Hati yang Remuk Bersama Puing Bangunan SMAN 1 Oksibil
Semangat anak-anak Papua di Kabupaten Pegunungan Bintang untuk bersekolah sangat tinggi. Namun, semangat itu dihambat oleh teror kelompok kriminal bersenjata yang membakar sekolah mereka.
Pembakaran Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, oleh kelompok kriminal bersenjata menghancurkan hati 235 siswa. Mereka tak bisa menuntaskan pembelajaran untuk semester ganjil tahun ini karena sejumlah ruangan kelas dan tempat penyimpanan dokumen siswa hangus terbakar.
Maklon Alimdam terkejut saat mendapat informasi dari warga di sekitar rumahnya pada Minggu (5/12/2021) pukul 08.00 WIT. Kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Lamek Taplo membakar SMAN 1 Oksibil sekitar pukul 04.00 WIT.
Maklon pun segera meninggalkan rumah untuk melihat kondisi sekolahnya di Distrik (kecamatan) Serambakon yang berjarak sekitar 5 kilometer. Ia berjalan kaki sekitar satu jam menyusuri jalan umum menuju sekolah.
Saat tiba di sekolah, Maklon tertegun melihat puing-puing bangunan sejumlah ruas kelas dan ruang guru yang hangus terbakar. Maklon pun meneteskan air mata karena tak menyangka tempat dirinya menimba ilmu dua tahun terakhir itu hangus terbakar.
”Hati saya sangat sedih saat melihat sekolah kami dibakar. Tempat ini satu-satunya harapan kami untuk meraih cita-cita di masa depan,” tutur Maklon yang juga Ketua OSIS SMAN 1 Oksibil.
Sebanyak tiga ruang kelas dan satu ruang guru yang menyimpan sekitar 100 rapor siswa ludes tak bersisa. Sekolah itu memiliki 10 ruang kelas dan satu ruangan tempat 15 guru dan kepala sekolah berkantor. Seluruh bangunan itu terbuat dari kayu.
Baca juga : SMA Negeri 1 Oksibil Dibakar KKB, 235 Anak Tidak Sekolah
Pada waktu bersamaan, anggota kelompok Lamek Taplo juga berencana membakar bangunan SMK Negeri 1 Oksibil, tetapi berhasil digagalkan aparat keamanan. Aparat menemukan dua jeriken dan tiga botol air mineral berisi bahan bakar minyak jenis pertalite.
Seusai kejadian ini, pihak sekolah pun meliburkan kegiatan belajar hingga akhir Januari 2022. Para guru dan siswa merasa sangat ketakutan dengan aksi ini. Bahkan, ada guru yang tak sanggup kembali ke sekolah karena trauma berat. Kejadian pembunuhan Gabriella Meilani, seorang perawat di puskesmas Distrik Kiwirok pada 13 September 2021, juga masih membekas dalam pikiran para guru.
Akibatnya, kegiatan pembelajaran berhenti total. Tidak ada salam perpisahan antara guru dan para siswa sebelum libur Natal dan Tahun Baru. Sebanyak 235 siswa SMAN 1 Oksibil pun menghabiskan waktu yang tersisa untuk semester ganji tahun 2021 di rumah saja.
Padahal, anak-anak ini, seperti Maklon, berasal dari daerah pedalaman yang tidak memiliki fasilitas pendidikan lengkap. Perjuangan Maklon untuk mengejar ilmu di bangku SMA tidaklah mudah. Ia berasal dari salah satu kampung di pedalaman Distrik Suntamon yang jaraknya 30 kilometer dari Serambakon. Tidak ada SMA di sana sehingga ia harus meninggalkan kampung halaman demi bersekolah di SMAN 1 Oksibil.
Maklon pun tinggal bersama sembilan temannya yang juga berasal dari Distrik Suntamon. Mereka menetap di sebuah rumah sederhana milik kerabatnya. ”Saya dan delapan teman lainnya harus meninggalkan rumah demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Rencananya tahun depan saya ingin melanjutkan kuliah di Universitas Cenderawasih Jayapura,” ungkap Maklon.
Saya berharap konflik yang terjadi di sini jangan melibatkan kami dan para guru yang menjadi korban.
Maklon berharap tak ada lagi kejadian pembakaran bangunan sekolah di Pegunungan Bintang. Ia menilai aksi ini tidak hanya merusak fasilitas publik, tetapi juga masa depan anak-anak yang ingin menggapai cita-cita.
”Saya berharap konflik yang terjadi di sini jangan melibatkan kami dan para guru yang menjadi korban. Orangtua kami juga sangat sedih melihat anak-anaknya tidak bisa bersekolah karena konflik keamanan,” ujar Maklon.
Kepala SMAN 1 Oksibil Kasiyono mengaku, sekolahnya termasuk yang difavoritkan anak-anak dari pedalaman Pegunungan Bintang. Mereka berasal dari sejumlah distrik yang jauh dari ibu kota Pegunungan Bintang, antara lain Suntamon, Okikha, Kiwirok, dan Okibab.
”Semangat juang anak-anak ini untuk belajar sangat tinggi. Rata-rata mereka tinggal di rumah kerabatnya yang berjarak 5 hingga 8 kilometer. Karena belum ada bus sekolah, anak-anak ini harus berjalan kaki saat pergi dan pulang dari sekolah,” tutur Kasiyono.
Ia pun mengungkapkan ketakutan dan tidak sanggup untuk melihat puing-puing bangunan yang terbakar. Hanya enam dari 18 guru yang masih tetap ke sekolah untuk menyelamatkan dokumen penting.
Baca juga : KKB Diduga Kembali Hendak Membakar Dua Sekolah di Pegunungan Bintang
Pihak sekolah memutuskan untuk meliburkan para pelajar hingga akhir Januari tahun depan. Kasiyono berharap situasi keamanan di wilayah tersebut kembali kondusif seperti semula.
”Kami berharap aparat keamanan bisa memastikan situasi ini tidak terulang lagi. Bangunan sekolah yang terbakar harus diperbaiki agar para pelajar dapat kembali ke sekolah,” ujar Kasiyono.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua Protasius Lobya mengecam aksi pembakaran sejumlah ruangan di SMAN 1 Oksibil. Kondisi ini menyebabkan para guru dan siswa ketakutan.
Ia mengatakan, aksi para pelaku telah menghambat upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Pegunungan Bintang. Masa depan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik pun terancam.
Diketahui, Pegunungan Bintang termasuk 17 kabupaten di Papua dengan status Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) pada tahun 2020 rendah karena angkanya di bawah 60. Angka IPM Pegunungan Bintang hanya 45,44.
Aksi ini diperintahkan oleh Lamek Taplo dan wakilnya, Enos Alolmabin.
Sepanjang tahun ini, total sudah empat sekolah yang dibakar kelompok Lamek Taplo di Pegunungan Bintang, termasuk SMAN 1 Oksibil. Selain sekolah, mereka juga menyasar kantor distrik, puskesmas, pasar, rumah tenaga kesehatan, rumah guru, dan kantor Bank Papua.
Sebby Sambom, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka yang diklaim sebagai KKB, mengaku, pihaknya bertanggung jawab atas segala aksi teror sepanjang tahun ini.
Ia menyebut aksi itu sebagai peringatan agar warga non-asli Papua di Pegunungan Bintang segera meninggalkan daerah tersebut. Pihaknya pun meminta digelar dialog yang melibatkan pihak netral untuk menentukan masa depan Papua.
Sebby menegaskan, pihaknya akan terus menyerang fasilitas publik, warga non-Papua, dan aparat keamanan di Pegunungan Bintang. ”Aksi ini diperintahkan oleh Lamek Taplo dan wakilnya, Enos Alolmabin. Kami memperingatkan semua warga pendatang agar segera meninggalkan Pegunungan Bintang,” ujarnya
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey berpendapat, KKB terus menyerang pekerja di sektor esensial, seperti guru, tenaga kesehatan, dan pekerja infrastruktur, dalam setahun terakhir. Padahal, peran orang-orang itu penting untuk masyarakat Papua.
Baca juga : Sektor Pelayanan Publik di Papua Terus Diincar KKB
”Seharusnya pekerja di sektor esensial tidak menjadi target KKB. Mereka wajib dilindungi karena kontribusinya sangat dibutuhkan masyarakat,” kata Frits.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua Sabar Iwanggin mengatakan, aksi para pelaku bukanlah tindakan politik, melainkan aksi kriminalitas. Perbuatan mereka telah merugikan anak-anak yang menjadi masa depan Pegunungan Bintang.
Ia pun meminta aparat keamanan segera mengambil upaya penegakan hukum yang tegas dan terukur. Sebab, kelompok ini sudah berulang kali membakar fasilitas publik, seperti puskesmas, di Distrik Kiwirok.
Kepala Polres Pegunungan Bintang Ajun Komisaris Besar Cahyo Sukarnito mengatakan, kelompok Lamek Taplo sengaja membakar fasilitas sekolah untuk memprovokasi aparat keamanan. Mereka akan menyerang aparat keamanan saat tiba di lokasi sekolah yang dibakar.
”Saat ini, kami bersama TNI terus memperkuat pengamanan di Distrik Oksibil dan sekitarnya. Warga juga diimbau tidak beraktivitas di luar Oksibil mulai pukul 21.00 WIT,” kata Cahyo.
Baca juga : Pengabdian Kemanusiaan di Pedalaman Papua yang Terusik Teror KKB