Warga Sekitar Bendungan Bener, Purworejo, Minta Diskresi Terkait Ganti Rugi
Puluhan warga dari Masyarakat Terdampak Bendungan Bener (Masterbend) berunjuk rasa di depan Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Jateng, Selasa. Mereka beraudiensi dan meminta pembayaran segera diselesaikan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah warga yang terdampak pembangunan Waduk atau Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, meminta penuntasan ganti rugi yang masih dalam proses hukum. Mereka mengusulkan diskresi dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Puluhan warga yang tergabung dalam Masyarakat Terdampak Bendungan Bener (Masterbend) berunjuk rasa di depan Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jateng, Kota Semarang, Selasa (28/12/2021). Mereka beraudiensi dan meminta pembayaran ganti rugi segera diselesaikan.
”Masalah pengadaan tanah di Bendungan Bener berujung di pengadilan. Kami menggugat karena waktu itu ada kesalahan penilaian tanah di Bendungan Bener. Nilainya terlalu murah, Rp 50.000-Rp 60.000 per meter. Lalu, penyampaian hasil penilaian melebihi batas waktu,” ujar Ketua Masterbend Eko Siswoyo.
Dalam perkara tersebut, tergugat meliputi Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo Kementerian ATR/BPN, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Sih Wiryadi dan Rekan, serta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Purworejo, dalam putusan sidang perdata pada Kamis (9/9/2021), PN mengabulkan sebagian gugatan para penggugat. Gugatan yang dikabulkan terkait cacat hukum atas pelaksanaan hasil persetujuan terkait nilai ganti rugi serta melebihi batas 30 hari kerja sejak berita acara penyerahan hasil penilaian pengadaan tanah.
Tergugat kemudian mengajukan banding. Namun, sidang putusan banding perkara itu di Pengadilan Tinggi Jateng, Jumat (10/12/2021), memperkuat putusan PN Purworejo.
”Kami bertemu dan beraudiensi dengan pihak tergugat dengan harapan agar tidak ada upaya hukum selanjutnya, yakni kasasi, tetapi lakukan upaya diskresi,” kata Eko.
Anggota DPRD Purworejo, Abdullah, mengatakan, pihaknya mendampingi para warga yang terdampak. Ada 150 warga dan 176 bidang tanah terdampak dalam perkara tersebut, yang tinggal di tujuh desa di Kecamatan Bener, antara lain Desa Nglaris, Limbangan, Guntur, dan Kedung Loteng.
Diskresi dikedepankan karena jika tidak, perkara akan berkepanjangan. Selain itu, diskresi diperlukan karena tidak ada perintah jelas dari putusan pengadilan. (Dwi Purnama)
Kepala Kanwil ATR/BPN Jateng Dwi Purnama mengemukakan akan meneruskan permintaan warga kepada Menteri ATR/BPN. Diskresi dikedepankan karena jika tidak, perkara akan berkepanjangan. Selain itu, diskresi diperlukan karena, menurut dia, tidak ada perintah jelas dari putusan pengadilan.
”Masyarakat dibayar dengan appraisal (penaksiran) yang dulu, kan, tidak mau. Kalau appraisal lagi sekarang, yang memerintahkan siapa? Untuk penyesuaian ini kami akan sampaikan ke Pak Menteri dan agar lihat masyarakat kondusif. Insya Allah ada kebijakan untuk appraisal ulang,” kata Dwi.
Diskresi ialah keputusan atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebutkan diskresi harus memenuhi syarat antara lain sesuai dengan tujuan diskresi, sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik, berdasarkan alasan-alasan obyektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, serta dilakukan dengan itikad baik.
Bendungan Bener merupakan salah satu proyek strategis nasional. Menurut data BBWS Serayu Opak, Bendungan Bener yang akan memiliki tampungan maksimum 90,39 juta meter kubik ialah bendungan multifungsi. Selain air baku untuk Kabupaten Purworejo, Kebumen, dan Kulon Progo, bendungan itu juga untuk irigasi, pembangkit listrik tenaga air, konservasi, reduksi banjir, dan pariwisata (Kompas.id, 27/4/2021).