Pemerintah akan membangun infrastruktur di Karang Singa, gugusan karang di Kepulauan Riau yang menjadi rebutan antara Indonesia dan Malaysia. Adapun nelayan lokal berharap aparat menambah patroli di perairan sengketa.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah berencana membangun mercusuar dan landasan helikopter di Karang Singa, sebuah gugusan karang di perairan Bintan, Kepulauan Riau. Nelayan tradisional di Bintan berharap pemerintah tidak sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga harus memperbanyak patroli di sekitar gugusan karang yang ingin diklaim oleh Malaysia tersebut.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersama Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra dan Kepala Badan keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Aan Kurnia serta Gubernur Kepri Ansar Ahmad meninjau Karang Singa dengan Kapal Negara (KN) Nipah-321 pada Kamis (13/1/2022). Gugusan karang yang terletak sejauh 6,85 kilometer (km) di utara Pulau Bintan itu diketahui ingin diklaim oleh Malaysia.
”Kami datang untuk melihat salah satu titik yang harus diamankan. Kalau kita lengah, barang itu bisa hilang. Saya melapor juga kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, kita harus berbuat sesuatu untuk mengamankan (Karang Singa) itu,” kata Tito di Batam.
Ia menyatakan, pemerintah pusat akan segera membangun mercusuar dan landasan helikopter di Karang Singa pada tahun ini. Langkah itu diambil pemerintah untuk mengantisipasi agar gugusan karang itu tidak diklaim oleh Malaysia.
Kami datang untuk melihat salah satu titik yang harus diamankan. Kalau kita lengah, barang itu bisa hilang.
Perairan di perbatasan antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, di sebelah utara Pulau Bintan, memang sudah lama riuh. Sebelumnya, Malaysia dan Singapura juga memperebutkan gugusan karang Batu Puteh, Karang tengah, dan Karang Selatan.
Pada 2008, Mahkamah Internasional memutuskan Batu Puteh menjadi milik Singapura, sedangkan Karang Tengah menjadi milik Malaysia. Adapun Karang Selatan yang letaknya 10.11 km dari Karang Singa masih dirundingkan kedua negara sampai saat ini.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan, Syukur Hariyanto, Jumat (14/1/2022), mengatakan, aparat Malaysia berpatroli dengan sangat ketat di sekitar gugusan karang yang menjadi rebutan itu. Sepanjang 2021, lebih kurang ada selusin nelayan tradisional dari Bintan yang ditangkap aparat Malaysia karena dituduh melanggar perbatasan.
”Para nelayan sebenarnya tidak tahu apakah mereka betul melanggar perbatasan atau tidak. Kami tidak memiliki GPS sehingga sulit memastikan koordinat lokasi. Selain itu, nelayan tradisional Bintan juga tidak memiliki alat komunikasi untuk melapor ke aparat Indonesia,” ujar Syukur saat dihubungi dari Batam.
Menurut dia, perairan perbatasan Indonesia-Malaysia di utara Pulau Bintan itu juga rawan kejahatan. Jalur itu sering dipakai penjahat untuk menyelundupkan narkoba dari Malaysia ke Indonesia serta tenaga kerja tanpa dokumen dari Indonesia ke Malaysia.
Peristiwa penyelundupan tenaga kerja yang terakhir terbongkar pada 15 Desember 2021. Saat itu, sebuah perahu fiber yang menyelundupkan 64 pekerja migran tanpa dokumen tenggelam di perairan Johor, Malaysia. Sebanyak 13 pekerja migran selamat, 22 orang meninggal, dan 29 orang lainnya hilang.
”Aparat Malaysia sangat ketat berpatroli di perairan itu untuk mencegah kejahatan. Kami harap aparat Indonesia juga melakukan hal serupa untuk menjamin keamanan dan keselamatan nelayan,” ucap Syukur.