Herman Dijemput Tak Berbaju, Dipulangkan Tak Bernyawa
Herman dipulangkan tak bernyawa dengan tubuh penuh luka yang belum mengering pada Desember 2020. Dua hari sebelumnya, lelaki 39 tahun itu dijemput paksa oleh tiga orang tak dikenal ke Polresta Balikpapan, Kaltim.
Herman dipulangkan tak bernyawa dengan tubuh penuh luka yang belum mengering pada Desember 2020. Dua hari sebelumnya, lelaki 39 tahun itu dijemput paksa oleh tiga orang tak dikenal ke Polresta Balikpapan, Kalimantan Timur.
Di kamarnya, Herman (39) tengah berbaring sambil menonton televisi saat tiga pria tak dikenal masuk ke rumahnya tanpa permisi. Dengan sedikit berteriak, salah satu di antara mereka bertanya keberadaan Herman kepada Ani (bukan nama sebenarnya), sepupu Herman.
Perempuan 23 tahun itu memanggil Herman. Beberapa detik berselang, tubuh kurus sepupunya itu terlihat dari balik tangga. Salah satu dari orang tak dikenal itu langsung memiting Herman, yang bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek hitam. Ani mengatakan, saat itu Herman hanya bergeming.
"Mana bajunya?" kata seorang yang lain, seperti diceritakan Ani, Minggu (31/1/2021), saat ditemui di Balikpapan.
Ani spontan bergegas ke kamar Herman. Ia ambil sekenanya kaus yang paling mungkin dijangkau. Dengan langkah tergesa dan tangan bergetar, ia kembali ke tempat semula, tetapi Herman dan orang-orang misterius itu tak ada.
Baca juga: Mencari Pemukul Alvin
Ani lari ke halaman rumah. Dari tempatnya berdiri, Ani melihat Herman dibawa masuk ke sebuah mobil yang langsung ditancap gas. Malam itu, sekitar pukul 21.00 Wita, Rabu (2/12/2020), kekalutan menguasai Ani. Ia langsung menelepon dua kerabatnya dan istri Herman yang sedang keluar rumah. Dia meminta mereka segera pulang.
Setelah semua berkumpul, mereka curiga Herman berurusan lagi dengan polisi, meski orang yang membawa Herman tak berseragam dan tak menunjukkan surat dari kepolisian. Sebab, pada 2019 pria berwajah tirus itu pernah terlibat pencurian telepon genggam. Akhirnya, keluarga mengutus dua adik Herman, yakni Dini (33) dan Sinta (bukan nama sebenarnya), untuk mengecek ke Polresta Balikpapan.
Di kantor polisi, Dini dan Sinta ditemui seorang pria. Lelaki itu membenarkan bahwa Herman ada di sana. Herman diduga mencuri telepon genggam dengan dua barang bukti. Namun, mereka tak diperkenankan bertemu Herman dengan alasan polisi sedang melakukan pengembangan kasus. Dini menitipkan beberapa lembar baju milik Herman kepada lelaki itu.
"Jangan dipukulin, ya, kakak saya," kata Dini, menirukan perkataan Sinta.
"Enggak, tenang aja. Kita enggak kayak gitu kok. Sama kita, (Herman) aman," sahut pria itu.
Herman meninggal
Kamis (3/12/2020), sekitar pukul 22.00 Wita. Telepon genggam Dini bergetar. Seseorang di ujung telepon bilang, Herman sudah tiada. Dini diminta untuk segera ke kantor polisi, menyusul istri Herman dan saudaranya yang sudah lebih dulu tiba.
Tangis Dini pecah. Dengan terisak, ia dan beberapa kerabat lain di rumah itu pergi menyusul ke Polresta Balikpapan. Saat Dini datang, suasana sudah kacau. Istri Herman menangis dan berteriak. Dengan napas tersengal-sengal, Dini yang baru tiba pun tak bisa menahan emosi.
Dini dan pihak keluarga ngotot ingin melihat jasad Herman. Salah satu anggota polisi yang menemui mereka bilang bahwa Herman dibawa ke rumah sakit. Saat keluarga ingin ke rumah sakit, anggota polisi yang lain mengatakan, tak ada dokter yang berjaga karena sudah lewat tengah malam.
Baca juga: Aparat Penembak Mati Buronan Judi di Solok Selatan Jadi Tersangka
"Setelah kami beri makan, Herman buang-buang air dan muntah-muntah. Dia bolak-balik ke kamar mandi. Dia meninggal setelah dibawa ke rumah sakit," kata Dini, menirukan seorang anggota polisi di sana.
Dini bercerita, ada seorang anggota polisi berkata, jenazah Herman akan diurus oleh polisi sampai pemakaman. Seorang yang lain menyodorkan foto tanah galian di telepon genggam kepada Dini. Lelaki itu bilang, itu merupakan tempat yang baru saja disiapkan untuk pemakaman Herman. Dini heran, kenapa anggota keluarga seperti dipersulit untuk bertemu jenazah yang memang tanggung jawab dan hak keluarga.
Tawaran itu ditolak Dini. Sebab, keinginan keluarga sudah bulat untuk melihat Herman, meski yang terakhir kali. Keluarga ingin menyalatkan dan mengebumikannya. Setelah perdebatan yang alot hingga Jumat (4/12/2020) dini hari itu, polisi sepakat memulangkan Herman pukul 08.00 Wita.
Keluarga pulang dan masih membatin: apa yang menyebabkan Herman tak bernyawa? Sebab, sebelum kejadian itu, Herman tak mengeluhkan sakit apapun dan beraktifitas seperti biasa di rumah.
Lebam dan luka
Jenazah Herman tak diantar tepat waktu. Yang mengantar baru tiba sekitar pukul 08.30 Wita. Lagi-lagi tangisan kerabat Herman pecah. Herman dililit kain kafan dan dibungkus plastik bening. Dua lubang hidungnya diselipkan kapas.
Dalam video yang diterima Kompas, keluarga membuka bungkusan plastik dan kain kafan. Saat lilitan kain kafan yang melingkar di kepala jenazah dibuka, darah menetes dari telinga kiri Herman dan terlihat sudah nyaris putus. Teriakan dan tangisan orang-orang di atas tikar itu semakin kencang.
"Ini diapain? Ini diapain?" kata seseorang di video tersebut.
Dini bercerita, balutan kafan yang menutupi dada jenazah itu disingkap. Kedua tangan Herman bersedekap. Namun, antara pergelangan tangan kiri dan telapak tangannya sudah tak saling menopang: lengannya mengarah ke kanan, sedangkan telapak tangan dan jemari menghadap bawah. Tulang rusuk Herman juga terlihat naik.
Di video yang lain, terlihat luka dan lebam tersebar dari paha hingga jemari kaki Herman. Keluarga menyelisik tubuh bagian belakang dan mendapati kulit Herman yang menghitam. Banyak luka gores yang menganga di sana.
Dini mengatakan, ia tak kuasa melihat kondisi jasad kakaknya. Ia mengambil motor dan menancap gas ke Polda Kaltim. Di sana, ia berteriak dan marah-marah kepada siapa saja yang ia temui. Ia menuju ruangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) di Polda Kaltim.
"Ayo bapak ke rumah! Lihat kondisi Herman, biar tahu seperti apa! Kenapa bisa sampai begitu?" kata Dini sambil menangis kepada anggota polisi di sana. Dini berkisah, saat itu tak ada seorang pun yang bersedia ke rumah Herman.
Di saat bersamaan, telepon genggam Dini tak henti berdering. Di tengah kekalutan itu, Dini akhirnya mengangkat telepon. Keluarga di rumah memintanya kembali karena jenazah Herman sudah dimandikan dan siap dishalatkan kemudian dimakamkan. Dini putar balik.
Di perjalanan pulang, Dini membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang dialami kakaknya itu. Tak mungkin buang air dan muntah-muntah bisa berakibat luka di sekujur tubuh, batinnya.
"Kakak saya itu kecil. Enggak mungkin dia dipukulin begitu enggak minta ampun," katanya. "Pasti dia bilang ‘ampuuun...ampuuun...’ Kakakku meninggal itu diapain?" Dini tak sanggup melanjutkan cerita. Ia berusaha mengatur napas. Sesenggukan.
Di rumah, keluarga hanya berpikir bagaimana jasad Herman bisa dikebumikan dengan baik. Tak ada koordinasi lebih, seperti bagaimana proses pengaduannya, perlukah jenazah divisum, atau mengumpulkan bukti-bukti lain untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas wafatnya Herman.
Melapor
Herman tinggal dan tumbuh bersama Dini dan dua adik lainnya. Mereka satu ibu berbeda ayah. Ayah Herman tinggal di Sulawesi Barat. Sejauh ingatan Dini, Herman terakhir kali bertemu ayahnya sekitar tiga tahun lalu. Karena lahir dari satu rahim dan tinggal bersama, keempatnya berhubungan erat.
Dini sempat menghubungi ayah Herman dan mengabarkan bahwa Herman sudah tiada. Ayah Herman mempercayakan semua urusan kepada keluarga di Balikpapan. Sepeninggalan Herman, keluarga rutin mengadakan tahlilan untuk mendoakan lelaki yang belum dikaruniai keturunan itu.
Dini berujar, hingga kegiatan doa bersama 40 hari meninggalnya Herman, setidaknya ada tiga kali anggota polisi berkunjung ke rumah mereka di Kecamatan Balikpapan Utara. Kedatangan pertama dan kedua, seorang anggota memberikan uang di dalam amplop, masing-masing Rp 2,5 juta. Terakhir, beberapa anggota polisi membawa amplop cokelat berisi Rp 30 juta.
Berbeda dengan dua kesempatan sebelumnya, di kesempatan terakhir itu, beberapa orang anggota polisi memotret serah terima amplop cokelat tersebut. Keluarga menerima pemberian itu karena dikatakan sebagai sumbangan, bukan maksud lainnya.
"Ini sumbangan dari kawan-kawan. Proses akan tetap dilanjut. Mereka (pelaku yang membuat Herman tewas) akan diproses pidana," kata Dini, menirukan ucapan salah satu dari mereka.
Dini tak membuat laporan karena percaya dengan proses yang dijalankan oleh kepolisian. Namun, sampai hari ini, Dini dan keluarga tak pernah diberi tahu bagaimana proses itu berjalan dan siapa pelaku pembunuh Herman. Akhirnya, ia melaporkan secara resmi kasus tersebut pada Kamis, (4/2/2021) ke Polda Kaltim.
Kuasa Hukum Dini dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, berharap, kepolisian memproses kasus ini secara terbuka. Tentu saja, katanya, kasus ini jangan sampai berulang, apalagi kepada orang-orang yang tak mengerti hukum ketika berurusan dengan polisi.
LBH Samarinda mengecam pembunuhan di luar putusan pengadilan atau extrajudicial killing. "Karena bagaimanapun, oknum polisi tidak berhak membunuh tahanan di dalam sel. Malah, seharusnya seorang tahanan itu dijaga agar dia siap menjalani proses pemeriksaan dan persidangan. Kita berharap institusi Polri itu bersih," katanya.
Ditemui terpisah, Kepala Polresta Balikpapan, Komisaris Besar Turmudi, semula meminta Kompas untuk mengkonfirmasi hal itu ke Kasat Reskrim Polresta Balikpapan. Namun, akhirnya ia membenarkan bahwa ada tahanan di kantornya yang meninggal. Ia menuturkan, proses penyelidikan sedang dilakukan terhadap empat anggota Polresta Balikpapan di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kaltim. Ia bilang, pihak keluarga korban sudah damai dan menerima kematian itu (video lengkap wawancara bisa dilihat di bawah).
“Jadi gini, anggota itu ketika diproses bukan berarti melakukan pemukulan dan lain sebagainya. Ada prosedur yang dia tidak taati dan lain sebagainya. Kalau itu terbukti, pasti saya akan proses,” kata Turmudi ketika ditemui di Kantor Pemkot Balikpapan, Jumat (5/2/2021) siang.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Kaltim, Komisaris Besar Ade Yaya Suryana, mengatakan, sudah ada enam orang anggota Polresta Balikpapan yang diperiksa sebagai saksi. Itu terkait dengan meninggalnya tersangka atas nama Herman.
“Keterlibatannya masih menunggu proses investigasi yang dilakukan oleh Provos. Yang jelas, (mereka yang diperiksa) anggota Polresta Balikpapan yang bertugas saat itu,” ujar Ade, ketika dihubungi.
Keterlibatannya masih menunggu proses investigasi yang dilakukan oleh Provos. Yang jelas, (mereka yang diperiksa) anggota Polresta Balikpapan yang bertugas saat itu (Kombes Ade Yaya Suryana)
Ketika ditanya, apakah kasus itu akan masuk ke peradilan umum atau bukan, Ade menjawab, hal itu belum bisa dipastikan karena saat ini para saksi sedang menjalani proses pemeriksaan etik di Provos. Adapun terkait motif dan kronologi kejadian itu, masih didalami oleh penyidik.
Terjadi lagi
Kasus penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota polisi di Balikpapan juga pernah terjadi pada Oktober 2020. Seorang siswa SMK dibawa ke Polresta Balikpapan dan mendapat bogem mentah hingga kepala bagian kanannya bocor dan mendapat tiga jahitan.
Dalam konteks yang lebih luas, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pernah mengajukan permohonan informasi kepada Markas Besar Polri terkait kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Dari sana, diketahui ada 38 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri selama Agustus 2019 sampai Februari 2020. Sebanyak 23 di antaranya diproses sebagai pelanggaran disiplin dan 15 kasus lainnya merupakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
“Memproses aparat polisi yang melakukan penyiksaan dengan hanya melalui mekanisme etik merupakan bentuk penghinaan terhadap hak asasi manusia. Sebab, tindakan penyiksaan itu merupakan tindakan kriminal atau kejahatan. Itu seharusnya diproses melalui peradilan umum,” ujar Muhammad Andi Rezaldy dari Kontras, ketika dihubungi.
Baca juga: Jadi Korban Pemukulan dan Dijerat UU ITE, Kompolnas RI Awasi Penanganan Kasus Alvin
Andi melanjutkan, catatan kasus itu juga menunjukkan belum terwujudnya internalisasi prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dalam kerja-kerja pemolisian yang berkelanjutan. Sesungguhnya, Polri sudah memiliki Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang implementasi HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri.
Dengan adanya kasus yang menimpa Herman, daftar kasus itu bertambah. Bahkan, Herman belum sempat menjalani persidangan untuk mengetahui sejauh mana kesalahannya.
Beberapa pertanyaan di benak Dini dan keluarga juga belum terjawab. Misalnya, siapa yang membawa Herman tanpa menunjukkan surat penangkapan di malam itu?; Siapa yang bertanggung jawab?; Jika Herman terbukti terlibat pencurian "kelas teri" itu, kenapa perlakuannya sampai sedemikian?
Sampai jasad Herman terbenam sepi, itu masih jadi misteri.