Keluarga Berharap Jenazah PMI yang Meninggal di Malaysia Segera Dipulangkan
Keluarga korban meninggal dalam kecelakaan kapal pengangkut PMI di perairan Johor, Malaysia, asal Lombok, NTB, telah menerima kabar duka tersebut. Mereka kini berharap jenazah anggota keluarganya segera dipulangkan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Dua korban meninggal dalam kecelakaan perahu pengangkut pekerja migran Indonesia di perairan Johor, Malaysia, terkonfirmasi berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Keluarga telah menerima informasi terkait hal itu dan berharap jenazah para korban bisa segera dipulangkan.
Berdasarkan data Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Johor Bahru, dari hasil identifikasi, dua korban meninggal dalam kecelakaan perahu pengangkut pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Johor, Malaysia, pada Rabu (15/12/2021) dini hari itu merupakan warga Lombok, NTB.
Mereka adalah Syech Mulasela asal Kampung Bineka, Desa Kopang Rembiga, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, dan Bangsal Udin Basar asal Dusun Balen Along, Desa Kawo, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
”Informasi meninggalnya kakak sudah kami terima, dari pihak KJRI dan Dinas Tenaga Kerja serta Transmigrasi Lombok Tengah. Kami juga sudah mengirimkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pemulangan jenazah,” kata Roy Anggara (29), adik kandung Bangsal, saat dihubungi dari Mataram, Rabu (22/12/2021).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gde Putu Aryadi mengatakan, semua dokumen untuk kelengkapan proses pemulangan jenazah dua PMI itu telah mereka kirim ke KJRI di Johor Bahru pada Senin (20/12/2021).
Dokumen itu, kata Gde, meliputi pernyataan keluarga bahwa jenazah tersebut anggota keluarga mereka, surat dari kepala desa terkait domisili atau kependudukan, dan surat pernyataan kurang mampu. Selain itu, ada surat permohonan keluarga ke KJRI untuk pemulangan jenazah.
”Biaya (pemulangan) diupayakan oleh KJRI. Itu mengapa diminta surat keterangan tidak mampu,” katanya.
Menurut dia, jika berkaca pada kasus sebelumnya, proses pemulangan jenazah PMI yang meninggal di luar negeri membutuhkan waktu sekitar dua minggu.
Roy mengatakan, setelah menyerahkan semua berkas untuk syarat pemulangan, keluarga diminta menunggu. Menurut dia, keluarga sangat mengharapkan jenazah kakaknya bisa segera sampai di Lombok.
”Kalau belum pulang, keluarga di sini (Lombok) tidak bisa ke mana-mana,” kata Roy.
Roy menuturkan, sampai saat ini, keluarga belum mengadakan acara khusus untuk mendiang kakaknya. Acara itu menurut rencana baru diadakan ketika jenazah sudah sampai di Lombok.
”Tetapi alhamdulillah, warga di sini juga tetap datang ke rumah sehingga kami berinisiatif mengadakan zikiran seadanya,” katanya.
Pencegahan
Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Mataram, PMI nonprosedural mendominasi PMI yang meninggal dalam dua tahun terakhir, yakni 2020-2021. Jumlahnya mencapai 132 orang dari total 169 PMI yang meninggal.
Dari PMI yang meninggal dalam dua tahun terakhir tersebut, sebagian besar berada di Malaysia. Mayoritas dari mereka berasal dari Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Kabupaten Bima. Mereka meninggal, antara lain, karena sakit, kecelakaan kerja, dan kecelakaan lalu lintas.
Berbeda dengan PMI prosedural, para PMI nonprosedural rentan mengalami perlakuan yang mengancam keselamatan mereka. Keluarga mereka juga kehilangan hak santunan atau asuransi kematian.
Oleh karena itu, pencegahan PMI nonprosedural kini menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi NTB, kabupaten/kota, dan pihak-pihak terkait lain, termasuk BP2MI.
Gde mengatakan, pemerintah kabupaten/kota telah bergerak, misalnya dengan menyurati desa untuk melakukan pencegahan pemberangkatan PMI nonprosedural. Mereka juga melakukan edukasi kepada masyarakat. Hal itu, menurut Gde, merupakan bagian dari program Zero PMI Nonprosedural yang tengah didorong di NTB.
Pada 2022, ada tiga fokus dalam pelaksanaan program yang telah dibahas dalam rapat koordiansi daerah beberapa waktu lalu. Ketiga fokus itu adalah menempatkan desa dan kegiatan posyandu keluarga sebagai pusat informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk mencegah pemberangkatan PMI secara nonprosedural.
Gde menyebutkan, hampir semua kasus yang menimpa PMI asal NTB di luar negeri berawal dari hulu, yaitu mereka yang berangkat secara ilegal. Oleh karena itu, pencegahan dari desa dan dusun menjadi salah satu fokus mereka.
Hal kedua, mendorong program kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan terkait informasi peluang kerja baik jangka menengah maupun jangka panjang.
Sementara yang ketiga, kata Gede, adalah menyelaraskan peraturan pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja, seperti peraturan daerah dan peraturan gubernur.