Pemerintah Dinilai Ingkar, Moeldoko Ditolak dalam Aksi Kamisan di Semarang
Pada Kamis (18/11/2021) atau hari ketiga pelaksanaan Festival HAM 2021 di Semarang, sekitar 30 orang melakukan Aksi Kamisan. Moeldoko, Beka Ulung Hapsara, dan Hendrar Prihadi mendatangi aksi, tetapi ditolak dan diusir.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendapat penolakan dari massa saat mendatangi Aksi Kamisan di dekat lokasi Festival HAM 2021 di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (18/11/2021). Penolakan dinilai sebagai ekspresi terhadap penanganan kasus-kasus hak asasi manusia di masa lalu oleh pemerintah yang cenderung stagnan.
Hal tersebut dikatakan dosen Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang, Cahyo Seftyono, mengomentari penolakan dan pengusiran Moeldoko saat mendatangi peserta Aksi Kamisan Semarang di Taman Signature Semarang. Lokasi aksi terletak di seberang Hotel Po Semarang, tempat berlangsungnya Festival HAM 2021, pada 16-19 November.
Cahyo menuturkan, melihat kualitas demokrasi di Indonesia, ada sejumlah variabel yang membaik. Namun, penanganan kasus-kasus HAM di masa lalu mesti diakui cenderung stagnan. Presiden Joko Widodo sendiri sebenarnya menggunakan aktor-aktor yang dianggap relatif bersih dari isu pelanggaran HAM, termasuk Moeldoko.
”Dengan hadirnya Pak Moeldoko, masyarakat sipil perlu bersinergi kembali. Tak mengambil jarak dari pemerintah, tetapi bersama-sama merumuskan solusi. Meski demikian, penolakan Pak Moeldoko sebenarnya ialah ekspresi menolak pemerintah yang dianggap mblenjani (ingkar),” ujar Cahyo.
Menurut dia, memang benar sudah ada putusan-putusan pemerintah terkait pelanggaran HAM di masa lalu. Akan tetapi, selain prosesnya, juga perlu dikejar terkait apa yang bisa didapat sebagai kompensasi, semisal bagi keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu.
Cahyo juga menilai pendekatan dalam penyelesaian persoalan HAM perlu diatur ulang. ”Misalnya, menggandeng ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU (Nahdlatul Ulama), dan masyarakat sipil lainnya. Yang perlu dipikirkan ialah menggandeng semua yang seide, baik pemerintah maupun masyarakat sipil, agar mendapat rumusan baru untuk mencapai solusi bersama,” jelasnya.
Pada Kamis (18/11/2021) atau hari ketiga pelaksanaan Festival HAM 2021 di Semarang, sekitar 30 orang melakukan Aksi Kamisan. Sekitar pukul 11.00, Moeldoko bersama Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mendatangi para peserta aksi.
Tak sempat bicara
Seperti dalam video yang diunggah akun Instagram @Aksikamisansemarang, Kamis, suara-suara penolakan langsung terlontar dari peserta aksi begitu ketiganya datang. Bahkan, Moeldoko yang hendak berbicara dengan mikrofon terus ditimpali hingga tak sempat menyelesaikan kalimatnya.
”Sudah, Pak, kami tidak mau Bapak ngomong di sini. Mosi tidak percaya. Ini panggung rakyat,” ujar para peserta aksi yang mengenakan pakaian serba hitam.
Mulanya, Moeldoko, Hendrar, dan Beka masih bertahan dan mencoba mendengarkan apa yang diutarakan para peserta aksi. Namun, tak berselang lama, lantaran terus diminta pergi, mereka pun beranjak dari lokasi.
Iqbal Alma dari Aksi Kamisan Semarang mengatakan, pesan yang ingin disampaikan ialah bahwa persoalan HAM tidak bisa dipestakan. Sementara Festival HAM dinilai seperti sebuah pesta, perayaan, dan euforia.
”Padahal, masih banyak sekali korban pelanggaran HAM, seperti anak tak bisa bertemu orangtuanya. Bahkan, ada orang tak bisa makan karena tanah garapannya hilang. Sangat ironis, anggaran besar dihamburkan untuk acara itu, tetapi masih ada yang menderita dan nasib mereka tak jelas,” katanya.
Sebagian dari mereka sebenarnya diundang dalam acara tersebut, tetapi merasa tidak pantas untuk berada di dalam forum itu. ”Intinya, kami ingin permasalahan HAM segera diselesaikan. Fokus ke sana saja tanpa perlu euforia,” ujar Iqbal.
Moeldoko menekankan, pemerintah terus berupaya menyelesaikan persoalan HAM di masa lalu. Ia juga pernah mendampingi Presiden yang memanggil peserta Aksi Kamisan di depan Istana untuk berbicara. Presiden juga telah memberi penekanan kepada Jaksa Agung agar persoalan-persoalan HAM di masa lalu segera diselesaikan.
”Namun, kita juga harus fair bahwa ada hal-hal yang memang tidak mudah untuk diselesaikan (terkait) persoalan HAM masa lalu. Akan tetapi, pemerintah memberi penekanan yang sangat clear bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan nasional harus mengedepankan HAM dan lingkungan hidup. (Jadi) sebuah rujukan yang dipedomani oleh semuanya,” tuturnya.