Bantuan Stimulan bagi Petani Program Lumbung Pangan di Sumba Tengah
Bantuan pemerintah bagi petani peserta program lumbung pangan nasional atau ”food estate” di Sumba Tengah, NTT bersifat stimulan. Bantuan benih, pupuk, dan pestisida maksimal untuk 2 hektar per petani.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
WAIBAKUL, KOMPAS — Bantuan pemerintah bagi petani peserta program lumbung pangan nasional atau food estate di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, lebih bersifat stimulan. Pemerintah mengalokasikan bantuan benih, pupuk, dan pestisida maksimal untuk kebutuhan dua hektar lahan. Adapun penyuluh lapangan mendampingi petani sesuai tugas dan fungsinya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Sumba Tengah Nyong Umbu Pari menyampaikan keterangan tertulis, Sabtu (15/1/2022), sebagai klarifikasi berita Kompas, Senin (10/1/2022) berjudul ”Keluh Kesah Petani Lumbung Pangan Nasional Sumba Tengah”. Menurut dia, terdapat beberapa informasi yang perlu diperjelas. Pengolahan lahan lumbung pangan diatur secara teknis dengan mempertimbangkan pemerataan pelayanan bagi 851 kelompok tani (poktan) dengan total 13.396 petani jagung dan padi.
”Bantuan pemerintah ini sifatnya stimulan. Swadaya petani menjadi pertimbangan untuk membangun rasa memiliki bagi penerima manfaat. Paket bantuan sarana produksi itu sifatnya lengkap untuk lahan jagung dan padi. Luas lahan untuk bantuan seperti bajak lahan, pemberian pupuk, dan benih masing-masing petani diperhitungkan 2 hektar, tidak lebih,” jelas Nyong.
Traktor bantuan dari pemerintah beroperasi di lahan petani hanya satu kali. Adapun kegiatan penggemburan tanah tidak dilakukan seperti disebutkan petani Umbu Andy Opung alias Umbu Gosa. Pengaturan pengolahan lahan ini disepakati di Dinas Pertanian dengan mempertimbangkan keterbatasan alat mesin pertanian yang tersedia dan musim hujan yang relatif singkat.
Setiap petani mendapat 2 liter pestisida jenis herbisida per hektar (ha) untuk mengendalian gulma sebagai persiapan pratanam. Adapun dana Rp 600.000 per ha sebagai insentif untuk tahap pengolahan tanah bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran Kementerian Pertanian sebagai bagian dari kebijakan pemulihan ekonomi. Bantuan dana ini dibuktikan dengan kuitansi pertanggungjawaban per petani penerima manfaat dan pelaksana kegiatan.
Menurut Nyong, ada petani atau kelompok tani yang melalui musyawarah bersama, berkontribusi mengumpulkan dana bagi pengadaan bahan bakar minyak, upah operator traktor, serta biaya mobilisasi dan demobilisasi alat sistem pertanian (alsintan). Anggaran untuk kegiatan tersebut tidak tersedia dalam APBD kabupaten tahun 2021.
Tidak ada pengusaha di Sumba Tengah menyewa traktor untuk petani dengan upah sewa Rp 600.000 per hektar. Data sewa penggunaan alsintan milik perorangan selama 10 tahun terakhir senilai Rp 1,5 juta per hektar. (Nyong Umbu Pari)
”Tidak ada pengusaha di Sumba Tengah menyewa traktor untuk petani dengan upah sewa Rp 600.000 per hektar. Data sewa penggunaan alsintan milik perorangan selama 10 tahun terakhir senilai Rp 1,5 juta per hektar. Ini fakta yang ada di lapangan,” kata Nyong.
Sesuai Perbup Sumba Tengah Nomor 18 Tahun 2020, penetapan kontribusi jasa sewa alsintan aset daerah terdiri dari bajak (luku) Rp 500.000 per ha, cincang Rp 300.000 per ha, dan rotary Rp 800.000 per ha. Semua bantuan pemerintah untuk kegiatan lumbung pangan telah tersalur dan terdistribusi kepada petani penerima manfaat.
Selain itu, ditambahkan Nyong, lahan jagung yang ditanam pada bulan Maret 2021 seluas 260 ha di Desa Tanah Modu, Kecamatan Katikutana Selatan, menghasilkan rata-rata 1,8 ton per ha. Produksi ini tidak optimal karena dilanda Badai Seroja, keterbatasan sumber air, dan serangan hama belalang.
Anomali cuaca badai siklon pada 25-30 Desember 2021 berdampak terhadap kerusakan jagung di sepanjang daerah aliran sungai Sumba Tengah. Kerusakan lahan ini sedang dalam pendataan. Terkait lahan itu masih bisa ditanami ulang atau tidak sedang dalam kajian.
Menurut Nyong, musim hujan datang lebih awal, yakni pada Oktober 2021. Kala itu, Dinas Pertanian belum merekomendasikan penanaman jagung karena benih jagung belum tiba. Hal ini terjadi karena tuntutan regulasi, yakni uji kelayakan benih jagung di laboratorium sebelum didistribusikan.
Adapun terkait distribusi pupuk, Nyong menjelaskan, pembagiannya berdasarkan data calon petani calon lahan (CPCL) hasil poligon. Setiap sarana produksi yang dibagi mengacu pada data CPCL di lapangan. Per Oktober 2021, Badan Pemeriksa Keuangan telah melakukan audit di lapangan. Pembagian pupuk dilakukan ketua kelompok sesuai data CPCL sehingga tidak terjadi keributan di lapangan.
Nyong juga menyampaikan, di setiap desa peserta program lumbung pangan ada dua petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL). Mereka mengawal seluruh tahapan kegiatan lumbung pangan, mulai dari poligon lahan, penyaluran sarana produksi, pengelolaan lahan, sistem budidaya, prapanen, hingga pascapanen. Semua ini sudah dijalankan sesuai tugas dan fungsi tenaga PPL.
Mendukung kesuksesan program lumbung pangan nasional di Sumba Tengah, pemerintah mengalokasikan 20 traktor roda empat, traktor roda dua 180 unit, 50 unit pompa air, 10 unit sumur bor solar cell, 22 unit combine, lima unit cornsheller, dan satu unit bangunan driyer. ”Semua bantuan ini telah dimanfaatkan secara optimal oleh petani,” kata Nyong.
Seusai kunjungan Presiden Joko Widodo, 23 Februari 2021, telah datang sejumlah bantuan bagi lumbung pangan nasional Sumba Tengah. Pembangunan sumber air pertanian, peralatan mesin, panen, pascapanen, dan dukungan transfer teknologi modern bidang pertanian bagi petani.
Adapun lahan untuk lumbung pangan di Sumba Tengah tercatat 10.000 ha, di antaranya 5.000 ha untuk musim tanam pertama Oktober-Maret 2020. Lahan tersebut digarap lagi untuk musim tanam kedua April-Mei 2020 dengan luas 260 ha dan sisa 4.740 ha untuk musim tanam pertama Oktober-Maret 2021. Pemerintah menambah lagi lahan seluas 5.000 ha pada musim tanam pertama Oktober-Maret 2021 bagi desa-desa yang belum diakomodasi pada 2020.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Sumba Umbu Manurara mengatakan, program lumbung pangan sangat strategis mengangkat kesejahteraan petani jika dijalankan sesuai rencana. Petani dan instansi pemerintah yang menangani program ini tetap berkolaborasi sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
”Proyek ini memang sangat strategis sekaligus sensitif. Mari semua pihak berefleksi. Apakah sudah bekerja sesuai tugas dan fungsi masing-masing, sesuai tujuan dan rencana semula proyek itu atau tidak. Tentu semua pihak menginginkan kesuksesan ke depan. Petani sukses pemerintah pun sukses,” katanya.
Perlu ada evaluasi bulanan atau triwulan instansi teknis dengan para petani atau ketua kelompok tani secara langsung di lapangan. (Umbu Manurara)
Ia mengusulkan, perlu ada evaluasi bulanan atau triwulan instansi teknis dengan para petani atau ketua kelompok tani secara langsung di lapangan. Melalui evaluasi ini, petani dan pemda bisa melihat apa saja kekurangan, kesulitan, dan kesuksesan yang telah dicapai.
”Program ini baru berjalan Oktober 2020 atau satu tahun lebih, tentu ada kekurangan yang perlu dibenahi bersama. Dalam proses alih teknologi pertanian dari sistem tradisional ke sistem modern ini butuh pembelajaran dan proses,” kata Manurara.