkunegaran Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Lilik Priarso, saat ditemui di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Senin (17/1/2022).
Mangkunegara IX berpulang meninggalkan permaisuri, yakni Gusti Kanjeng Putri (GKP) Mangkunegara IX atau GKP Prisca Marina. Pernikahan mereka dikaruniai dua anak, yakni Gusti Raden Ajeng (GRAj) Ancillasura Marina Sudjiwo dan Gusti Pangeran Haryo (GPH) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo. Mengacu pada tatanan adat, GPH Bhre merupakan sosok yang memenuhi kriteria sebagai penerus takhta mengingat posisinya sebagai anak laki-laki dari permaisuri.
Sebelumnya, ada sosok lain yang juga disebut kandidat kuat penerus takhta. Ia adalah GPH Paundrakarna Jiwa Suryanegara. Ia putra Mangkunegara IX dari pernikahannya dengan Sukmawati Soekarnoputri. Namun, pernikahan keduanya kandas saat Mangkunegara IX belum naik takhta menjadi pemimpin Pura Mangkunegaran.
Saat ini, pembahasan suksesi, lanjut Lilik, tengah dimatangkan keluarga inti beserta kerabat Mangkunegara IX. Musyawarah dikedepankan dalam memilih sosok penerus takhta dari kerajaan tersebut. Segenap pihak, menurut dia, sudah memahami peraturan adat yang harus ditaati.
“Bagaimana selanjutnya harus ada kesepakatan yang nanti sifatnya menguatkan. Ini masih digodok oleh sedherek-sedherek dalem dan putra-putri dalem dari Mangkunegara IX. Kami memakai sistem menghargai musyawarah biar terjadi mufakat,” kata Lilik.
Setelah dicapai kesepakatan, kata Lilik, tahapan selanjutnya dari suksesi ialah pengukuhan kenaikan takhta, atau “jumenengan”. Tercapainya kesepakatan akan diumumkan lebih lanjut. Adapun pengukuhan bakal dilakukan oleh sang permaisuri, GKP Prisca Marina.
Dihubungi secara terpisah, Tundjung W Sutirto, sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret, mengatakan, sosok yang nantinya menjadi penerus takhta harus benar-benar sesuai kesepakatan keluarga. Hendaknya nilai-nilai luhur dari Pura Mangkunegaran juga tetap dipegang teguh dan diteruskan.
Adapun nilai-nilai luhur tersebut tertuang dalam konsep “tridarma” yang dicanangkan Mangkunegaran I. Tridarma itu terdiri dari “mulat sarira angrasa wani” (berani berintrospeksi), “rumangsa melu andarbeni” (ikut memiliki), dan “wajib melu anggondheli” (berkewajiban mempertahankan).
“Spiritnya adalah bagaimana mewarisi tridarma itu. Dalam keluarga yang memang mengamalkan nilai-nilai luhur tersebut,” kata Tundjung.
Lebih lanjut, Tundjung mengharapkan agar nantinya sang penerus takhta bisa membuat Pura Mangkunegaran semakin dekat dengan masyarakat. Salah satu upaya yang bisa didorong adalah mengoptimalkan potensi-potensi budaya yang ada dari kerajaan tersebut kian populer. Misalnya, digelar lagi latihan-latihan tari bergaya Mangkunegaran hingga menggemakan lagi pamor perpustakaan milik kerajaan yang punya koleksi-koleksi literatur berharga.
“Hendaknya dilakokan upaya resonansi-resonansi dari potensi yang dimiliki kerajaan ini. Tujuannya agar publik bisa mempunyai sikap atau rasa memiliki,” katanya.