Petani Penggarap di Lumajang Relakan Lahan untuk Penyintas Semeru
Ratusan petani penggarap hutan produksi cengkeh di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, merelakan lahan garapannya untuk dijadikan tempat relokasi penyintas bencana erupsi Semeru.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Ratusan petani penggarap di hutan produksi cengkeh Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, tidak keberatan lahan garapannya dijadikan tempat relokasi penyintas erupsi Gunung Semeru. Namun, mereka berharap mendapatkan lahan pengganti agar bisa tetap bekerja.
Luas calon lahan relokasi di Sumbermujur mencapai 81 hektar. Seluruhnya merupakan tanah negara yang dikelola Perhutani. Sebagian besar lahan itu ditanami cengkeh.
Masyarakat desa di sekitar hutan diperbolehkan menggarap lahan di bawah tegakan cengkeh dengan sistem sewa. Lahan garapannya berkisar seperempat hingga 1 hektar. Lahannya ditanami jagung, tebu, ketela, hingga kopi.
”Total ada 247 petani penggarap lahan hutan itu. Seluruhnya sudah mendapat sosialisasi rencana pembangunan tempat relokasi penyintas Semeru,” ujar Kepala Desa Sumbermujur Syafi’i, Sabtu (18/12/2021).
Menurut Syafi’i, petani penggarap bisa menerima kebijakan itu. Mereka merelakan lahan garapannya untuk hunian sementara. Petani paham pengungsi hidup tidak nyaman di pengungsian. Akibat erupsi, sedikitnya 10.571 warga terpaksa mengungsi.
Para petani penggarap diberi kesempatan mengambil tanamannya atau aset lain di lahan garapan. Petani, misalnya, diperbolehkan segera mengambil hasil panen atau batang kayu yang memiliki nilai ekonomi.
Pada Sabtu, sejumlah petani terlihat membersihkan lahan garapannya. Salah satunya Rejo (37), petani kopi. Dia memotong pohon kopi di lahan seluas seperempat hektar. Dibantu dua saudaranya, Rejo mengumpulkan batang dan ranting kopi.
Tanaman kopi itu sudah berbuah, tetapi mayoritas buahnya masih hijau. Rejo memperkirakan, butuh dua minggu lagi buah kopinya bisa dipanen. Setiap tahun, kopi memberi pendapatan bersih sekitar Rp 2 juta. Uang itu sangat berharga untuk menambah penghasilan keluarga selain bertani sawah.
”Terkait lahan garapan yang diminta pemerintah, saya tidak keberatan. Namun, harapannya kalau bisa ada lahan pengganti di kawasan hutan lainnya yang bisa digarap supaya bisa tetap dapat penghasilan,” kata Rejo.
Kini, penanganan bencana erupsi Semeru memasuki fase perpanjangan masa tanggap darurat. Sebelumnya, pada masa tanggap darurat, fokusnya adalah pencarian dan pertolongan terhadap korban serta penanganan pengungsi.
Memasuki masa perpanjangan ini, perhatian utamanya adalah peningkatan layanan kepada penyintas, perbaikan infrastruktur, serta percepatan relokasi. Pemerintah Kabupaten Lumajang sudah menetapkan lahan relokasi di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, dan Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Supiturang.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq mengatakan, alat berat mulai bekerja menyiapkan lahan pembangunan hunian sementara (huntara) di Desa Sumbermujur. Setelah penyiapan lahan selesai, pembangunan unit rumah huntara segera dimulai.
Huntara yang akan dibangun ini berukuran 6 meter x 4,8 meter dengan fasilitas kamar mandi pada setiap unit rumah. Anggaran untuk setiap unit huntara disiapkan sebesar Rp 9,8 juta. Target pengerjaan pembangunan setiap unitnya maksimal tiga hari. Pembangunan fasilitas kamar mandi komunal tidak dilakukan karena rawan memicu pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan.
Pemkab Lumajang, katanya, juga terus menyerap masukan dari berbagai pihak. Dia mencontohkan, diperlukan standardisasi huntara agar warga merasa nyaman dan aman. Selain itu, pemilihan bahan bangunan juga harus diperhatikan, terutama dari sisi ketahana terhadap potensi bencana.
”Terkait desain bangunannya, pemda masih mencari yang terbaik, bagus, dan bisa dikerjakan dengan cepat,” kata Thoriqul.