Pemkot Surakarta Kembali Gelar Pemantauan Covid-19 di Sekolah
Surveilans pembelajaran tatap muka akan diadakan kembali pekan depan di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Dukungan orangtua murid sangat dibutuhkan mengingat masih adanya penolakan terhadap kegiatan pemantauan itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Surveilans pembelajaran tatap muka akan diadakan kembali pekan depan di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Langkah tersebut guna memastikan tidak terjadi penularan Covid-19 di lingkungan sekolah. Dukungan orangtua murid sangat dibutuhkan mengingat masih adanya penolakan terhadap kegiatan pemantauan itu.
”Menurut rencana, surveilans PTM (pembelajaran tatap muka) tahap kedua akan kami adakan minggu depan. Pelaksanaannya mirip dengan surveilans tahap pertama lalu,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta Siti Wahyuningsih, saat ditemui di Kompleks Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (15/11/2021).
Sasaran surveilans tersebut berjumlah 29 sekolah, yang terdiri dari 16 SD, 7 SMP, 3 SMA atau SMK, dan 3 sekolah lainnya dari jaringan Kementerian Agama. Masing-masing sekolah terdapat 33 sampel yang akan diambil, terdiri dari 30 murid dan 3 guru. Apabila ditemukan kasus positif, selanjutnya bakal dilakukan penelusuran kontak erat.
Tahap pertama surveilans diadakan Oktober lalu. Saat itu, ditemukan 107 kasus positif Covid-19 dari sembilan sekolah. Adapun jumlah sampel yang diambil sekitar 2.300 orang setelah ada temuan kasus dari beberapa sekolah tersebut.
Wahyuningsih mengharapkan dukungan para orangtua agar pelaksanaan surveilans bisa berjalan lancar. Sebab, pihaknya sempat menemukan sejumlah penolakan dari orangtua murid dalam surveilans tahap pertama lalu.
”Harapannya tidak terjadi penolakan (surveilans) karena ini menjadi kesempatan kita agar kalau ada yang positif langsung ditangani lebih dini. Lebih baik anaknya ketahuan positif lebih dini daripada nanti tiba-tiba jatuh sakit,” katanya.
Untuk itu, lanjut Wahyuningsih, sosialisasi perlu dilakukan secara intensif demi memberikan pemahaman yang lebih kepada orangtua murid. Jangan sampai saat waktunya pengambilan sampel justru murid tidak datang ke sekolah. Sebab, surveilans sekaligus bisa menjadi pengukur keberhasilan penerapan protokol kesehatan selama PTM.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surakarta Etty Retnowati mengatakan, surveilans PTM merupakan langkah yang ditempuh pemerintah untuk kebaikan bersama. Kondisi kesehatan warga sekolah juga dapat dipastikan lewat program tersebut.
”Ini jadi program kita untuk melihat apakah anak-anak sehat benar atau tidak. Jadi, tidak ada masalah sebenarnya (dengan program ini). Kan, satu sekolah hanya ada 33 orang,” kata Etty.
Etty menambahkan, sekolah yang menjadi sasaran surveilans dipilih secara acak. Pemilihan dilakukan bersama dengan jajaran puskesmas. Pelaksanaan tes juga tidak akan diberitahukan sebelumnya agar tidak ada sasaran sampel yang menghindar. Namun, pihaknya telah meminta jajarannya untuk memilih sejumlah sampel yang akan dites nanti.
Untuk itu, saya ingatkan terus jangan sampai terjadi lagi pelanggaran.
Pekan lalu, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka memergoki pelanggaran protokol kesehatan di SD Negeri 113 Nusukan Barat. Dalam kesempatan itu, ia menyaksikan penjaga sekolah, guru, dan murid tak mengenakan masker dengan benar. Buntut dari temuan itu, warga satu sekolah dites antigen. Beruntung tidak ditemukan sampel positif dalam tes tersebut.
Gibran juga meninggalkan mobil dinasnya sebagai bentuk teguran terhadap sekolah itu. Ia meminta agar pelanggaran serupa tak ditemukan lagi di sekolah-sekolah lain. Pemberian sanksi juga tengah dibahas apabila kelak kasus semacam itu terjadi kembali.
Etty mengungkapkan, pihaknya sudah memanggil kepala SD tersebut untuk meminta keterangan mengenai temuan pelanggaran protokol kesehatan. Hasil dari pemanggilan itu, kepala sekolah diminta membuat surat pernyataan dan permintaan maaf.
Bentuk sanksi yang diberikan nantinya dilakukan lewat penilaian prestasi kerja dari tenaga kependidikan tersebut. Penilaian itu berpengaruh terhadap jenjang karir masing-masing. ”Untuk itu, saya ingatkan terus jangan sampai terjadi lagi pelanggaran. Pengawas juga saya minta terus mengingatkan kepada sekolah-sekolah binaannya setiap hari,” kata Etty.
Di sisi lain, kata Etty, jumlah pengawas sekolah sangat terbatas. Seorang pengawas sekolah bisa melakukan pengawasan penerapan protokol kesehatan pada 20 sekolah. Untuk itu, ia meminta agar pengawasan protokol kesehatan dilakukan bersama-sama oleh sekolah, orangtua, dan masyarakat.
”Ini harus bersinergi dan mengingatkan. Tumpuannya jangan ke sekolah semua. Di sekolah hanya dua jam. Jam-jam lain justru di luar sekolah atau di rumah. Jadi, memang diperlukan kerja sama,” kata Etty.