Anak Korban Pemerkosaan 14 Orang di Nagan Raya Butuh Dampingan Psikolog
Anak usia 15 tahun di Nagan Raya, korban pemerkosaan oleh 14 laki-laki, dalam kondisi trauma berat dan butuh pendampingan. Dua pelaku bahkan masih anak-anak berusia 17 tahun.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
SUKA MAKMUE, KOMPAS — Anak korban pemerkosaan yang dilakukan oleh 14 orang di Nagan Raya, Aceh, membutuhkan pendampingan psikologi. Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, Aceh, tidak memiliki tenaga psikolog untuk mendampingi anak korban pemerkosaan. Padahal, pemulihan trauma terhadap korban harus menjadi prioritas agar korban bisa kembali pulih.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong, Pengendalian Penduduk, dan Pemberdayaan Perempuan Nagan Raya Rahmatullah yang dihubungi pada Kamis (23/12/2021) menuturkan, pihaknya telah menyurati Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh dan Aceh Barat untuk meminta bantuan tenaga psikolog. Kehadiran psikolog sangat mendesak supaya korban mendapatkan pendampingan maksimal.
”Kami sedang mengupayakan diturunkan tenaga psikolog dari provinsi atau Aceh Barat karena di Nagan Raya tidak ada psikolog,” kata Rahmatullah.
Saat ini, korban yang masih berusia 15 tahun itu dalam kondisi trauma berat dan membutuhkan pertolongan.
Peristiwa itu berawasal saat korban keluar dari rumah pada Sabtu (11/12/2021) malam untuk membeli bakso bakar. Saat dalam perjalanan pulang, hujan deras. Korban berteduh di sebuah bangunan di tepi jalan. Tiba-tiba dua pria mengajak korban untuk minum di kafe di seberang jalan sambil menunggu hujan reda.
Tanpa curiga, korban mengikuti ajakan pria itu. Namun, tiba di kafe, korban diseret ke kamar. Pelaku mengunci pintu. Korban diperkosa di dalam kamar itu secara bergiliran oleh 14 laki-laki. Dua pelaku masih berusia 17 tahun. Pelaku lain berusia 18 tahun hingga 22 tahun. Derasnya suara hujan membuat teriakan dan tangisan korban tidak terdengar.
Korban disekap di kamar itu selama dua hari. Ibu korban mencari keberadaan anaknya hingga melaporkan kepada polisi terkait kehilangan anak. Pada Selasa (14/12/2021) korban dilepaskan oleh pelaku dan disuruh pulang. Melihat korban berdiri di tepi jalan dalam keadaan linglung, seorang warga memberitahukan ibu korban.
Korban menceritakan kepada ibunya bahwa dia telah diperkosa secara bergiliran. Hari itu juga, keluarga melaporkan kasus tersebut kepada polisi. Hingga Kamis (23/12/2021) sebanyak 13 pelaku telah ditahan oleh polisi, sementara satu pelaku sedang diburu.
Korban disekap di kamar itu selama dua hari.
Rahmatullah menuturkan, dua pelaku yang berusia anak pernah melakukan hal yang sama terhadap korban lain. Namun, saat itu kasus pemerkosaan berakhir damai. Ini menunjukkan pelaku berpotensi mengulangi perbuatan yang sama.
Korban juga berasal dari keluarga miskin. Ibu korban seorang orangtua tunggal karena telah bercerai dengan suaminya. Ibu korban bekerja serabutan untuk menghidupi tiga anaknya.
”Korban juga putus sekolah. Kami akan memfasilitasi lanjutan pendidikan korban,” kata Rahmatullah.
Kepala DP3A Aceh Nevi Ariani mengatakan, dirinya telah berkunjung ke rumah korban. Korban masih trauma berat sehingga pemulihan korban akan dilakukan.
Nevi mengatakan, kasus itu murni kriminal sehingga pelaku harus dihukum berat. Dia mengajak para pihak, terutama keluarga, untuk memperkuat pencegahan kekerasan dan perlindungan terhadap anak.
Dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Aceh, Endang Setyaningsih, menuturkan, pelaku kekerasan seksual dapat juga dilakukan oleh anak-anak. Hal itu dipicu oleh paparan materi pornografi yang sering ditonton. Paparan materi pornografi meracuni pikiran untuk mengikuti hal serupa pada orang-orang yang dianggap lemah.
”Keluarga seharusnya jadi benteng utama bagi anak. Kontrol keluarga yang lemah membuat anak dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk,” kata Endang.
Endang mengatakan, pemulihan psikologis sangat penting bagi korban dan pelaku. Sebab, jika tidak dipulihkan, pelaku berpotensi mengulangi perilaku menyimpang tersebut.