Ratusan Kepala Desa Terjerat Korupsi, KPK Inisiasi Desa Antikorupsi
Sebagai lingkup terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia, desa dinilai memiliki peran penting dalam pencegahan korupsi. Namun, selama beberapa tahun terakhir, justru ada ratusan kepala desa yang terjerat korupsi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (kanan) menyerahkan penghargaan Desa Antikorupsi kepada Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
BANTUL, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menginisiasi program Desa Antikorupsi untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di desa. Sebagai lingkup terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia, desa dinilai memiliki peran penting dalam pencegahan korupsi. Namun, selama beberapa tahun terakhir, justru ada ratusan kepala desa dan perangkat desa yang terjerat tindak pidana korupsi.
”Saya berharap peluncuran program Desa Antikorupsi ini dapat menjadi awal pencegahan korupsi yang dimulai dari lingkup terkecil hingga bisa mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Selain Alexander Marwata, acara peluncuran program Desa Antikorupsi juga dihadiri sejumlah pejabat lain, misalnya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, dan Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana.
Alexander menceritakan, saat pemerintah mulai menyalurkan dana desa beberapa tahun lalu, KPK menerima banyak laporan mengenai dugaan korupsi yang terjadi di desa. Namun, KPK tidak berwenang menindaklanjuti laporan-laporan itu karena kepala desa bukan termasuk penyelenggara negara.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyampaikan sambutan dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Oleh karena itu, KPK kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terkait laporan-laporan tersebut. ”Kami berkoordinasi dengan Kementerian Desa agar laporan-laporan itu ditindaklanjuti, paling tidak dilakukan klarifikasi. Jangan-jangan ini hanya calon kepala desa yang kalah, lalu melaporkan kepala desa,” tutur Alexander.
Alexander mengatakan, KPK berwenang menindak kepala desa yang melakukan korupsi jika kasus korupsi tersebut terkait dengan penyelenggara negara atau aparat penegak hukum. Dia menambahkan, dalam penanganan kasus di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, KPK bahkan pernah menemukan korupsi yang melibatkan calon pelaksana tugas atau plt kepala desa.
”Bayangkan, untuk menjadi plt kepala desa saja, mereka mau dan bersedia nyetor (uang). Pasti harapannya nanti kalau sudah ditunjuk menjadi plt kepala desa, ada sesuatu yang bisa mereka ambil,” ungkap Alexander.
Sejumlah penari menampilkan tarian dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Alexander menambahkan, dirinya juga banyak menemukan kepala desa yang terjerat korupsi karena ketidaktahuan terkait pengelolaan anggaran. Kondisi itu terjadi karena banyak kepala desa yang kurang memahami aturan hukum.
“Saya merasa sangat sedih ketika ada kepala desa diproses oleh aparat penegak hukum karena ketidaktahuan. Ini banyak terjadi. Rata-rata mereka lemah secara administrasi dan banyak yang sebetulnya mereka enggak paham,” ujar Alexander.
Kondisi itulah yang membuat sosialisasi mengenai pencegahan korupsi penting dilakukan di tingkat desa sehingga KPK membuat program Desa Antikorupsi. Dalam program itu, KPK tak hanya melibatkan para aparatur desa, tetapi juga masyarakat yang ada di desa. Sebab, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya korupsi di desa.
”Desa Antikorupsi ini tidak semata-mata menyangkut aparat desanya, tapi juga masyarakatnya. Percuma aparatnya bersih tapi warganya tidak mendukung program pemberantasan korupsi,” kata Alexander.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (kanan) menyerahkan piagam kepada Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi, dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ratusan kasus
Wawan Wardiana menyatakan, selama ini, masih banyak kepala desa dan perangkat desa yang terlibat dalam kasus korupsi. Dia menyebut, pada tahun 2020, ada 141 kasus korupsi yang melibatkan 132 kepala desa dan 50 perangkat desa. Sementara itu, pada tahun 2021, ada 62 kasus korupsi yang melibatkan 61 kepala desa dan 24 perangkat desa.
”Belum lagi aduan-aduan kepada kami dari masyarakat yang terkait dengan adanya percaloan dan oknum-oknum tertentu yang mencari keuntungan untuk pribadi dengan berbagai dalih yang mereka lakukan,” ujar Wawan.
Wawan menambahkan, sebagian perangkat desa juga belum siap mengelola anggaran desa dengan baik. Di sisi lain, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan tahun 2020, pemahaman masyarakat desa tentang upaya pemberantasan korupsi ternyata lebih rendah dibandingkan pemahaman masyarakat perkotaan. Masalah-masalah itulah yang coba diatasi KPK dengan program Desa Antikorupsi.
”Desa Antikorupsi bukanlah sebuah aplikasi atau membangun sistem baru, melainkan lebih kepada bagaimana mengimplementasikan dan menyinergikan program-program pemerintah yang ada dengan pelibatan peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan desa yang bebas dari korupsi,” ungkap Wawan.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana menyampaikan laporan dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Wawan, penetapan sebuah desa menjadi Desa Antikorupsi dilakukan berdasarkan lima komponen dan 18 indikator. Lima komponen itu mencakup penguatan tata laksana pemerintahan, penguatan pengawasan, penguatan pelayanan publik, partisipasi masyarakat, dan kearifan lokal untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Berdasarkan lima komponen dan 18 indikator itu, KPK lalu menetapkan Desa Panggungharjo sebagai pilot project atau percontohan desa antikorupsi. Setelah adanya percontohan di DIY, provinsi-provinsi lain juga diharapkan membuat percontohan desa antikorupsi di wilayahnya.
”Pada tahun 2021, kami membangun pilot project dan peluncuran desa antikorupsi di Desa Panggungharjo. Tahun 2022 ke depan, diharapkan setiap provinsi terdapat satu desa antikorupsi sebagai percontohan. Diharapkan mulai tahun 2023, setiap kabupaten/kota akan meluncurkan desa-desa antikorupsi yang lainnya sehingga mungkin 5-10 tahun ke depan seluruh desa itu menjadi desa antikorupsi,” kata Wawan.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyampaikan sambutan dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Abdul Halim Iskandar menyatakan, untuk mencegah terjadinya korupsi di desa, harus ada transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang dilakukan di desa. Apabila masyarakat aktif mengawasi seluruh tahapan pembangunan, kemungkinan terjadinya korupsi bisa diminimalkan.
”Kalau seluruh warga masyarakat merasakan kehadiran pembangunan dan kemudian berpartisipasi, saya yakin tidak akan ada korupsi di desa karena pengawasannya melekat dan dilakukan oleh semua pihak,” ujar Halim.
Sementara itu, Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi mengatakan, sejak tahun 2012, pihaknya melakukan reformasi birokrasi dengan sejumlah langkah. Salah satu langkah itu adalah membangun akuntabilitas dengan membuat pengelolaan sistem arsip desa yang baik. Dengan sistem arsip yang baik, masyarakat bisa mengetahui kebijakan dan pengelolaan anggaran Desa Panggungharjo di masa lalu.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi menyampaikan keterangan kepada wartawan dalam peluncuran program Desa Antikorupsi, Rabu (1/12/2021), di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemerintah Desa Panggungharjo juga membangun transparansi dengan membuat sistem dan dan informasi desa yang terbuka. Menurut Wahyudi, sejak tahun 2015, seluruh data yang dikelola Pemerintah Desa Panggungharjo merupakan data publik, kecuali data yang dikecualikan undang-undang. Dengan ditetapkan sebagai data publik, data milik pemerintah desa bisa diakses secara mudah oleh masyarakat.
”Mulai 2015, kami juga membebaskan semua pungutan terkait dengan pelayanan administrasi publik. Itu kita sampaikan secara terbuka kepada warga desa. Harapannya, semua pelayanan administrasi yang merupakan hak publik bisa diperoleh secara gratis,” ungkap Wahyudi.