Korban Tewas Kecelakaan Perahu Pekerja Migran di Johor Terus Bertambah
Jumlah korban tewas terus bertambah dalam kecelakaan perahu pekerja migran Indonesia di perairan Johor, Malaysia. Hingga 17 Desember, dilaporkan total korban tewas sebanyak 21 orang.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Jumlah korban tewas terus bertambah dalam kecelakaan perahu pekerja migran Indonesia di perairan Johor, Malaysia. Hingga Jumat (17/12/2021), dilaporkan total korban tewas sebanyak 21 orang atau bertambah dua korban dari sehari sebelumnya.
Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya Konsulat Jenderal RI (KJRI) Johor Bahru Andita Putri Purnama menjelaskan, pada hari ini, tim pencari gabungan Malaysia kembali menemukan satu jenazah pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Balau, Johor.
”Adapun satu korban tewas lainnya adalah PMI yang sebelumnya sempat menjalani perawatan intensif selama dua hari di Rumah Sakit Kota Tinggi, Johor. Dia laki-laki dengan inisial AP yang berasal dari Jakarta,” kata Andita lewat pesan tertulis saat dihubungi dari Batam.
Tenggelamnya perahu PMI di perairan Johor itu terjadi pada 15 Desember 2021 dini hari. Perahu fiber dengan mesin bertenaga 800 tenaga kuda itu diketahui mengangkut sekitar 50 PMI tanpa dokumen.
Para PMI itu diselundupkan dari salah satu pelabuhan tidak resmi di Tanjung Uban, Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Naas, ombak tinggi akibat cuaca buruk menggulung perahu itu di perairan Tanjung Balau.
Dengan penambahan dua korban tewas, total PMI yang tewas dalam kecelakaan itu 21 orang. Sebanyak 13 orang selamat dan 16 orang lainnya belum ditemukan.
Pada 16 Desember, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyatakan bakal segera mengeluarkan surat keputusan untuk membentuk tim khusus. Tim itu ditugaskan melakukan investigasi secara menyeluruh mengenai tenggelamnya perahu PMI di perairan Johor.
”Ini adalah tragedi kemanusiaan. Ini adalah kejahatan kemanusiaan. Negara tidak pernah menoleransi tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh siapa pun, atas nama apa pun, dan dibekingi oleh siapa pun,” kata Benny dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara daring.
Dalam catatan Kompas, Batam dan Bintan di Kepulauan Riau memang sering digunakan PMI ilegal untuk menyeberang ke Malaysia. Pada 20 September 2020, enam orang yang menyeberang dari Bintan tewas setelah perahu yang ditumpangi 15 orang karam di perairan Bandar Penawar, Malaysia.
Kecelakaan paling parah terjadi pada 2 November 2016. Ketika itu, kapal pengangkut 93 PMI ilegal dan lima anak balita dari Johor Bahru tenggelam di perairan Batam. Sebanyak 54 orang meninggal dan enam orang hilang.
Menanggapi hal itu, Benny mengatakan, BP2MI akan berupaya sekuat tenaga untuk menyeret semua pihak yang terlibat dalam memberangkatkan PMI secara ilegal tersebut. Ia berharap, tragedi tenggelamnya perahu PMI di Johor ini menjadi momentum untuk membuka tabir dalang sindikat perdagangan orang yang menggurita sejak lama di Kepri.
”Saya harus berani mengatakan tidak mungkin kejahatan perdagangan orang ini hanya dilakukan oleh para pemilik modal. Mereka tidak akan bisa menyeberangkan orang dari Indonesia ke Malaysia dengan mulus tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan,” ujar Benny.