5 Polisi Penyiksa Herman hingga Tewas di Balikpapan Ajukan Banding
Lima dari enam terdakwa, yang sudah divonis 3 tahun penjara oleh hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan, mengajukan banding. Mereka sebelumnya dinyatakan bersalah menganiaya Herman, seorang warga, hingga tewas.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Proses hukum kasus meninggalnya Herman, tahanan Kepolisian Resor Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, yang dianiaya anggota polisi hingga meninggal terus berlanjut. Lima dari enam terdakwa, yang sudah divonis 3 tahun penjara oleh hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan, mengajukan banding.
Sebelumnya, pada Kamis (9/12/2021), majelis hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan membacakan vonis bagi enam terdakwa. Majelis hakim diketuai S Pujiono dengan anggota Arif Wisaksono dan Arum Kusuma Dewi.
Lima terdakwa divonis 3 tahun penjara. Salah satunya adalah Rondy Hermawan, menjabat sebagai Kepala Unit Kejahatan dan Kekerasan Polresta Balikpapan saat kejadian pada Desember 2020. Adapun empat terdakwa lain yang divonis 3 tahun adalah anggota polisi yang saat kejadian sedang bertugas malam, yakni Agung Siswoko, Asri, Rion Antonius Simanjuntak, dan Gusti Romansyah.
Seorang terdakwa lain, Kiki Armando Rico, divonis hakim 1 tahun penjara. Ia divonis paling rendah karena dalam fakta persidangan, Kiki tak turut serta melakukan penyiksaan. Ia hanya mengetahui adanya penyiksaan dan ikut menjemput Herman.
Pada Rabu (15/12/2021), lima terdakwa yang divonis 3 tahun penjara mengajukan permohonan banding ke panitera di PN Balikpapan. Adapun terdakwa Kiki yang divonis 1 tahun penjara menerima putusan majelis hakim.
”Yang lima (mengajukan) banding. Kiki menerima putusan 1 tahun (penjara). Berkas kami kirimkan ke Pengadilan Tinggi Samarinda. Beliau hakim tinggi yang menyidangkan,” kata Arif Wisaksono dari Humas PN Balikpapan, dihubungi pada Jumat (17/12/2021).
Dalam persidangan sebelum vonis, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Balikpapan menuntut lima terdakwa itu dengan 4 tahun penjara. Jaksa menyatakan mereka terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berat yang mengakibakan kematian sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Melihat proses hukum yang dilakukan oleh kuasa hukum terdakwa, jaksa penuntut umum juga akan mengajukan banding. ”Kami menunggu memori banding dari mereka, baru kami buat kontra,” ujar Asrina Marlina, salah seorang jaksa dalam kasus tersebut.
Dalam hal ini, memori banding adalah risalah yang mendukung permintaan banding dari para terdakwa agar pengadilan tingkat banding memeriksa kembali putusan tingkat pertama di PN Balikpapan. Adapun pihak jaksa selaku penuntut umum juga bisa membantah isi memori banding para terdakwa tersebut, yang disebut kontra memori banding.
Menunggu putusan akhir
Selama menjalani proses hukum ini, para terdakwa masih berstatus aparatur sipil negara sebagai anggota kepolisian. Mereka dinonaktifkan sejak menjalani proses pemeriksaan sampai persidangan.
Kepala Kepolisian Daerah Kaltim Inspektur Jenderal Herry Rudolf Nahak mengatakan, pihaknya masih menunggu proses hukum terdakwa selesai sampai adanya putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Setelah itu, pihaknya baru bisa menggelar sidang internal untuk menentukan sanksi dari kepolisian.
Dalam Pasal 50 Ayat (4) Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila dihukum penjara, setelah adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan. Dalam pasal yang sama, PNS juga bisa diberhentikan tidak dengan hormat apabila dihukum paling sedikit 2 tahun penjara.
”Itu sangat tergantung pada penilaian lanjutan Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Kaltim. Jadi, kami tunggu hasil itu. Mereka (kelima terdakwa), kan, masih banding. Kami menunggu sampai itu inkracht, baru kami menentukan sikap,” ujar Herry saat ditemui, Kamis (16/12/2021).
Kronologi
Pada 2 Desember 2020, Herman, warga Balikpapan Utara, dijemput paksa tiga orang tak dikenal dari rumahnya ke Polresta Balikpapan. Dua hari berselang, Herman dipulangkan tak bernyawa dengan kondisi tubuh penuh luka.
Dini, adik Herman, melaporkan kematian kakaknya itu ke Polda Kaltim pada 4 Februari 2021. Sebab, ia tak kunjung mendapat kejelasan penyebab kakaknya tewas. Setelah adanya laporan tersebut, Polda Kaltim mengumumkan enam anggota polisi yang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menganiaya dan menyebabkan kematian Herman. Tim itu dipimpin Rondy Hermawan.
Pascakejadian, keenam orang itu dimutasi ke Bagian Pelayanan Masyarakat Polda Kaltim. Polisi kemudian melakukan pemeriksaan saksi, termasuk keluarga korban. Pada 4 Maret 2021, Polda Kaltim dan tim forensik Polri menggali makam Herman dan melakukan otopsi.
Rekonstruksi perkara dilakukan pada 16 Maret 2021 di Polresta Balikpapan. Dari rekonstruksi tersebut, terdapat empat barang bukti yang digunakan untuk menyiksa Herman, yakni selang, ekor ikan pari, tongkat, dan stapler.
Dalam putusan hakim di PN Balikpapan, pada Kamis (9/12/2021), lima terdakwa dinyatakan bersalah karena terbukti menyiksa Herman dengan stapler, selang, tongkat, hingga ekor ikan pari secara bergantian. Namun, alasan penyiksaan itu dan dari mana saja alat itu didapat tak ada dalam fakta persidangan.
”Majelis hakim, kan, tidak bisa apakah itu sudah tersedia di situ atau tidak. Memang ekor ikan pari tersebut dijadikan barang bukti. Dan, akibat dari ekor pari itu bersesuaian dengan keterangan ahli yang menyatakan lukanya berbentuk seperti kena sabetan benda runcing, seperti yang terdapat pada ekor pari,” ujar Arif Wisaksono saat ditemui setelah sidang putusan.