Operasi SAR Korban Perahu Terbalik di Bengawan Solo Dihentikan
Operasi pencarian dihentikan meski masih ada empat penumpang perahu penyeberangan di Tuban yang belum ditemukan. Sosialisasi keselamatan angkutan penyeberangan sungai akan digencarkan untuk mencegah terulangnya tragedi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Operasi pencarian dan penyelamatan korban perahu terbalik di dermaga penyeberangan Bengawan Solo Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Tuban, Jatim, resmi dihentikan meski masih ada empat penumpang yang dinyatakan hilang. Sosialisasi keselamatan angkutan penyeberangan sungai akan digencarkan untuk mencegah terulangnya tragedi.
Penghentian operasi pencarian dan penyelamatan atau (SAR) terhadap korban perahu terbalik di Bengawan Solo diputuskan melalui rapat evaluasi yang berlangsung di Posko 1 Balai Desa Ngadirejo, Selasa (9/11/2021) malam. Salah satu pertimbangan penghentian adalah operasi telah berlangsung selama 7 hari atau sesuai dengan amanat UU Nomor 29 Tahun 2014 tentang pencarian pertolongan.
Pertimbangan lain, operasi pencarian dan penyelamatan yang dilakukan oleh tim gabungan yang dipimpin Badan SAR Nasional (Basarnas) Surabaya itu telah menyisir seluruh area melalui darat ataupun perairan. Selain di wilayah Tuban dan Bojonegoro, pencarian juga diperluas hingga aliran Bengawan Solo di Kabupaten Lamongan.
”Saat ini dilakukan upaya pemantauan yang dilakukan oleh relawan di sekitar Bengawan Solo dan masyarakat setempat,” ujar Kepala Basarnas Surabaya Hari Adi Purnomo, Rabu (10/11/2021).
Kecelakaan perahu penyeberangan Bengawan Solo terjadi pada Rabu (3/11) sekitar pukul 09.30 waktu setempat. Insiden itu terjadi di titik penyeberangan dari Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Tuban, menuju Desa Semambung, Kecamatan Kanor, Bojonegoro.
Kejadian menimpa sebuah perahu sarat muatan yang diperkirakan membawa 19 penumpang dan 7 sepeda motor. Perahu yang dinahkodai oleh Kasian (65) tersebut terbalik dan tenggelam saat hampir mencapai dermaga Desa Semambung. Akibatnya, dari 19 penumpang, sebanyak 10 orang berhasil diselamatkan, 5 meninggal, dan 4 lainnya belum ditemukan.
Empat korban yang belum ditemukan adalah Erma Azila Fitriani (27) warga Desa Semambung, Sutri (50) warga Desa Maibit, Bojonegoro. Selain itu ada dua warga Tuban, yakni Dedi Sutio Nugroho (25) warga Desa Grabagan dan Arifin (29) warga Desa Grabakan.
Tim pencari gabungan dari Basarnas Surabaya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban, BPBD Bojonegoro, Polres Tuban, Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Jatim, TNI, dan sukarelawan telah berupaya menemukan mereka dengan mengerahkan belasan perahu karet. Namun, tim hanya berhasil menemukan dan mengevakuasi lima penumpang dalam keadaan meninggal.
Kelima korban itu rinciannya, tiga korban ditemukan pada hari kedua, yakni Agus Tutin (28) warga Tuban, Kasian (65) warga Bojonegoro, dan Toro (40) warga Rembang, Jawa Tengah. Satu korban bernama Basori (37) asal Maibit, Bojonegoro, ditemukan pada pencarian hari ketiga. Adapun pada pencarian hari keempat tim gabungan menemukan Dian Purnama (27) asal Desa Semambung.
Sementara itu 10 korban termasuk dua anak-anak yang selamat adalah Mujianto (30), Arif Dwi Setiawan (39), Budi (24), dan Novi Andi Susanto (29). Selain itu Tasmiatun Nikmah (33), Abdul Hadi (9), Abdullah Dimiati (3), Tarmudji (56), Hafis (5), dan Madiyani (62).
Sosialisasi keselamatan
Kepala Seksi Transportasi Sungai Danau Penyeberangan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) XI Jatim Ahmad Rezy Setiawan mengatakan, pihaknya akan meningkatkan sosialisasi keselamatan kepada angkutan penyeberangan sungai di Bengawan Solo, Sungai Brantas, serta anak-anak sungainya, seperti Sungai Kalimas.
Hal itu merupakan upaya mencegah terulangnya kejadian serupa di kemudian hari. Menurut dia, perahu penyeberangan Tuban-Bojonegoro yang mengalami kecelakaan di Bengawan Solo belum memiliki izin operasional. Lintasan penyeberangannya juga belum terdata.
Perahu penyeberangan sungai dan danau yang beroperasi di Jatim jumlahnya diperkirakan mencapai 800 unit. Ironisnya, mayoritas tidak berizin operasional.
Namun, hal itu tidak hanya terjadi di Tuban dan Bojonegoro. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, banyak perahu penyeberangan sungai dan danau yang beroperasi di Jatim. Jumlahnya diperkirakan mencapai 800 unit. Ironisnya, mayoritas tidak berizin operasional.
”BPTD akan meningkatkan sosialisasi kepada pengelola perahu penyeberangan sungai dan danau dengan menggandeng dinas perhubungan provinsi serta kabupaten dan kota. Hal itu terkait angkutan penyeberangan berkeselamatan,” kata Rezy saat ditemui di kantornya.
Rezy mengatakan, pihaknya memiliki banyak pekerjaan rumah terkait angkutan penyeberangan sungai. Salah satunya menyusun regulasi tentang standar perahu yang layak untuk angkutan penyeberangan sungai di Jatim. Hal itu karena bentuk perahu angkutan sungai di Jatim sangat beragam dari sisi desain, bahan, ataupun ukurannya.
Adapun Kepala Dinas Perhubungan Jatim Nyono mengatakan telah membagikan bantuan alat keselamatan, seperti pelampung (life jacket) dan ring buoy kepada pengelola perahu penyeberangan. Namun, alat keselamatan itu jarang dikenakan dengan alasan yang beragam.
Sebagai gambaran, Dishub Jatim telah memberikan 300 pelampung pada 2017 kepada Dishub Kabupaten Bojonegoro. Pada 2019, bantuan kembali disalurkan berupa 200 pelampung dan 150 pelampung pada 2020. Sementara itu, bantuan alat keselamatan untuk wilayah Tuban antara lain berupa 225 pelampung dan 48 ring buoy pada 2017.