Buruh Desak Gubernur Jabar Tetapkan UMK Berdasarkan Rekomendasi Daerah
Ribuan buruh Jawa Barat berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum kabupaten/kota 2022. Buruh mendesak Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan kenaikan UMK sesuai rekomendasi bupati dan wali kota sebesar 3-18 persen.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Ribuan buruh berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum kabupaten/kota 2022 di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (29/11/2021). Buruh mendesak Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan kenaikan UMK sesuai rekomendasi bupati dan wali kota sebesar 3-18 persen.
Unjuk rasa diikuti berbagai organisasi buruh dari sejumlah daerah, seperti Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Majalengka, Purwakarta, dan Kabupaten Karawang. Mereka menuntut penetapan UMK 2022 tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan karena Undang-Undang Cipta Kerja telah dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi.
”Betul UU Cipta Kerja masih berlaku. Namun, ada syaratnya. Kalau berbicara kebijakan strategis dan berdampak luas, harus ditangguhkan,” ujar Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar Roy Jinto Ferianto.
Roy menuturkan, pemerintah kabupaten/kota di Jabar telah merekomendasikan kenaikan UMK 2022 sebesar 3-18 persen. Pihaknya berharap, Ridwan Kamil mengacu pada rekomendasi itu dan mengabaikan PP No 36/2021.
”Kami akan terus memperjuangkan agar rekomendasi itu yang ditetapkan. Unjuk rasa dilanjutkan besok (Selasa) karena menjadi batas akhir penetapan UMK,” katanya.
Roy menambahkan, pihaknya mendapatkan informasi bupati dan wali kota di Jabar diminta merevisi rekomendasi tersebut agar sesuai PP No 36/2021. Jika ditetapkan, hal itu dinilai sangat merugikan buruh karena kenaikan upahnya sangat kecil.
Kami teriak menuntut kenaikan upah bukan untuk bermewah-mewah, tetapi sekadar bertahan hidup. Sementara itu, banyak pejabat yang hartanya meningkat selama pandemi di saat rakyatnya menderita. (Suparman)
”Ini akan memancing eskalasi perlawanan buruh. Besok buruh akan mogok jika penetapan UMK mengacu pada PP No 36/2021,” ujarnya.
Jabar telah menetapkan UMP 2022 sebesar Rp 1.841.487,31 per bulan. Jumlah itu naik Rp 31.135,95 atau 1,72 persen. Terdapat 11 kabupaten/kota yang tidak menaikkan UMK karena mengacu pada PP No 36/2021. Penetapan ini dikeluarkan sebelum adanya putusan MK terhadap UU Cipta Kerja.
Suparman (32), buruh asal Bandung Barat, menuturkan, penetapan UMK berdasarkan UU Cipta Kerja sangat menyengsarakan buruh. Sebab, kebutuhan hidup selama pandemi Covid-19 meningkat.
”Kalau upah tidak naik, bagaimana buruh bertahan hidup. Coba hitung, pengeluaran beli masker dan hand sanitizer (cairan pembersih tangan) saja lebih Rp 100.000 per bulan. Belum lagi harga sembako naik,” katanya.
Suparman berharap, Ridwan Kamil berani mengambil keputusan berdasarkan aspirasi buruh. Menurut dia, tidak naiknya UMK berpotensi memicu gelombang kemiskinan baru dari kalangan buruh.
”Kami teriak menuntut kenaikan upah bukan untuk bermewah-mewah, tetapi sekadar bertahan hidup. Sementara itu, banyak pejabat yang hartanya meningkat selama pandemi di saat rakyatnya menderita,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja menjelaskan, penghitungan UMP 2022 merupakan yang pertama kali menggunakan PP No 36/2021. Kebijakan upah tenaga kerja merupakan bagian dari program strategis nasional sehingga harus dijalankan sebaik-baiknya oleh kepala daerah.
”Apabila tidak melaksanakan, bisa kena sanksi. Gubernur tidak melaksanakan akan dikenai sanksi oleh menteri (Mendagri). Jika bupati/wali kota tidak melaksanakan, akan disanksi gubernur,” ujarnya.
Demonstrasi yang dimulai sekitar pukul 12.30 itu berjalan tertib. Polisi sempat membuat barikade di halaman Gedung Sate saat sejumlah pengunjuk rasa menggoyang-goyang pagar gedung tersebut pukul 17.45. Namun, buruh membubarkan diri sekitar pukul 18.30.