Wapres Ma’ruf Amin: Gaungkan Kembali Kejayaan Rempah Nusantara
Wapres Ma’ruf Amin meminta Indonesia keluar dari jebakan pengekspor bahan mentah rempah. Kekayaan rempah Nusantara dinikmati negara lain yang mendapat nilai tambah dari pengolahan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
PARAPAT, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Indonesia segera keluar dari jebakan pengekspor bahan mentah rempah. Kini, kekayaan rempah Nusantara yang sudah mendunia itu masih dinikmati negara lain yang mendapat nilai tambah dari pengolahannya.
”Dari Kawasan Danau Toba ini, saya ingin kita bersama-sama menggaungkan kembali kejayaan rempah Indonesia. Jangan lagi hanya mengekspor bahan mentah rempah,” kata Ma’ruf dalam pencanangan Hari Rempah Nasional yang ditetapkan pada 11 Desember, di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumut, Jumat (10/12/2021).
Dalam acara tersebut, Wapres melepas 25 komoditas perkebunan dan rempah senilai Rp 207,93 miliar dari Sumut. Beberapa di antaranya adalah kulit kayu manis, cengkih, kemenyan, kemiri, dan tembakau kering. Salah satu komoditas dengan nilai dan volume yang tinggi adalah kulit kayu manis sebanyak 9 ton dengan nilai Rp 1,6 miliar.
Ma’ruf mengatakan, sudah lima abad Nusantara dikenal sebagai penghasil rempah terbaik di dunia. Pertama kali, rempah cengkih secara besar-besaran dikirim dari Kesultanan Tidore, yang sekarang Maluku Utara, ke Spanyol pada 11 Desember 1521. ”Itu menjadi momentum mengabarkan ke dunia bahwa sumber rempah memang ada di Timur, ada di Nusantara,” kata Wapres.
Penetapan Hari Rempah Nasional pun berdasarkan momentum ekspor pertama rempah Nusantara dari Maluku Utara itu. ”Namun, selama lima abad kita hanya mengekspor bahan mentah bagi banyak negara. Kondisi ini memberikan peluang kepada negara lain untuk melakukan pengolahan bahan baku yang hasil akhirnya kembali diimpor Indonesia,” kata Ma’ruf.
Ke depan, Ma’ruf mendorong Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk merevitalisasi industri pengolahan rempah, membangun dan melengkapi sarana dan prasarana penunjuang proses produksi, distribusi, dan logistik. Sistem perdagangan internasional juga harus didorong agar adil, terbuka, dan bebas dari hambatan. Tujuan akhir dari peningkatan nilai tambah itu adalah meningkatkan kesejahteraan petani.
Dengan hilirisasi, teh andaliman bisa dijual Rp 58.000 per kemasan 50 gram atau sekitar Rp 1.160.000 per kilogram. Bila dijual mentah, andaliman hanya laku Rp 35.000-Rp 70.000 per kg.
Acara ini juga serangkaian dengan Hari Perkebunan Nasional dan Indonesian Spices Business Forum and Expo World 2021. Hadir dalam kesempatan itu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, dan Ketua Dewan Rempah Indonesia Gamal Nasir.
Syahrul mengatakan, hilirisasi akan meningkatkan nilai ekspor rempah Nusantara yang pada 2020 sudah mencapai Rp 10 triliun. Dengan hilirisasi, nilai ekspor akan meningkat berkali-kali lipat.
”Lada, misalnya, harus diolah menjadi bumbu siap konsumsi sampai di meja makan, jangan hanya diekspor dalam bentuk mentah seperti sekarang,” kata Syahrul.
Syahrul pun mengapresiasi beberapa pengusaha yang sudah mencoba mengolah andaliman, rempah endemik dari Sumut, menjadi produk hilir teh. Dengan hilirisasi, teh andaliman bisa dijual Rp 58.000 per kemasan 50 gram atau sekitar Rp 1.160.000 per kilogram. Bila dijual mentah, andaliman hanya laku Rp 35.000-Rp 70.000 per kg.
Menurut Edy, Sumut merupakan salah satu daerah yang menghasilkan komoditas rempah endemik yang hanya tumbuh di Sumut seperti andaliman, kemenyan yang hanya tumbuh di dataran tinggi Toba, dan pohon kapur barus di pantai barat Sumut. Selain itu, banyak rempah lain yang dihasilkan dari Sumut, seperti kemiri, cengkih, kunyit, dan jahe.
Edy mengatakan, dalam industri rempah di Sumut ini terlibat banyak petani dengan skala bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah. Karena itu, Pemprov Sumut mendorong peningkatan usaha dengan menyalurkan bibit unggul dan membantu permodalan. ”Kami juga akan mendorong agar dilakukan hilirisasi produk rempah di Sumut,” kata Edy.
Supervisor logistik PT Jasum Jaya, Harry Barthan, mengatakan, pihaknya sudah 10 tahun menjalankan usaha pengolahan kulit kayu manis untuk diekspor ke Eropa. Sebagian besar diekspor dalam bentuk batang kulit kayu manis. Mereka pun sudah mulai mengekspor dalam bentuk bubuk dan mengekspor 100-200 ton kulit kayu manis per bulan. Industri itu berhasiul menyerap lebih dari 150 pekerja untuk pengolahannya.