Eksekusi Bangunan Pelanggar Tata Ruang, Pemkot Kendari Dituntut Evaluasi Menyeluruh
Sebuah bangunan melanggar sempadan sungai di Kendari dibongkar Pemkot Kendari. Meski begitu, hal ini tidak menyelesaikan masalah, dilakukan parsial, dan rawan menimbulkan rasa ketidakadilan di masyarakat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Setelah bertahun-tahun menyalahi aturan, bangunan yang melanggar tata ruang mulai dieksekusi Pemerintah Kendari. Belasan bangunan lainnya masih dalam audit dan pemantauan. Pemerintah dituntut mengevaluasi menyeluruh tata ruang di Kendari di tengah berbagai pelanggaran tata ruang yang terjadi
Salah satu bangunan yang dieksekusi adalah pagar sebuah warung kopi yang persis terletak di sempadan Sungai Wanggu, Kecamatan Kambu, Kendari. Puluhan petugas gabungan membongkar pagar permanen yang berdampingan dengan jejeran mangrove, Kamis (6/1/2022).
Sekretaris Daerah Kendari Nahwa Umar menuturkan, eksekusi pembongkaran bangunan dilakukan setelah beberapa tahap sebelumnya. Setelah diketahui melanggar, pemilik bangunan diberikan teguran, penyampaian langsung, dan eksekusi.
”Pemilik telah menandatangani berita acara sebelumnya dan secara sadar mengakui pelanggaran. Sejauh ini, ada dua yang dipastikan melanggar pembangunan di sempadan sungai dengan bangunan permanen,” kata Nahwa.
Permasalahan tata ruang ini, ia melanjutkan, merupakan tindak lanjut dari temuan Kementerian Agraria dan Tata Ruang sejak 2019. Sejumlah bangunan yang terindikasi melanggar dipetakan, lalu disupervisi.
Berdasarkan peninjauan, dipastikan ada dua bangunan yang melanggar. Seorang pemilik bangunan bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka, dan bangunannya telah disegel.
Menurut Nahwa, pihaknya akan terus menegakkan aturan penyesuaian tata ruang kepada masyarakat yang selama ini melanggar. Sebab, bangunan permanen, terlebih di sempadan sungai, berdampak panjang pada lingkungan ke depannya.
”Sejauh ini masih ada 15 bangunan yang terindikasi melanggar di sepanjang Teluk Kendari. Namun, masih dalam pemantauan dan akan terus ditindaklanjuti,” katanya.
Kepala Dinas PUPR Kendari Erlis Sadya Kencana menjabarkan, penindakan pelanggar tata ruang dilakukan berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kementerian ATR. Audit yang mengacu pada Undang-Undang (UU) No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menemukan adanya pelanggaran. Sebagai pemerintah daerah, pihaknya menindaklanjuti temuan pemerintah pusat hingga dilakukan eksekusi.
Pemilik telah menandatangani berita acara sebelumnya dan secara sadar mengakui pelanggaran. Sejauh ini, ada dua yang dipastikan melanggar pembangunan di sempadan sungai dengan bangunan permanen. (Nahwa Umar)
Kawasan Teluk Kendari, ia melanjutkan, merupakan daerah yang terindikasi banyak temuan pelanggaran tata ruang. Sebagian bangunan yang terindikasi melanggar tersebut dalam pemantauan dan evaluasi.
”Ada beberapa bangunan juga yang terindikasi melanggar di luar kawasan Teluk Kendari. Ke depan kita akan terus melakukan sosialisasi hingga penindakan jika ditemukan pelanggaran,” kata Erlis.
Pemanfaatan ruang
Dihubungi secara terpisah, akademisi dari Universitas Halu Oleo, Irvan Ido, yang banyak meneliti kawasan Teluk Kendari dan pemanfaatan ruang menjabarkan, apa yang dilakukan pemerintah saat ini tidak menyelesaikan masalah besar yang terjadi. Sebab, penyalahgunaan ruang terjadi selama bertahun-tahun, dan tidak ada upaya pencegahan sejak awal.
Irvan mencontohkan, beragam bangunan yang selama puluhan tahun berdiri di kawasan teluk mengokupasi mangrove tetapi tidak ditindak sama sekali. Upaya penindakan baru dilakukan setelah adanya temuan dari pemerintah pusat.
”Jadi ini hanya serupa menaburkan obat merah ke kanker yang menjalar. Tidak meyelesaikan masalah sama sekali atas persoalan besar yang terjadi. Malah berpotensi menimbulkan rasa ketidakadilan karena hanya dilakukan parsial,” kata Irvan.
Oleh sebab itu, ia melanjutkan, Pemkot Kendari harus tegas dalam menegakkan aturan, dan tidak tebang pilih terhadap para pelanggar aturan tata ruang. Jika ditemukan pelanggaran, segera mengambil tindakan dan melakukan eksekusi seperti yang dilakukan saat ini, tanpa menunggu persoalan semakin akut.
Tidak hanya itu, evaluasi menyeluruh terhadap kawasan penting dilakukan berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan.
”Sekarang semua wilayah menjadi kawasan perdagangan. Ini tidak sehat, berdampak buruk bagi lingkungan, dan akan membuat kota menjadi sakit ke depannya. Ini yang harus segera ditindaklanjuti pemerintah,” ucapnya.
Kawasan Teluk Kendari memang salah satu kawasan di Kota Lulo ini yang terus merana. Selain sedimentasi masif, reklamasi lahan tidak terhenti. Penimbunan lahan baru yang dulunya tambak atau tempat bakau tumbuh terlihat marak, utamanya di Jalan Madusila, Andonohu. Jalan ini terbentang di sepanjang sisi selatan teluk.
Di jalan ini juga berdiri Kantor DPRD Kendari yang tepat menghadap teluk. Tongkang-tongkang terparkir di tengah dan tepian teluk.
Akibat pembangunan, hutan bakau yang tumbuh di sisi barat dan selatan teluk ikut kritis. Selama tiga dekade terakhir, tutupan bakau berkurang hingga setengahnya. Di lahan bakau tersebut terlihat beberapa papan nama yang mencantumkan nama hak milik, baik pribadi maupun perusahaan.