Jateng Siaga Bencana, Kepekaan Warga pada Tanda-tanda Alam Penting
Berdasarkan data BPBD Jateng, dari 1 Januari hingga 18 Oktober 2021 telah terjadi 1.251 bencana. Tanah longsor menjadi yang terbanyak dengan 521 kejadian, disusul angin kencang, kebakaran lahan atau hutan, dan banjir.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Provinsi Jawa Tengah menetapkan kesiagaan terhadap ancaman bencana seiring semakin mendekati puncak musim hujan yang diperkirakan pada Desember 2021. Sistem peringatan dini, baik modern maupun tradisional, terus disiapkan. Kepekaan warga terhadap tanda-tanda alam dinilai sangat penting.
Menurut data peta potensi rawan banjir dan longsor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, 250 desa/kelurahan di provinsi itu masuk dalam potensi kelas tinggi longsor. Sementara 66 desa/kelurahan ada dalam kelompok potensi kelas tinggi banjir pada musim hujan.
Desa/kelurahan dengan potensi longsor kelas tinggi tersebar, antara lain, di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Semarang, Magelang, Temanggung, dan Cilacap. Sementara wilayah potensi banjir kelas tinggi di antaranya Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, Pekalongan, Demak, Kudus, dan Rembang.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, di sela-sela Apel Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Musim Hujan dan Dampak La Nina, di Semarang, Selasa (9/11/2021), mengatakan, sistem peringatan dini (early warning system/EWS) perlu disiapkan. Tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga yang sederhana, seperti kentungan di desa-desa.
”Juga ilmu titen (mengenali tanda-tanda alam). Kalau di desa itu semua tahu, niteni. Saat cuaca seperti ini, apa yang harus dilakukan. Selain itu, edukasi. Sebab, yang paling penting saat ini ialah edukasi,” kata Ganjar.
Ia menambahkan, dari perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hingga Desember 2021, masih akan terjadi hujan lebat. Kemudian, Januari 2022 agak turun dan kembali meningkat pada Februari 2022. Musim hujan diperkirakan hingga April 2022.
”Informasi sudah tersebar dan cukup bagus. Juga relatif akurat. Yang paling penting, info-info BMKG tersebut terus disebarkan agar masyarakat mudah tahu. Maka hari ini, forkopimda (forum koordinasi pimpinan daerah) melakukan apel kesiapsiagaan,” ujar Ganjar.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Safrudin menuturkan, dari pendataan, total ada 9.631 sukarelawan dengan berbagai kecakapaan dalam kebencanaan di seluruh Jateng. Sementara sejumlah peralatan, termasuk dari instansi lain, disiagakan di 35 kabupaten/kota.
Peralatan EWS yang mendeteksi pergerakan tanah di sejumlah daerah juga terus disiapkan. ”Memang ada yang rusak dan akan kami perbaiki, seperti di Wonosobo. Di samping itu, kami juga berharap warga merawat alat EWS yang dapat melindungi mereka,” kata Safrudin.
Berdasarkan data BPBD Jateng, dari 1 Januari hingga 18 Oktober 2021 telah terjadi 1.251 bencana. Tanah longsor menjadi yang terbanyak dengan 521 kejadian, disusul angin kencang 310 kejadian, kebakaran lahan atau hutan 223 kejadian, dan banjir 171 kejadian.
Sebelumnya, Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Jateng Adi Widagdo mengatakan, selain pemahaman, respons masyarakat untuk cepat tanggap dalam menyikapi ancaman bencana juga menjadi hal krusial. ”Terlebih saat sudah masuk musim hujan seperti ini. Apabila hujan lebat, minimal tiga jam, masyarakat harus waspada,” katanya, Jumat (5/11/2021).