Mantan Pekerja Migran Indonesia di Lombok Produksi Kopi dan Makanan Ringan
Berwirausaha menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan mantan pekerja migran Indonesia yang telah kembali ke Tanah Air, seperti mantan PMI di Lombok, NTB, yang memproduksi kopi dan makanan ringan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Para pekerja migran Indonesia purna atau yang tidak lagi menjadi PMI memiliki potensi besar untuk berwirausaha secara mandiri, termasuk di Nusa Tenggara Barat yang menjadi salah satu kantong PMI. Hal itu yang juga dilakukan kelompok PMI purna di Dusun Kumbi, Desa Pakuan, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, yang saat ini memiliki usaha produksi kopi dan makanan ringan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi di Mataram, Senin (30/8/2021), mengatakan, PMI purna di Dusun Kumbi pernah bekerja di sejumlah negara, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan, Singapura, dan Arab Saudi.
Aryadi mengatakan, Kelompok PMI Purna Dusun Kumbi terdiri atas 20 laki-laki PMI purna. ”Mereka mengolah potensi alam yang dimiliki daerahnya. Apalagi, Kumbi memiliki lahan pertanian yang subur dengan komoditas seperti kopi, pisang, talas, durian, manggis, dan nangka,” kata Aryadi.
Sejak 2019 lalu, kata Aryadi, kelompok ini mengelola 20 hektar kebun kopi. Produksi kopi mereka disebut Kopi Kumbi, sesuai nama dusun yang berada sekitar 26 kilometer timur laut Mataram, ibu kota NTB, itu.
”Kelompok ini dengan produk kopinya juga menjadi salah satu usaha mikro, kecil, menengah yang akan menyuplai kebutuhan di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika,” kata Aryadi.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika merupakan salah satu destinasi superprioritas yang saat ini tengah dikembangkan pemerintah. KEK Mandalika berada di kawasan Kuta, Pujut, Lombok Tengah. Dalam waktu dekat, sejumlah ajang olahraga internasional akan digelar di sana, seperti balap World Superbike pada November 2021 dan MotoGP pada 2022.
Aryadi menambahkan, selain kelompok laki-laki, ada juga kelompok perempuan PMI purna yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Bile Maju. Anggotanya pernah menjadi pekerja migran di Malaysia, Brunei Darussalam, Arab Saudi, Singapura, Abu Dhabi, dan Taiwan. Kelompok ini membuat keripik singkong, talas, dan pisang.
Kelompok ini dengan produk kopinya juga menjadi salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah yang akan menyuplai kebutuhan di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.
Kepala Dusun Kumbi Saringgih dalam siaran resmi Disnakertrans NTB mengatakan, bekerja di luar negeri tidak seindah yang terlihat. Saringgih yang pernah bekerja di Brunei Darussalam mengatakan, lebih baik mengolah potensi alam di daerah sendiri dibandingkan bekerja di luar negeri.
Oleh karena itu, kata Saringgih, ia dan kelompoknya terus meningkatkan volume produksi serta memperbaiki kemasan agar bisa menembus pasar ekspor. Mereka juga menyatakan siap untuk menyuplai kebutuhan di KEK Mandalika.
Aryadi menambahkan, ajang internasional, seperti World Superbike dan MotoGP, memang bisa dimanfaatkan untuk mengenalkan produk asli NTB, termasuk kopi dan kuliner khas lain, kepada wisatawan dan untuk kebutuhan ekspor.
”Meski demikian, kopi membutuhkan sertifikat mutu agar bisa diekspor. Sementara produk-produk khas perlu dikemas dengan baik dan menarik konsumen,” katanya.
Cegah pengangguran
Merebaknya pandemi turut berdampak pada PMI asal NTB yang bekerja di luar negeri. Akibatnya, gelombang pemulangan hingga saat ini terus berlangsung. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia NTB, total PMI asal NTB yang telah dipulangkan sepanjang 2021 (hingga Agustus) sebanyak 17.520 orang.
Kepulangan PMI diharapkan tidak menambah jumlah penganggur di NTB. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB tahun ini menggelar pembinaan bagi mereka, terutama untuk PMI purna atau PMI yang kontraknya berakhir. Maka, tahun ini, instansinya berencana menggelar pelatihan kerja berbasis kompetensi. Program dengan pembiayaan dari APBN tersebut akan menyasar 1.000 orang.
Menurut Aryadi, PMI purna memiliki tiga modal utama untuk menjadi wirausaha mandiri yang sukses, yakni pengalaman, modal, dan jaringan. ”Pengalaman dengan pahit dan getirnya kehidupan di luar negeri pasti membuat mereka memiliki etos kerja tinggi,” katanya.
Di samping itu, para PMI purna juga punya pengalaman berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki berbagai latar belakang. Itu bisa mereka aplikasikan dalam membangun usaha dan mengembangkan pontesi di daerah.
”Kami berharap para PMI purna ini menjadi contoh dalam menghasilkan usaha-usaha produktif. Apalagi dengan potensi besar di bidang pertanian yang dimiliki NTB,” ujarnya.