56 Desa dan Kelurahan di DIY Berlomba Tunjukkan Potensi Budaya
Dinas Kebudayaan DIY menyelenggarakan gelar potensi desa/kelurahan budaya untuk menunjukkan potensi budaya di sejumlah desa dan kelurahan. Kegiatan itu diikuti oleh 56 desa dan kelurahan di lima kabupaten di DIY.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan gelar potensi desa/kelurahan budaya untuk menunjukkan potensi budaya di sejumlah desa dan kelurahan. Kegiatan yang diikuti oleh 56 desa dan kelurahan di lima kabupaten/kota di DIY itu juga bertujuan untuk lebih mendekatkan masyarakat, khususnya generasi muda, dengan kebudayaan lokal di setiap desa/kelurahan.
Kegiatan gelar potensi desa/kelurahan budaya itu digelar secara terpisah di empat kabupaten di DIY. Pada Sabtu (20/11/2021), diselenggarakan gelar potensi desa/kelurahan budaya di Kabupaten Bantul yang diikuti oleh 12 desa budaya dari Bantul dan dua kelurahan budaya dari Kota Yogyakarta. Dalam acara itu, tim dari setiap desa/kelurahan menampilkan pertunjukan yang menunjukkan potensi budaya di wilayah mereka.
Sebelumnya, acara serupa telah digelar di Kabupaten Sleman pada Selasa (16/11/2021) dan Kabupaten Gunungkidul pada Kamis (18/11/2021). Adapun gelar potensi desa/kelurahan budaya di Kabupaten Kulon Progo bakal diselenggarakan pada Selasa (23/11/2021) mendatang. Seluruh acara itu disiarkan secara daring melalui akun Youtube Taste of Jogja milik Dinas Kebudayaan DIY.
Kepala Seksi Lembaga Budaya Dinas Kebudayaan DIY Endang Widuri menjelaskan, acara tersebut diikuti 56 desa dan kelurahan yang telah ditetapkan menjadi desa/kelurahan budaya.
”Setiap tahun, kami memang menyelenggarakan acara gelar potensi seperti ini,” ujarnya saat ditemui di sela-sela gelar potensi desa/kelurahan budaya di Bantul, Sabtu siang.
Sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah Daerah DIY memang memiliki program pengembangan desa/kelurahan budaya. Program tersebut diatur melalui Peraturan Gubernur DIY Nomor 36 Tahun 2014 tentang Desa/Kelurahan Budaya.
Berdasarkan pergub itu, desa/kelurahan budaya adalah desa atau kelurahan yang mengaktualisasikan, mengembangkan, dan mengonservasi kekayaan potensi budaya yang dimilikinya. Kekayaan potensi budaya itu tampak pada adat dan tradisi, kesenian, permainan tradisional, bahasa, sastra, aksara, kerajinan, kuliner, pengobatan tradisional, penataan ruang, dan warisan budaya.
Widuri mengatakan, kegiatan gelar potensi desa/kelurahan budaya itu bertujuan untuk makin mendekatkan masyarakat dengan kebudayaan lokal di sekitar mereka. Secara khusus, acara itu juga diharapkan bisa membuat generasi muda menjadi tertarik dengan budaya di desa/kelurahan mereka.
Itulah kenapa, dalam acara tersebut, pertunjukan dari setiap desa/kelurahan juga harus melibatkan anak-anak muda. ”Kami mengharapkan anak-anak muda dilibatkan. Jadi, yang tampil jangan hanya yang sepuh-sepuh (tua-tua). Generasi muda penerus kita ini yang harus tampil supaya mereka tertarik dengan budaya kita,” ungkap Widuri.
Selaras
Wakil Bupati Bantul Joko B Purnomo menyampaikan terima kasih kepada Pemda DIY karena telah membuat program pengembangan desa/kelurahan budaya. Program itu dinilai selaras dengan proses pembangunan di Bantul yang menjadikan kebudayaan sebagai salah satu aspek penting.
”Kebudayaan ini menjadi salah satu hal penting dalam rangka membangun Bantul agar masyarakat Bantul lebih sinergis, kompak, dan maju. Kebudayaan ini kan menjadi salah satu pemersatu bangsa,” ujar Joko.
Joko menambahkan, program pengembangan desa/kelurahan budaya itu juga akan dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul untuk menggali potensi budaya, adat, dan kesenian yang ada di desa-desa. Dia menyebut, program tersebut juga penting untuk mencari sumber daya manusia di bidang kebudayaan dan kesenian.
Dalam acara gelar potensi desa/kelurahan budaya di Bantul pada Sabtu, sejumlah tim menampilkan pertunjukan yang berkaitan dengan upacara adat. Tim Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Bantul, misalnya, menampilkan pertunjukan tentang upacara adat saat seorang anak laki-laki menjalani khitan atau sunat.
Dalam pertunjukan itu dikisahkan, seorang anak laki-laki yang akan dikhitan harus menjalani sungkem ke dua orangtuanya untuk memohon restu. Setelah itu, sang anak juga harus menjalani siraman dengan air yang berasal dari tiga sumber mata air.
Pesan dari dramatari ini adalah masyarakat jangan lupa dengan adat-istiadat yang sudah ada. Dalam dramatari ini, kami juga melibatkan anak-anak dan remaja.
Sementara itu, tim Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Bantul, menampilkan dramatari yang berkaitan dengan upacara merti dusun. Taufik Handika (22), perwakilan tim Desa Selopamioro, mengatakan, dramatari tersebut berkisah tentang masyarakat di suatu dusun yang telah melupakan tradisi merti dusun.
Akan tetapi, setelah tradisi merti dusun itu ditinggalkan, terjadi berbagai masalah di dusun tersebut sehingga kehidupan masyarakat menjadi tidak tenteram. Sesudah itu, ada sesepuh dusun yang meminta masyarakat kembali menyelenggarakan upacara merti dusun agar kehidupan di dusun tersebut menjadi tenteram kembali.
”Pesan dari dramatari ini adalah masyarakat jangan lupa dengan adat istiadat yang sudah ada. Dalam dramatari ini, kami juga melibatkan anak-anak dan remaja,” ujar Taufik.