Harapan Besar pada Jalur Lintas Selatan
JLS yang membentang di pesisir selatan menjadi harapan bagi warga yang selama ini tinggal di daerah minim akses untuk bisa meningkatkan perekonomian mereka.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang dilalui jalan jalur lintas selatan di Kabupaten Blitar, Malang, dan Lumajang di Jawa Timur punya harapan besar terhadap JLS. Mereka optimistis terbukanya akses jalan yang berada di kawasan pesisir tersebut akan mampu meningkatkan perekonomian warga hingga sumber daya manusia.
Seperti diketahui, selama ini kawasan selatan Jawa Timur kaya akan sumber daya alam. Namun, sumber daya alam itu belum tereksploitasi maksimal lantaran akses infrastruktur di beberapa wilayah yang masih sulit. Kondisi daerah yang sebagian besar didominasi oleh pegunungan karst dinilai menjadi kendala.
Beberapa sumber daya alam (SDA) di kawasan selatan adalah perikanan, pariwisata, peternakan, dan perkebunan. Kabupaten Trenggalek, misalnya, memiliki Prigi yang disebut-sebut sebagai tempat penangkapan ikan terbesar di pesisir selatan Jawa.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ikan yang didaratkan di tempat ini mencapai 18.201 ton dengan nilai Rp 163,3 miliar (2017). Pada tahun 2018 jumlahnya naik 56,42 persen menjadi 28.472 ton dengan nilai Rp 233,3 miliar.
Sementara Blitar adalah gudang telur di Jawa dengan jumlah peternak sekitar 4.000 orang. Data BPS mencatat populasi ayam layer di Blitar tahun 2020 sebanyak 19 juta ekor dengan produksi telur 166,9 juta ton.
Kabupaten Malang juga memiliki sejumlah pantai indah yang menarik banyak wisatawan. Sebelum pandemi, 7 juta wisatawan berkunjung ke Kabupaten Malang dalam setahun. Dari jumlah itu, sebagian di antaranya berwisata ke pantai. Malang juga kaya akan kopi, cengkeh, dan buah-buahan lain.
Beberapa hari terakhir, Kompas menyusuri beberapa titik pembangunan JLS dari Blitar, Malang, dan Lumajang, baik itu JLS yang sudah punya wujud fisik—jalan aspal mulus dan lebar—maupun yang masih berupa lahan dengan patok-patok di perbukitan terjal.
Imam (50), salah seorang warga Dusun Sidodadi, Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Sabtu (11/12/2021), menuturkan, JLS akan mempermudah warga setempat menjual hasil bumi. Mayoritas warga Ringinrejo adalah petani yang sebagian memanfaatkan lahan tadah hujan di perbukitan. Mereka menanam palawija, padi, dan tebu.
”Ada jalan baru punya dampak bagus, harapannya akses ekonomi akan lebih mudah. Paling tidak, kami tidak lagi dibohongi tengkulak,” ujar Imam yang punya pekerjaan sebagai petani. Lahan milik Imam berada di perbukitan dengan akses jalan di beberapa titik menyempit, berliku, dan curam dengan jurang di satu sisi. Akses itu juga yang dipakai menuju ke Pantai Jolosutro.
Siang itu, Imam menunjukkan lokasi yang bakal menjadi JLS. Jalurnya membentang dari barat ke timur persis di atas Pantai Jolosutro. Kondisinya masih berupa jalan tanah ditumbuhi rumput yang belum rata, namun sudah terpasang patok-patok di kiri kanannya.
Petani setempat, menurut Imam, biasa menjual hasil panen kepada tengkulak. Mereka pula yang menjadi penentu harga. Oleh sebab itu, dia berharap keberadaan JLS bisa menghadirkan alternatif pasar baru sehingga petani tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada tengkulak.
Lokasi Sidodadi berada cukup jauh dari jalan utama (jalan nasional) Blitar-Malang. Jalan nasional itu bisa dicapai dalam waktu satu jam jika lewat Binangun-Kesamben. Apalagi, beberapa ruas jalan dalam kondisi rusak dan berlubang.
Warga lain yang memiliki optimisme terhadap JLS adalah Ngateman (48), warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Menurut dia, JLS akan memermudah akses warga dalam berusaha. Banyak SDA di Lumajang yang bisa diangkut ke daerah lain melalui jalan tersebut.
Dia mencontohkan, Desa Sidomulyo merupakan sentra salak di Lumajang dengan pangsa pasar ke Jember hingga Bali. Buah itu diangkut melalui jalan utama Malang-Lumajang yang bakal menjadi satu dengan JLS—sayangnya, jalur itu putus oleh bencana guguran awan panas Gunung Semeru (Gladak Perak runtuh) 4 Desember lalu.
”Rencananya, jalur existing Malang-Lumajang akan diperlebar dan menjadi bagian dari JLS. Sekarang di beberapa titik juga sudah ada yang dilebarkan,” ujarnya.
Menurut Ngateman, tingkat ekonomi masyarakat di daerahnya belum seragam. Ada yang sudah baik (penghasilan di atas Rp 5 juta per bulan), namun tidak sedikit yang masih di bawah itu. Ngateman sendiri bekerja sebagai karyawan swasta (menunggu penginapan dan menjadi tenaga pemasaran onderdil kendaraan) dengan penghasilan sekitar Rp 5 juta sebulan.
Baca juga : Jalan Lintas Selatan Vital bagi Jawa Timur
Lumajang dikenal sebagai penghasil pasir. SDA ini tidak serta-merta membuat warga kaya. Dalam sehari, rata-rata mereka bisa menjual 1-2 truk pasir dengan harga Rp 300.000-Rp 400.000 per truk. Jika satu kelompok petambang beranggotakan lima orang, setiap anggota akan mendapat penghasilan Rp 60.000-Rp 80.000 untuk satu truk pasir. Jika anggota yang terlibat semakin banyak, maka penghasilan yang didapat juga semakin sedikit.
”Kadang ada satu truk yang diisi delapan orang. Kalau sudah begitu, ya sedikit uang yang didapat dari mbesuk (menambang pasir di kali). Untuk menyambung hidup dipadukan dengan hasil pertanian,” tutur Tukiyem, warga Dusun Umbulan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, yang terdampak bencana Semeru.
Sementara itu, JLS di Kabupaten Malang telah terlihat manfaatnya. JLS itu berada di ruas Pantai Sendangbiru di Kecamatan Sumbermanjing Wetan sampai Pantai Balekambang di Kecamatan Bantur sepanjang sekitar 24 km. Saat ini juga tengah dikerjakan pembangunan JLS di jalur dari Balekambang ke arah barat.
Wisata
Kondisi JLS dari Sendangbiru-Balekambang ini mempermudah wisatawan dan masyarakat sebagai pendukung kegiatan wisata. Pasalnya, di sepanjang JLS itu terdapat beberapa pantai yang bisa diakses kendaraan dengan mudah, seperti Pantai Batu Bengkung dan Bajul Mati. Sayangnya, jalan existing menuju pantai-pantai itu, di Desa Srigonco, saat ini rusak parah dan dikeluhkan oleh warga.
”Jalan ini rusak karena setiap hari dilalui truk yang membangun JLS,” kata Tio (31), warga Dusun Watusigar, Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang buah lokal, seperti pisang, mangga, dan kelapa muda.
Warga setempat, menurut Tio, hanya nelayan yang selama ini memanfaatkan JLS untuk mengirim ikan tangkapan ke Pantai Sendangbiru. Itu pun jumlahnya tidak banyak, kalah dari Sendangbiru yang dikenal sebagai penghasil tuna di Jawa Timur. Sementara warga lain kurang memanfaatkan karena pangsa pasar berada di Kepanjen dan Malang (beda arah dengan JLS).
”JLS ini hanya mendukung mereka yang ingin berwisata saja, sebenarnya. Kalau warga lebih mengutamakan jalur existing, kecuali mereka yang menjadi nelayan,” ucapnya.
Peran JLS bakal makin mendongkrak sektor wisata dibenarkan Ketua Kelompok Sadar Wisata Pantai Serang,Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, Misyadi. Lokasi JLS—yang kini tengah dikerjakan—berada tidak jauh dari pintu masuk ke Pantai Serang. Pantai Serang menjadi salah satu dari enam obyek wisata di Jatim yang menerima penghargaan Anugerah Desa Wisata 2021 oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
”JLS akan semakin mempermudah wisatawan yang hendak menikmati Pantai Serang, meski jalan menuju ke sini sebenarya relatif mudah diakses. Jaraknya 45 km dari Kota Blitar. JLS akan ’menjahit’ pantai-pantai lain, mulai dari Prigi di Trenggalek sampai ke Malang. Jadi, bermanfaat sekali,” ujar Misyadi.
Menurut dia, penambahan infrastruktur di dekat Pantai Serang cukup terasa dalam beberapa waktu terakhir. Selain JLS, saat ini juga tengah dibangun stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) cukup besar yang segera beroperasi bulan ini. Tempat istirahat (rest area) juga telah dipersiapkan.
Potensi besar lain di Blitar yang akan memanfaatkan JLS adalah peternak ayam layer. JLS tidak hanya bermanfaat untuk mengirim telur ke daerah lain, tetapi juga mempermudah akses untuk memperoleh pakan ternak dari luar Jawa.
Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Blitar Sukamran mengatakan, JLS akan mempermudah pengangkutan jagung pakan dari Pelabuhan Niaga Prigi di Trenggalek ke Blitar. Jagung yang dimaksud berasal dari luar Jawa, seperti Nusa Tenggara Barat.
”Kalau ada JLS akan lebih mudah. Jagung yang tiba di pelabuhan bisa langsung dibawa ke Blitar. Sekarang pelabuhannya juga baru selesai dibangun. Selama ini, sudah ada jalan (existing), namun berliku dan sempit. Harapan kami, JLS bisa mendukung upaya peternakan rakyat,” ujarnya.
Sinergi dengan tol
Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto mengatakan, JLS yang melalui wilayahnya bakal bersinergi dengan Tol Trans-Jawa. Setelah pembangunan tol ruas Pandaan-Malang sepanjang 38,5 km yang diresmikan pada 2019 lalu, ke depan akan diteruskan dari Kota Malang sampai Kepanjen dan Blitar.
Didik pun menyebut dampak JLS ke sejumlah sektor, mulai dari pertanian, pariwisata, kelautan, hingga pendidikan. Sejauh ini, menurut Didik, sudah mulai kelihatan peningkatan perekonomian masyarakat, termasuk dari sisi wisata, perikanan, dan pendidikan.
”Malang selatan kaya akan potensi sumber daya pariwisata dan ini mengungkit pendapatan daerah. Pariwisata berdampak pada perekonomian, usaha kecil menengah mulai tumbuh. Perikanan juga makin lancar karena terbukanya akses peluang ke pasar,” ujarnya.
Setelah ekonomi meningkat, dampak selanjutnya adalah peningkatan sumber daya manusia. Sektor pendidikan akan terpacu karena minat belajar masyarakat bertambah sebagai dampak membaiknya ekonomi. Oleh karena itu, Didik optimistis ke depan bakal ada perguruan tinggi di Malang selatan, khususnya yang berfokus pada pengelolaan hasil pertanian dan kepariwisataan.
Sejauh ini sudah ada rencana dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk membangun sekolah tinggi kepariwisataan di Wonosari di kaki Gunung Kawi. Juga ada SMA taruna dari Kementerian Pertahanan yang akan dibangun di Wonosari.
Baca juga : Bandara Kediri Berdampak Positif bagi Kawasan Selatan Jatim
”Rencana Tol Malang-Kepanjen insyaallah jadi. Ini kami sedang berproses terus, proses lelang sudah berlangsung. Prosesnya sedikit terhalang oleh pandemi Covid-19. Pemerintah daerah mendorong agar Tol Malang-Kepanjen-Blitar segera terwujud,” ucapnya.
Pemerintah Kabupaten Malang berharap ke depan ada kawasan-kawasan yang khusus untuk industri di wilayah selatan sehingga ada perimbangan ekonomi antara kawasan utara dan selatan. Selama ini, industri lebih banyak berada di sisi Malang utara, seperti Kecamatan Lawang dan Singosari, yang punya akses bagus ke Surabaya.
Adanya industri di wilayah selatan, menurut Didik, akan mendukung upaya suplai dan permintaan kebutuhan barang dan jasa masyarakat. Kebutuhan dan suplai bisa dipenuhi dari wilayah sendiri. Selama ini, barang dan jasa itu masih didatangkan dari Surabaya dan Sidoarjo. ”Pemerintah daerah berupaya menjaga iklim investasi agar investor di bidang industri bisa masuk,” katanya.
Baca juga : Daerah Berpacu Memanfaatkan Jalan Tol Trans-Jawa