Seorang Guru Agama SD di Cilacap Cabuli 15 Siswinya
Guru agama yang juga PNS di Cilacap melakukan percabulan kepada 15 siswinya. Pelaku sudah diringkus Polres Cilacap. Setidaknya 4 psikolog disiapkan untuk mendampingi korban.
Oleh
Megandika Wicaksono
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Aparat Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cilacap menangkap MAYH (51), guru SD di Desa Rawaapu, Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap, karena mencabuli 15 siswinya di sekolah. Guru yang juga aparatur sipil negara ini mengimingi korban mendapatkan nilai bagus untuk mata pelajarannya. Sedikitnya empat psikolog disiapkan untuk mendampingi para korban.
”Tidak (ada persetubuhan). Korban diimingi nilai bagus khusus untuk pelajaran agama. Itu dilakukan di ruang kelas. Ada yang di hadapan anak-anak lain dan ada yang dilakukan saat seorang diri,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cilacap Ajun Komisaris Rifeld Constatien Baba, saat dihubungi dari Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (10/12/2021).
Rifeld menyampaikan, korban yang semuanya perempuan duduk di bangku kelas IV SD. Pelaku yang sudah bekerja di SD itu selama 14 tahun mencabuli korbannya di saat jam istirahat. ”Setiap jam istirahat, tersangka tetap di dalam kelas sehingga dia dapat mencabuli korban dengan mudah dengan cara memeluk para korban, meraba korban dengan maksud untuk dapat menyalurkan hasrat birahi tersangka,” tuturnya.
Barang bukti yang disita dari kasus ini, antara lain, satu potong baju batik warna merah seragam guru, satu potong celana kain warna hitam seragam guru, 5 potong rok merah seragam sekolah, 2 potong baju warna putih seragam sekolah, dan 3 potong baju batik warna merah seragam sekolah. ”Tersangka ini sudah berkeluarga, ada istri dan anak,” paparnya.
Menurut Rifeld, para korban mengalami trauma dan kini didampingi oleh instansi terkait, yaitu Dinas Pendidikan dan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Cilacap.
”Kami mengimbau pihak sekolah untuk lebih melakukan pengawasan, apalagi di saat pandemi di mana siswa yang masuk tidak banyak, harus diawasi di dalam dan luar kelas. Untuk orangtua, juga harus membangun komunikasi apa saja yang dilakukan anak di sekolah. Ini tanggung jawab bersama,” katanya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Kepala Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Cilacap Budi Santoso mengatakan, pihaknya mengerahkan empat psikolog dan juga akan bekerja sama dengan psikolog dari RSUD Cilacap untuk mendampingi korban.
”Kami fokus ke korban agar kejadian ini tidak menimbulkan trauma supaya mereka tetap punya masa depan jangan sampai ini jadi noda hitam yang menghantui selamanya. Kami mengerahkan semua kemampuan yang ada,” papar Budi.
Budi mengakui, kasus seperti ini adalah pekerjaan yang tidak ringan dan butuh dukungan banyak pihak dan elemen. ”Ini jadi tanggung jawab banyak pihak karena kami pemerintah tidak bisa sendiri. Bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, kami sedang menyiapkan sekolah ramah anak, mentalitas dan moralitas pendidik perlu ditingkatkan. Kualitas dan profesionalitas pendidik harus terus ditingkatkan,” tuturnya.
Berdasarkan data dari Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Cilacap, jumlah korban kekerasan di Cilacap terus bertambah dalam tiga tahun terakhir. Pada 2018, terdapat 99 korban kekerasan, pada 2019 ada 109 korban kekerasan, dan pada 2020 ada 147 korban kekerasan. Adapun pada 2021 hingga Juni terdapat 64 korban kekerasan (Kompas.id, 19/10/2021).