Buntut Pelecehan Verbal ke Penumpang, Sopir Batik Solo Trans Dipecat
Oknum sopir bus Batik Solo Trans terbukti melakukan pelecehan verbal terhadap salah seorang penumpang. Sopir tersebut sudah dipecat dari pekerjaan. Perekrutan sopir BST mesti diperbaiki.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Sopir bus Batik Solo Trans di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terbukti melakukan pelecehan verbal terhadap salah seorang penumpangnya. Akibat perbuatannya itu, sopir tersebut diberhentikan dari pekerjaannya. Adapun pihak manajemen berjanji memperbaiki perekrutan pekerja supaya kejadian serupa tak terulang.
”Hasilnya sudah keluar. Sopir (pelaku pelecehan verbal) sudah dipecat,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka saat ditanya soal kasus pelecehan verbal oleh sopir Batik Solo Trans (BST) di Markas Kepolisian Resor (Polres) Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021).
Sebelumnya, setelah kasus pelecehan verbal itu mencuat ke publik, pengelola BST, yaitu PT BST, sudah memberikan sanksi berupa skors tiga hari. Namun, Gibran menilai, sanksi yang diberikan kurang tegas. Menurut dia, perlu ada sanksi lebih berat mengingat aksi serupa telah dilakukan beberapa kali oleh oknum sopir yang sama.
Perlu ada sanksi lebih berat mengingat aksi serupa telah dilakukan beberapa kali oleh oknum sopir yang sama (Gibran Rakabuming Raka).
Gibran menganggap, perbuatan oknum sopir tersebut sudah mencoreng citra Batik Solo Trans. Ia menginginkan evaluasi menyeluruh atas layanan moda transportasi massal tersebut. Apalagi, pihaknya berencana menambah rute baru beberapa waktu ke depan.
”Kami akan evaluasi. Rekrutmen harus lebih selektif lagi. Pengemudi harus benar-benar melayani. Jangan seperti sekarang. Itu memalukan,” kata Gibran.
Dihubungi terpisah, pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menyampaikan, prosedur standar operasi (SOP) yang selama ini berlaku dalam layanan BST hendaknya diperketat lagi. Para sopir harus memosisikan SOP sebagai pedoman pemberian layanan.
Di sisi lain, Djoko mengungkapkan, pengelola harus memastikan tes-tes tertentu yang ditempuh calon sopir dalam perekrutan. Salah satunya berupa tes psikologis. Tujuannya agar sopir yang nantinya diterima benar-benar memiliki kondisi kejiwaan yang sehat.
”Yang lebih penting, harus ada pembinaan rutin. Minimal ada pertemuan seminggu sekali dengan para sopir. Pertemuan untuk mengingatkan soal SOP. Pembinaan rutin juga bisa dilakukan pemerintah daerah agar memastikan layanannya tetap baik,” kata Djoko.
Mencuatnya peristiwa pelecehan verbal berawal dari cuitan akun bernama @SoloMenfess dari media sosial Twitter, Senin (20/12/2021). Dalam cuitan tersebut, seorang penumpang perempuan mengaku dimintai nomor ponselnya oleh oknum sopir bus yang dinaikinya.
Sesampainya di rumah, penumpang dihubungi si sopir lewat pesan singkat. Si sopir meminta penumpang itu mengirimkan foto pribadi. Penumpang juga dipanggil ”sayang” oleh sopir. Merasa risih, penumpang tersebut langsung melontarkan penolakan lewat pesan singkat. Ia juga memblokir nomor ponsel si sopir.
Direktur PT BST Sri Sadad Mojo mengatakan, awalnya sempat kesulitan mencari identitas sopir. Pasalnya, informasi yang diterimanya terkait kejadian pelecehan verbal tersebut cukup terbatas. Ia tak ingin sembarangan menuduh sopir angkutan umum yang dikelolanya.
Identitas pelaku, lanjut Sadad, dikantonginya pada Selasa (21/12/2021) malam. Pihaknya langsung menginterogasi dan memberikan sanksi kepada sopir tersebut keesokan harinya. Sanksi yang diberikan berupa skors selama tiga hari disertai surat peringatan.
Becermin dari peristiwa tersebut, Sadad mengaku akan mengevaluasi kinerja layanan angkutan umum tersebut. Ia akan terus mengingatkan sopir supaya menaati SOP yang berlaku, seperti bertingkah laku sopan dan menjaga etika dalam melayani penumpang.
Insiden pelecehan verbal tersebut sangat disayangkan karena berlawanan dengan prinsip pelayanan moda transportasi umum BST yang mengutamakan kenyamanan penumpang. Aksi seorang oknum sopir dianggap memperburuk citra dan kinerja sopir lain yang sudah bekerja maksimal.
”Walau yang dilakukan (sopir) itu urusan pribadi, itu terjadi multipersepsi atas nama perusahaan kami. Itu yang kami sayangkan,” kata Sadad.