Warga Berjibaku Menyelamatkan Lapangan Merdeka Medan
Kondisi Lapangan Merdeka Medan yang sangat memprihatinkan membuat warga Medan berhimpun menyelamatkan warisan kota, alun-alun, sekaligus jantung Kota Medan itu. Warga berkoalisi sebagai wujud cintanya pada kota.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Tenaga Ahli Madya Kedeputian II Kantor Staf Presiden Nuraini (keempat dari kiri) bertemu dengan Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumut di Lapangan Merdeka Medan, Sabtu (23/10/2021).
Kondisi Lapangan Merdeka Medan yang sangat memprihatinkan, baik sebagai monumen bersejarah maupun ruang publik, membuat masyarakat sipil menghimpun pergerakan. Berbagai jejaring dari komunitas taman, akademisi, budayawan, sejarawan, arsitektur, hingga jurnalis menyatukan kekuatan untuk menyelamatkan warisan kota yang tersisa di Medan itu.
Gerakan itu pun membentuk Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumatera Utara untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Lapangan Merdeka Medan. Koalisi membuat petisi, diskusi, maklumat, upacara peringatan, menerbitkan buku, hingga mengajukan dan memenangi gugatan warga negara atau citizen lawsuit di pengadilan.
”Koalisi ini lahir dari keprihatinan melihat kondisi Lapangan Merdeka yang semakin terpuruk. Sudah enam tahun koalisi terus berjuang. Tujuan utama saat ini adalah menjadikan Lapangan Merdeka Medan menjadi cagar budaya,” kata Koordinator KMS Medan-Sumut Miduk Hutabarat, Rabu (10/11/2021).
Cikal bakal KMS Medan-Sumut mulai dibentuk pada 2013. Ketika itu sejumlah organisasi masyarakat sipil sangat prihatin terhadap pembangunan parkiran mobil untuk Stasiun Kereta Api Medan yang disiapkan untuk menopang kereta api bandara.
”Kami mempertanyakan, kenapa Lapangan Merdeka yang merupakan ruang publik diambil untuk membangun gedung parkir. Padahal, kondisi Lapangan Merdeka saat itu pun sudah sangat terimpit setelah dibangun pusat jajanan Merdeka Walk,” kata Miduk.
Para penulis buku Lapangan Merdeka Medan berdiskusi di Perpustakaan Cassa Mesra, Medan, Sumatera Utara, Jumat (9/4/2021).
Berbagai organisasi pun berhimpun, antara lain Komunitas Taman, Badan Warisan Sumatera, Angkatan ’45 Sumut, Perhimpunan Pengembangan Jalan Indonesia, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Sumut Aceh, hingga Ikatan Arsitek Indonesia Sumut. Dukungan perorangan dari sejarawan, budayawan, arsitektur, dosen pariwisata, hingga jurnalis pun bergabung dalam jejaring.
Koalisi itu pun melakukan berbagai gerakan, seperti membuat petisi, diskusi, memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Hari Pahlawan, hingga membuat maklumat untuk menjadikan Lapangan Merdeka menjadi cagar budaya.
Atas berbagai upayanya itu, pada Juni 2018, KMS mendapat prasasti penghargaan dari Perkumpulan Ahli Arkelologi Indonesia (IAAI) atas komitmen, dedikasi, jasa, dan upayanya dalam mendukung kegiatan kepurbakalaan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Prasasti ditandatangani Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid serta Ketua Perkumpulan IAAI Wiwin Djuwita Ramelan.
Langkah KMS juga membuatnya dipanggil untuk menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Pusaka Industri Perkebunan di Indonesia pada November 2019, mengingat Lapangan Merdeka adalah bagian dari sejarah industri perkebunan Tanah Air yang berkembang dari Medan.
Koalisi juga menerbitkan buku berjudul Lapangan Merdeka Medan, Ruang (Publik), Warisan Sejarah dan Budaya pada April 2021. Buku setebal 570 halaman itu mengungkapkan keadaan darurat untuk mengembalikan roh Lapangan Merdeka Medan dan kawasan Kesawan di sekitarnya sebagai Paris van Sumatera milik warga kota. Buku merangkum 75 tulisan dari 55 penulis.
Buku juga berisi 40 sketsa sudut Kota Medan hasil karya komunitas sketser Medan, belasan puisi, berikut dokumentasi gerakan warga memerdekakan Lapangan Merdeka selama ini.
Yang terbaru, KMS Medan Sumut memenangi gugatan warga negara yang meminta Lapangan Merdeka Medan ditetapkan menjadi cagar budaya, Rabu (14/7/2021). Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan memerintahkan tergugat, Wali Kota Medan, menerbitkan penetapan Tanah Lapang Merdeka Medan sebagai cagar budaya melalui Peraturan Wali Kota Medan.
Belakangan, Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution mengajukan banding atas putusan itu. Saat ini gugatan tersebut masih berproses di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan.
Sejarawan Universitas Negeri Medan, yang juga jejaring KMS Medan-Sumut, Ichwan Azhari, mengatakan, sebagai monumen bersejarah, kondisi Lapangan Merdeka sangat memprihatinkan. Kondisi itu menunjukkan sebuah kota yang warisannya satu per satu dimusnahkan.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara mengadakan diskusi tentang penyelamatan Lapangan Merdeka Medan sebagai cagar budaya, di Jalan Suprapto, Medan, Sumatera Utara, Jumat (10/9/2021).
Lapangan Merdeka Medan adalah monumen kemerdekaan Republik Indonesia untuk mengingatkan warga akan heroisme kemerdekaan dan pertempuran-pertempuran yang menyertainya. Di situ untuk pertama kali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan di Sumatera Timur.
Namun, Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia yang ada di sana kini berada persis di belakang gedung parkir yang kumuh. Salah satu sisi pelatarannya yang merupakan tangga 45 tingkat sebagai simbol tahun 1945 pun dipotong untuk lahan gedung parkir itu.
Jantung semua itu adalah alun-alun kota. Namun, kondisinya yang memprihatinkan justru membunuh memori warganya terhadap warisan kota. (Ichwan Azhari)
Gedung parkir itu dilengkapi jembatan penyeberangan yang terbengkalai dan tidak pernah selesai sejak dibangun pertama kali. Di lantai dua gedung parkir itu ada toko buku bekas yang tampak tidak terurus. Di sekeliling lapangan, pohon-pohon trembesi berusia ratusan tahun sudah meranggas dan beberapa sudah tumbang dalam beberapa tahun ini.
Sisi barat lapangan ditutup oleh kawasan komersial Merdeka Walk. Dari 4,8 hektar luas Lapangan Merdeka Medan, kini 2,2 hektar sudah beralih fungsi menjadi restoran, area parkir, dan kantor.
Ichwan mengatakan, Kota Medan sebenarnya merupakan copy paste kota-kota di Eropa sehingga disebut sebagai ”Paris van Sumatera”. Lapangan Merdeka atau alun-alun kota didesain terintegrasi dengan balai kota, kantor pos, bank, hotel, pertokoan, stasiun kereta api, dan kawasan Kesawan.
”Jantung semua itu adalah alun-alun kota. Namun, kondisinya yang memprihatinkan justru membunuh memori warganya terhadap warisan kota,” kata Ichwan.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Wali Kota Medan Bobby A Nasution memberikan keterangan di Medan, Sumatera Utara, Jumat (7/5/2021).
Revitalisasi
Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution mengatakan, ia telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 433/28.K/X/2021 tentang Bangunan, Situs, Kawasan, dan Struktur Lapangan Merdeka Medan sebagai Cagar Budaya Kota Medan.
”Lapangan Merdeka Medan sebagian masih difungsikan untuk fungsi yang lain (selain cagar budaya). Kami tetap mematuhi aturan hukum dan tetap kami komunikasikan agar bisa kembali fungsinya sebagai cagar budaya,” kata Bobby.
Bobby mengatakan, Pemerintah Kota Medan akan melakukan revitalisasi Lapangan Merdeka secara menyeluruh pada 2022. Revitalisasi itu akan mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka Medan sebagai cagar budaya. Saat ini, pihaknya masih menyusun perencanaan. Merdeka Walk pun disebut akan dipindahkan ke kawasan Kesawan.
KMS Medan-Sumut pun terus mendorong agar semua rencana revitalisasi dilakukan dengan status Lapangan Merdeka Medan sebagai cagar budaya.