Geliat dari Pinggiran Trans-Kalimantan
Dampak Trans-Kalimantan koridor selatan di Kalimantan Barat terlihat dari geliat ekonomi di sekitarnya. Di daerah-daerah yang dilintasi Trans-Kalimantan beberapa tahun terakhir kian muncul usaha-usaha baru.
Kondisi jalan Trans-Kalimantan yang sudah mulus berdampak pada masyarakat. Jejaring ekonomi masyarakat menengah ke bawah di beberapa lokasi tumbuh. Waktu tempuh mengangkut komoditas dan perdagangan juga terpangkas.
Jalan Trans-Kalimantan di jalur Kalimantan Barat membentang dari Pontianak melintasi sebagian Kabupaten Kubu Raya, Sanggau, dan Ketapang berbatasan dengan Kalimantan Tengah. Trans-Kalimantan tersebut merupakan koridor lintas selatan yang pada tahun 2008 telah beraspal. Transportasi jalur Trans-Kalimantan kian lancar ketika pada tahun 2016 Jembatan Tayan di Kabupaten Sanggau resmi beroperasi.
Di sepanjang jalur Trans-Kalimantan tersebut tampak geliat ekonomi masyarakat. Di Desa Subah, Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, sekitar 90 kilometer dari Pontianak, misalnya, terdapat lapak-lapak penduduk penjual sayur hasil panen ladang warga dan sayuran hutan.
Ita (30), salah satu pemilik lapak sayuran, Minggu (12/12/2021), sedang sibuk mengupas rebung yang ia beli dari penduduk. Rebung diambil penduduk dari hutan kemudian Ita membelinya. Setelah itu, Ita menjualnya di dalam keranjang-keranjang kecil.
Di lapak itu juga Ita menjual terong asam. Ada pula timun hasil ladang warga. Sayur-mayur di lapak itu hasil dari ladang warga yang merupakan jejaring ekonomi para pemilik lapak dengan warga.
Baca juga : Menuntaskan Konektivitas di Trans-Kalimantan
Di kawasan tersebut tampak banyak pelintas singgah, mulai dari membeli sayur-mayur hingga berhenti sejanak sembari minum es. Di situ ada sejumlah lapak. Lapak-lapak itu sudah ada sebelum jalan Trans-Kalimantan diaspal. ”Bedanya, ketika jalan sudah diaspal, orang yang singgah sepertinya makin bertambah,” kata Ita.
Ita memberi gambaran, jika sebelumnya saat orang singgah ramai penghasilannya hanya sekitar Rp 100.000 per hari, sejak jalan diaspal pernah mencapai Rp 500.000-Rp 1 juta. ”Lumayan untuk makan sehari-hari,” katanya.
Di situ juga terdapat lapak milik Antonius Abas (43). Selain membuka warung minuman, ia juga menjual patung pahatan dari kayu buatannya sendiri. Limbah kayu yang tidak dipakai ia jadikan patung dan juga berbagai perabotan rumah tangga. Ada pula kerajinan dari rotan. Ia mulai membuka lapak di kawasan itu tahun 2012.
Di lapak milik Abas juga terdapat kerajinan dari tempurung kelapa dari warga di desanya yang tidak jauh dari lokasi itu. Warga menitipkan kerajinan di lapaknya. Untuk barang-barang titipan warga, hasil penjualan dibagi dengan Abas sebagai pemilik lapak.
”Sebelum Covid-19 melanda, ada turis dari Malaysia yang membeli patung buatan saya. Sekarang banyak yang lewat jalur Trans-Kalimantan. Sebelum jalan ini bagus, jalur yang mereka tempuh dari Kabupaten Landak,” tutur Abas.
Baca juga : 19 Kecamatan dan Jalur Trans-Kalimantan Terendam Banjir
Patung buatan Abas dijual Rp 900.000 hingga Rp 1 juta. Namun, ketika pandemi Covid-19 melanda, lapaknya sepi pembeli. Apalagi, perbatasan dengan Malaysia di Kabupaten Sanggau ditutup sehingga tidak ada turis dari luar yang melintas dari Trans-Kalimantan.
Abas juga menjual obat yang disebut pasak bumi (Eurycoma longifolia). Di sejumlah lapak ada pula yang menjual akar bajakah yang telah dipotong-potong lalu dibungkus dalam kemasan kecil.
Jalur Trans-Kalimantan di Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, sejak 2016 juga sudah terdapat jembatan sepanjang 1,65 km. Dengan adanya jembatan itu, kendaraan bisa cepat melintas. Sebelum ada jembatan, kendaraan harus antre beberapa jam menggunakan feri untuk melintasi sungai.
Di sekitar Jembatan Tayan itu usaha-usaha perlahan juga tumbuh. Sebab, daerah sekitarnya di pinggir sungai menjadi tempat wisata sembari menyaksikan Jembatan Tayan yang membentang di atas sungai.
Nanang (41), pemilik warung makan di sekitar Jembatan Tayan, menuturkan, sebelum ada jembatan ia hanya membuka warung beratapkan tenda. Itu pun hanya menjual minuman ringan. Sejak jembatan dibangun, ia membuat warung permanen. Apalagi, sekarang semakin ramai orang yang singgah.
Sebelum ada jembatan, penghasilan Nanang per hari sebesar Rp 200.000-Rp 300.000. Kini ia juga menjual makanan sehingga penghasilannya terkadang bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta per hari. ”Ada dampak bagi usaha di sekitar sini,” ujarnya.
Memangkas waktu tempuh
Kondisi Trans-Kalimantan yang baik juga mempersingkat waktu tempuh. Menurut Johanes Iwan (42), warga Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, yang juga seorang wirausaha, sebelum tahun 2008 saat kondisi jalan belum baik, jarak tempuh dari salah satu lokasi Trans-Kalimantan, yaitu di Simpang Ampar (Kabupaten Sanggau), menuju Balai Berkuak, ibu kota Kecamatan Simpang Hulu, yang berjarak 80 km ditempuh tiga hari tiga malam.
”Sebelum jalan selancar sekarang, untuk menempuh Trans-Kalimantan harus berbekal peralatan masak karena pasti bermalam di jalan,” ungkap Iwan.
Sejak jalan Trans-Kalimantan sudah diaspal, untuk menempuh jarak tersebut hanya diperlukan waktu satu setengah jam. Biaya angkut menjadi murah. Masyarakat juga bisa menikmati harga barang tertentu lebih mudah. Misalnya, harga semen, sebelum jalan diaspal, mencapai Rp 100.000 per zak, kini hanya sekitar Rp 60.000 per zak.
Baca juga : Tiga tahun Meniti Asa di Tol Trans-Jawa
Kemudian, di daerahnya juga semakin banyak tumbuh usaha baru. Ruko-ruko semakin bertambah dengan usaha di dalamnya yang beragam. Usaha waralaba juga ada beberapa yang sudah masuk.
Jarak Trans-Kalimantan wilayah Kalbar dari Pontianak melintasi sebagian Kabupaten Kubu Raya, Sanggau, hingga ke Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, di perbatasan dengan Kalteng, sekitar 300 km. Dahulu, untuk bisa menempuh jalur itu bisa mencapai seminggu. Kini, dalam satu hari sudah bisa tiba di perbatasan Kalbar dan Kalteng dari Pontianak.
Habibi (45), sopir mobil yang mengangkut ikan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, saat ditemui di perbatasan Kalbar-Kalteng, menyebutkan, dari Banjarmasin ke Pontianak, Kalbar, kini hanya tiga hari tiga malam. Sebelum Trans-Kalimantan diaspal, angkutan ekspedisi bisa berminggu-minggu baru tiba di Pontianak.
Perbatasan Kalbar-Kalteng kini juga menjadi tempat wisata. Banyak pelintas yang sembari beristirahat di warung berfoto di depan gapura batas Kalbar-Kalteng. Di sekitarnya juga terdapat potensi wisata air terjun alami.
Deni (40), pemilik warung makan di perbatasan Kalbar-Kalteng, menuturkan, pada 2004 ketika ia baru membuka warung, lokasi itu masih sepi. Hanya ada beberapa lapak. Kini, perlahan lapak bertambah. Pengunjung yang berwisata, terutama pada akhir pekan, juga makin bertambah, baik dari Kalbar maupun Kalteng.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Pontianak sekaligus Ketua 3 Apindo Kalbar, Andreas Acui Simanjaya, mengatakan, jalur transportasi yang semakin baik selama ini membuat biaya perjalanan lebih murah. Akses juga semakin mudah.
”Biaya angkut sekarang bisa dihemat sekitar 30 persen karena kebutuhan selama perjalanan menurun dan biaya perbaikan kendaraan menurun,” ujar Acui.
Akses jalan yang makin baik juga membuat pengusaha memiliki lebih banyak peluang pengembangan usaha. Apalagi, pertukaran komoditas antardaerah di Kalimantan makin cepat dan lancar.
”Sebagai contoh, buah cempedak (Artocarpus integer) dari Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, sekarang kerap dijual ke Kalimantan Selatan karena harga di sana lebih bagus,” kata Acui.
Kepala Bidang Perencanaan Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalbar Abdul Haris Fakhmi dan Kepala Subbidang Tata Ruang Wilayah Bappeda Provinsi Kalbar Yodha Muhdiya menjelaskan, Trans-Kalimantan koridor jalur selatan dari Pontianak-Kabupaten Ketapang hingga Kalteng merupakan koridor nasional aspek pertumbuhan. Disebut koridor pertumbuhan, jalan tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama produk-produk lokal.
Baca juga : Daerah Berpacu Memanfaatkan Jalan Tol Trans-Jawa
Salah satu lokasi di Trans-Kalimantan di Kabupaten Sanggau, tepatnya di Simpang Ampar, tahun 2010 pertumbuhannya belum terlihat. Namun, pada 2015 pertumbuhan sudah terlihat. Bangunan pertokoan dan usaha tumbuh.
Kemudian pada tahun 2010, di daerah sekitar Jembatan Tayan pusat kegiatan lokal sudah terlihat perkembangannya, tidak hanya jasa dan perdagangan, tetapi juga industri. Di daerah itu juga terdapat kawasan peruntukan industri dan yang berbasis sawit serta alumina.
Di Balai Berkuak, ibu kota Kecamatan Simpang Hulu, wilayah Kabupaten Ketapang, sekitar 80 km dari Simpang Ampar, kini terlihat perkembangan perkotaannya. Wilayah itu makin ramai dengan aktivitas ekonomi.
Demikian juga di Kecamatan Sandai, masih di Kabupaten Ketapang, yang secara historis berkembang berbasis sungai karena berada di tepi Sungai Pawan. Dulu, setidaknya yang tampak pada tahun 2009, orientasi pengembangan pasar di tepi sungai. Namun, pada tahun 2020 akses jalan makin baik, pertumbuhan mulai meluas ke tepi jalan Trans-Kalimantan.
Daerah lain yang dilintasi Trans-Kalimantan adalah Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, yang lebih dekat dengan Pontianak, dulu dikenal sebagai lumbung pangan. Kini di Ambawang ada pengembangan gudang dan permukiman juga ramai, termasuk pengembangan usaha properti. Di sisi lain ada geliat, tetapi di sisi lain perlu diantisipasi agar lumbung pangan tidak hilang.
Di salah satu lokasi Trans-Kalimantan, wilayah Kabupaten Sanggau, juga terdapat ekspansi perkebunan sawit tak jauh dari tepi jalan Trans-Kalimantan. Dulu mereka mengejar lokasi yang akses sungainya bagus. Ketika akses darat Trans-Kalimantan bagus, banyak yang mengejar di tepi jalan.