Setelah Gempa NTT, Gelombang Tinggi Membuat Warga Buton Selatan Panik
Gelombang tinggi yang datang tiba-tiba di Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, menyebabkan warga panik. Hal itu terjadi setelah gempa bermagnitudo 7,4 mengguncang Laut Flores, NTT.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Gempa bermagnitudo 7,4 yang mengguncang Laut Flores, Nusa Tenggara Timur, menimbulkan dampak gelombang di beberapa daerah. Beberapa saat setelah gempa tersebut, gelombang tinggi dirasakan di pesisir Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Warga di beberapa desa panik dan segera menyelamatkan diri ke tempat yang tinggi.
La Bitu (31), warga Desa Gerak Makmur, Kecamatan Sampolawa, menceritakan, pada Selasa (14/12/2021) sekitar pukul 11.30 Wita, air laut di pesisir pantai tiba-tiba naik. Kondisi ini berbeda dengan saat pasang normal karena air laut pasang-surut. ”Air tiba-tiba pasang tinggi, naik sekitar setengah meter. Setelah naik, lalu surut dua depa, lalu naik kembali,” katanya, saat dihubungi dari Kendari, Selasa sore.
Hal ini membuat sejumlah perahu yang ditambatkan di pesisir pantai terempas hingga terbalik. Sedikitnya lima perahu warga terbalik akibat kenaikan air laut tersebut. Warga yang melihat hal tersebut segera berlarian mencari sanak saudara dan menuju tempat yang lebih tinggi.
Beberapa waktu sebelumnya, ujar Bitu, warga merasakan getaran saat gempa di NTT terjadi. Akan tetapi, guncangan yang dirasakan tidak keras dan hanya beberapa detik saja. Warga pun melanjutkan aktivitas seperti biasa.
Selain itu, warga juga tidak tahu akan adanya peringatan potensi tsunami yang berpeluang terjadi hingga ke Sultra. ”Setelah air naik, warga segera berlarian. Mereka punya pengalaman saat gempa di Larantuka tahun 1992,” katanya.
Sejumlah desa lain di Kecamatan Sampolawa juga mengalami kenaikan air laut. Erwin, warga Desa Bahari Tiga, menuturkan, air laut sempat melimpas ke daratan hingga sejauh 3 meter. Setelah itu, air surut, lalu kembali tinggi. Kondisi itu berlangsung selama beberapa menit dan membuat warga panik.
Sebagian besar warga lalu berlarian dan mencari tempat yang tinggi. Ratusan warga mencari tempat pengungsian saat kondisi ini terjadi. Mereka berasal dari tiga desa yang berdekatan dan berada di pesisir pantai.
Buton Selatan adalah daerah paling selatan Sultr yang berjarak sekitar 336 kilometer dari Larantuka, NTT. Kedua wilayah ini hanya dipisahkan Laut Flores.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Kendari Rudin menyampaikan, pihaknya telah menerima laporan warga terkait naiknya air laut di Buton Selatan, khususnya di daerah Sampolawa. Akan tetapi, pihaknya belum bisa memastikan hal tersebut karena dampak tsunami NTT atau hanya air pasang biasa.
”Kalau dari ciri-ciri, seperti air surut dan naik, lalu energinya yang besar, itu sudah ciri-ciri tsunami. Tapi, kami belum bisa memastikan karena tidak melihat utuh kejadiannya,” katanya.
Sampai sejauh ini, belum ada laporan kerusakan atau korban dari dampak gempa.
Laporan adanya tsunami yang dilansir BMKG hanya terjadi di beberapa daerah di NTT dengan ketinggian sekitar 7 sentimeter. Belum ada laporan hal ini terjadi di tempat lain, termasuk di Sultra.
Salah satu yang membuat pihaknya tidak bisa mengukur ketinggian air laut adalah belum adanya alat sistem peringatan dini seperti buoy yang terpasang di Sultra. Alat pengukur tinggi gelombang atau mareograf (tide gauge) hanya ada satu, yaitu terpasang di Kendari.
Meski demikian, berdasarkan laporan sementara, ada tujuh daerah di Sultra yang merasakan dampak gempa. Daerah tersebut adalah Wakatobi, Baubau, Buton, Buton Tengah, Buton Selatan, Bombana, hingga Konawe Selatan.
”Getaran yang terasa di Sultra itu di kisaran II MMI, dengan kisaran lima detik. Guncangannya terasa halus, atau seperti ada truk yang lewat. Sampai sejauh ini, belum ada laporan kerusakan atau korban dari dampak gempa,” ucapnya.
Semua informasi terkait potensi dan dampak gempa, Rudin menambahkan, telah disebarluaskan ke semua daerah. Diharapkan masyarakat tidak memercayai berita bohong yang beredar melalui media sosial.