Surabaya Kerahkan 32.600 Kader Kesehatan Antisipasi Penyakit
Surabaya mengerahkan 32.600 kader kesehatan untuk pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19 jelang liburan Natal dan Tahun Baru, serta mengantisipasi dampak bencana hidrometeorologi selama musim hujan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, mengerahkan 32.600 kader kesehatan untuk penanganan dan pengendalian Covid-19 pada masa liburan Natal dan Tahun Baru. Ribuan kader kesehatan itu juga dikerahkan untuk mengantisipasi dampak bencana hidrometeorologi akibat hujan ekstrem dan La Nina.
Pandemi Covid-19 belum usai. Namun, di Surabaya, situasi penularan untuk sementara melandai. Surabaya berada di level 1 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dengan status level 1 dan risiko penularan rendah (zona kuning), aparatur Surabaya boleh melonggarkan pengetatan aktivitas sosial ekonomi termasuk di sektor pendidikan dan pariwisata.
Meski demikian, pemerintah pusat berencana menerapkan level 3 PPKM serentak di masa Natal dan Tahun Baru atau kurun 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022. Kebijakan itu bertujuan menekan mobilitas masyarakat antardaerah, antarprovinsi, dan atau antarnegara yang berisiko meningkatkan penularan Covid-19.
Pengetatan kembali mobilitas masyarakat bersamaan dengan temuan varian baru B.1.1.529 atau Omicron seperti diumumkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Omicron yang ditemukan dari kasus-kasus Covid-19 di Afrika Selatan diyakini lebih ganas daripada varian Delta yang kurun Juni-Juli 2021 yang membuat situasi pandemi di Indonesia memburuk termasuk di Surabaya.
”Surabaya tidak akan bisa terlepas dari masalah kesehatan. Namun, tanpa kader kesehatan, pandemi Covid-19 di Surabaya tidak akan bisa melandai seperti saat ini,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat memimpin apel akbar Kewaspadaan Peningkatan Penyakit Menjelang Musim Pancaroba dan Nataru di Stadion Gelora 10 November (Stadion Tambaksari), Minggu (28/11/2021).
Dalam situasi yang landai, menurut Eri, kewaspadaan tidak boleh kendur. Demikian pula kinerja pengendalian pandemi dalam pengetesan, pelacakan, penelusuran, dan perawatan (testing, tracing, tracking, treatment/4T), sosialisasi dan penegakan protokol kesehatan, dan percepatan perluasan vaksinasi.
Tantangan kian besar terkait musim hujan yang sedang berlangsung. La Nina membuat iklim lebih basah sehingga cuaca berpotensi lebih kerap diwarnai hujan deras, serangan petir, dan atau angin kencang. Potensi banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan atau puting beliung membesar. Selain itu, berbagai penyakit bisa mewabah di musim hujan, antara lain, sakit kulit, diare, demam berdarah, influenza, demam, tifus, dan leptospirosis.
”Kota tidak akan sehat tanpa peran masyarakat lebih mencintai lingkungan. Misalnya, menghindari jentik nyamuk berarti memastikan lingkungan bersih, jangan ada genangan air bahkan banjir, saluran air harus lancar, tidak ada yang tersumbat,” kata Eri.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, ada sekitar 32.600 kader kesehatan di ”Bumi Pahlawan”. Kader, termasuk sukarelawan, diminta mempererat kerja sama dengan aparatur dan pengurus masyarakat di RT, RW, kelurahan, dan kecamatan. Kader ada yang menjadi pengurus RT/RW sehingga terlibat sebagai gugus tugas Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo di tingkat RW atau kelurahan dalam penanganan dan pengendalian Covid-19.
Menurut Febria, kader kesehatan juga berfungsi sebagai juru pemantau jentik untuk antisipasi demam berdarah, kader posyandu untuk memantau kesehatan anak-anak terutama menemukan kasus gizi buruk, stunting, atau belum imunisasi. Bersama gugus tugas, di musim hujan, kader kesehatan juga bisa berperan menjadi sukarelawan tangguh bencana.
”Mereka akan didampingi pengurus masyarakat terutama lurah dan camat untuk memastikan pengawasan dan penanganan masalah kesehatan bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Peningkatan kewaspadaan
Secara terpisah, dosen epidemiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Laura Navika Yamani, mengatakan, peningkatan kewaspadaan pada musim hujan mutlak diperlukan. Amat mungkin daya tahan tubuh warga menurun pada musim hujan sehingga rentan terserang penyakit. Apalagi, serangan Covid-19 belum mereda.
Menurut Laura, gejala Covid-19 jika dikaitkan dengan penyakit-penyakit yang muncul saat musim hujan mirip dengan influenza. Sakit bisa lebih parah dengan serangan diare. ”Banjir yang tidak segera teratasi menjadi sumber infeksi karena air terkontaminasi sehingga diare, influenza, dan Covid-19 menjadi lebih mudah menular,” katanya.
Untuk itu, disiplin protokol kesehatan masih amat diperlukan dan diwujudkan secara disiplin. Protokol dimaksud ialah berpelindung diri (masker), menjaga kebersihan atau sanitasi diri (rutin cuci tangan), menjaga jarak dengan orang lain untuk menghindari penularan, membatasi mobilitas, dan menekan potensi menimbulkan kerumunan orang. Laura melanjutkan, aturlah pola makan sehingga tubuh selalu diberi asupan bergizi, bernutrisi, bervitamin, istirahat cukup, olahraga teratur, dan menghindari stres atau tekanan psikologis.