Endah Meregang Nyawa Hanya karena Minta Suami Cari Kerja
Permintaan Endah Safitri (25), perempuan tulang punggung keluarga di Semarang, agar suaminya mencari pekerjaan dibayar dengan nyawanya. Suaminya kini mesti mendekam dipenjara. Nasib kedua anaknya kabur.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
Niat baik Endah Safitri (25), warga Kelurahan Ngemplak Simongan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, yang meminta suaminya, Kanipah (32), mencari pekerjaan berujung petaka. Karena tersinggung, Kanipah yang sudah dua tahun menganggur itu tega menghabisi nyawa tulang punggung keluarganya itu dengan sebilah pisau.
Pada Sabtu (15/1/2022) siang, langit Kota Semarang kelabu dirundung mendung. Endah yang baru saja keluar dari pintu sebuah pabrik konfeksi tempatnya bekerja langsung menghampiri Kanipah. Setiap hari, Kanipah bertugas mengantar dan menjemput Endah dengan sepeda motor hitam-merahnya.
Siang itu, Kanipah tancap gas menuju rumah kontrakan yang ia tinggali bersama Endah dan kedua anaknya di Jalan Srinindito Baru. Rumah kontrakan itu lebih kurang baru dua pekan disewa keduanya.
Semuanya berjalan baik-baik saja hingga pada sekitar pukul 12.30, Endah dan Kanipah terlibat cekcok. Kala itu, Endah meminta agar suaminya yang sudah dua tahun terakhir menganggur untuk mencari pekerjaan. Namun, Kanipah beralasan bahwa dirinya sedang sakit dan tidak bisa bekerja. ”Kalau sakit berobat,” kata Endah saat itu, yang ditirukan oleh Kanipah, saat dihadirkan dalam konferensi pers di Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Senin (17/1/2022).
Kanipah pun menimpali perkataan Endah,”Aku sudah berobat ke mana-mana, tapi tidak sembuh. Daripada disuruh cari kerja, bunuh saja aku.”
Cekcok keduanya terus berlanjut hingga didengar para tetangga kontrakan mereka. Di antara cekcok tersebut, Endah sempat berteriak minta tolong karena melihat suaminya mengambil pisau lipat. Kesal melihat Endah berteriak minta tolong, Kanipah gelap mata, lalu menusuk Endah.
Kesal melihat Endah berteriak minta tolong, Kanipah gelap mata, lalu menusuk Endah.
Meski Endah sudah tidak lagi bisa berteriak, aksi Kanipah tak berhenti. Ia menusuk ibu dari dua anaknya itu lagi.
Yuniawati, tetangga yang menyaksikan kejadian itu, pun tak berani menolong Endah yang sudah tersungkur dalam kondisi berdarah. Ia kemudian berlari mencari pertolongan kepada tetangga lainnya, Rony Guridno.
Saat Rony tiba, Kanipah yang tengah memegang pisau langsung pergi mengendarai sepeda motor. Rupanya, Kanipah pergi ke rumah mertuanya yang berjarak sekitar 400 meter dari rumah kontrakannya. Ia bermaksud menjemput anak-anaknya yang berusia enam tahun dan empat tahun.
Di rumah mertuanya, Kanipah hanya menemukan anak keduanya. Ia kemudian buru-buru membawa anak itu pergi mengendarai sepeda motor. Seorang tetangga yang melihat Kanipah bertanya perihal bercak darah di pakaian Kanipah. Pertanyaan itu hanya dijawab dengan gelengan kepala sambil berlalu.
”Saya mengajak anak saya pergi supaya tidak melihat kejadian itu. Saya ajak dia jajan, muter-muter ke daerah Gunungpati,”tutur Kanipah sambil terus menunduk.
Setelah berkeliling Kota Semarang, Kanipah memutuskan untuk membawa anaknya pulang. Ia juga ingin tahu kabar istri yang ditinggalkannya dalam kondisi berdarah.
”Tersangka (Kanipah) sampai di rumah kontrakannya sekitar pukul 17.00 bersama anak keduanya. Anggota (polisi) yang sudah mengikuti yang bersangkutan sejak di Gunungpati langsung meringkus tersangka,”tutur Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar.
Saat ditangkap, Kanipah melawan dengan cara menyikut wajah polisi. Polisi kemudian melepaskan timah panas ke arah kaki kanan Kanipah. Hal itu membuat Kanipah harus berjalan dengan bantuan kruk saat dihadirkan dalam konferensi pers, Senin.
Kanipah disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Fisik dalam Rumah Tangga dan atau Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Pembunuhan Berencana. Hukuman kurungan maksimal 15 tahun menantinya.
Nasib anak
Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) mengecam perbuatan yang dilakukan Kanipah. Dalam kasus tersebut, tidak hanya Endah yang menjadi korban, tetapi juga kedua anak mereka. Anggota staf Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nia Lishayati, meminta pengasuhan kedua anak korban dipastikan. Selain itu, pemulihan kondisi psikologis kedua anak itu juga mesti dilakukan.
”Dampak psikologis terhadap anak yang ditimbulkan akibat peristiwa ini harus diperkirakan. Pendampingan psikologis harus dilakukan sampai anak-anak ini pulih. Karena ibunya sudah meninggal dan ayahnya berpotensi menjadi pelaku kekerasan terhadap mereka di kemudian hari, pengasuhan terhadap anak-anak ini juga harus dipastikan,”tutur Nia.
Sejak Kanipah ditangkap, kedua anaknya diasuh orangtua Endah atau mertua Kanipah. Menurut rencana, Polrestabes Semarang akan membantu pemulihan trauma keduanya.
”Anak-anak mereka sekarang diasuh oleh orangtua korban. Kami akan berkunjung untuk melihat kondisi mereka. Nanti akan adatrauma healingdari kami kepada anak-anak ini,”ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang Ajun Komisaris Besar Donny Sardo Lumbantoruan.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga berupa penelantaran dan pembunuhan yang terjadi terhadap Endah bukan yang pertama kali terjadi di Jateng. Sepanjang 2020-2021, LRC-KJHAM telah mendampingi 21 kasus kekerasan dalam rumah tangga berupa penelantaran.
Banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi membuat kasus kekerasan dalam rumah tangga berupa penelantaran terus bertambah. (Nia Lishayati)
”Banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi membuat kasus kekerasan dalam rumah tangga berupa penelantaran terus bertambah. Hal-hal seperti ini seharusnya bisa didiskusikan dengan baik antara suami dan istri tanpa kekerasan,”ucap Nia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka di Kota Semarang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,29 persen. Jumlah itu meningkat pada 2019 menjadi 4,54 persen. Sementara pada tahun 2020 atau tahun pertama pandemi Covid-19, tingkat pengangguran terbuka melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 9,57 persen.
Menurut Nia, selain memberikan bantuan berupa bahan pangan dan uang tunai, pemerintah ataupun perusahaan-perusahaan swasta juga perlu membantu menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Jika pekerjaan lebih mudah didapatkan, tidak ada lagi endah-endah lain yang harus kehilangan nyawanya hanya karena meminta suaminya mencari pekerjaan.