Petaka Pilu Kota Wisata Batu
Banjir bandang melanda Kota Batu. Hujan dengan intensitas tinggi dituding menjadi penyebabnya, namun Lereng barat daya Gunung Arjuno yang gundul turut andil dalam musibah ini.
”Mama! Allahuakbar! Mama! Air hitam, jalan !," teriak Mutia (5) dan Rehana (11) putri dari Kusuma Sri Astuti (43) bergantian. Dibekap ketakutan, mereka melihat terjangan banjir sekitar 3 meter dari tepi kanan rumah mereka RT 4 RW 6 Dusun Sambong, Bulukerto Kota Batu.
Gempuran batu, lumpur cokelat kehitaman, dan kayu gelondongan, Kamis (4/11/2021) petang, datang tiba-tiba menyapu rumah-rumah di aliran tadah hujan Desa Bulukerto. Gelombang banjir ini menghanyutkan bangunan, kandang, ternak, hingga kendaraan. Air bah itu meluap dari Kali Sambong, anak Sungai Brantas.
Melihat terjangan air bah, Ibunda dari Kusuma Sri Astuti bernama Jumini (60) segera berteriak agar keluarganya bergegas keluar menyelamatkan diri. Namun, saat Tutik dan kedua putrinya hendak keluar, air sudah tinggi. Di luar, gemuruh, banjir bandang, hujan deras, dan petir memekakkan telinga membuat kengerian total.
Dalam kepungan banjir, ibu dan kakak Tutik masih berusaha menyelamatkan tetangga lanjut usia yang sendirian di rumah sebelah mereka. Berhasil menyelamatkan tetangganya, mereka pun bergerak ke tempat aman.
Rombongan itu nekat melawan derasnya air bah bercampur material lumpur hitam, batu, dan kayu untuk menuju rumah tetangga mereka yang lebih aman. Jumini dan Sriatun sempat terseret arus, namun akhirnya berhasil diselamatkan oleh warga. "Syukurlah semua selamat meski kondisi rumah rusak," ujar Tutik.
Baca juga: Berkah Brantas yang Mulai Terkikis
Sugiono (48), warga lain turut selamat dari kematian. Ketika banjir datang, Sugiono bersama istri dan anak sedang menonton televisi. Ia berhasil menyelamatkan diri ketika banjir bandang menerjang meski sempat tertindih material rumah yang roboh. Ia terluka di siku kanan.
Sayang nasib baik tak berpihak pada tetangga mereka yakni pasangan Sarip dan Wiji. Kediaman mereka rata dengan tanah. Pasangan ini ditemukan meninggal terseret arus banjir bandang. Jenazah mereka ditemukan pada Kamis malam oleh Tim SAR Terpadu.
Banjir bandang di Batu mengakibatkan kerusakan di enam lokasi. Masing-masing di Dusun Sambong dan Dusun Beru di Desa Bulukerto; Jalan Raya Dieng dan Desa Sidomulyo di Kecamatan Batu; Desa Sumberbrantas dan Desa Punten di Kecamatan Bumiaji.
Baca juga: Kerusakan Akibat Banjir Bandang di Kota Batu
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Batu hingga Jumat (5/11) menyebutkan ada enam korban jiwa. Banjir juga merusak rumah, menghanyutkan kendaraan hingga ternak.
Beberapa jalan atau akses dari dan ke Bulukerto turut terputus. Sampai Jumat petang, Jalan Cemara Intan atau akses dari seberang Pasar Wisata Sidomulyo masih tertutup material bangunan yang rubuh sekaligus batu, pasir, lumpur, dan pohon yang dibawa banjir bandang.
Kondisi serupa terjadi di akses dari Jalan Mawar Hijau dan Jalan Kenanga serta Jalan Purwosenjoto. Untunglah masih ada dua-tiga akses jalan gang yang bisa dilalui sepeda motor dan mobil untuk mobilitas penanganan dampak bencana terutama pengerahan alat berat, truk logistik dan utilitas.
“Banjir bandang sampai merusak lahan warga tidak pernah terjadi sebelumnya. Kalau tidak salah, 2004, pernah terjadi banjir di atas, di Desa Sumberbrantas tetapi tidak berdampak sampai ke sini apalagi sampai merusak di Bulukerto,” ujar Sutrisno, warga Sumbergondo.
Baca juga: Seluruh Kepala Daerah di Jatim Diminta Siaga
Dibantu aparatur terpadu, warga kini bergotong royong membersihkan material banjir bandang dibantu TNI, Polri, relawan, hingga tenaga kesehatan. Bantuan berupa tenaga hingga makanan pun berdatangan.
Rusaknya Hulu
Warga Sumbergondo dan Bulukerto menduga material batu dan kayu yang terbawa arus banjir berasal dari kerusakan perbukitan di lereng barat daya Gunung Arjuno. Wilayah itu masuk wilayah Desa Sumberbrantas, Tulungrejo, Sumbergondo, dan Bulukerto.
Kawasan hulu yang gundul diduga ada di Pusung Lading di Sumbergondo. Ada juga yang menduga kerusakan alam di wana wisata Gunung Pucung. Kompas mencoba menembus dan tiba di Gunung Pucung tetapi tidak menemukan tebing atau bagian lanskap yang longsor. Adapun ke Pusung Lading, belum ada jalan yang bisa ditembus.
Namun, dugaan warga itu cukup masuk akal mengingat hulu sungai tadah hujan yang banjir berada di lereng barat daya Gunung Arjuno mendekati Pusung Lading, Gunung Pucung, atau perbukitan di sana.
Mengapa perbukitan lereng barat daya diyakini sebagai sumber material banjir bandang? Lihatlah batu-batu seukuran becak, kayu gelondongan yang membusuk, dan material tanah cokelat kehitaman. Material itu tidak ditemukan di lahan budidaya warga.
Batu dan kayu berukuran besar amat mungkin berasal dari aktivitas perambahan hutan di lereng barat daya Gunung Arjuno selama bertahun-tahun. Hujan intensitas tinggi beberapa hari terakhir di Batu akhirnya meluncurkan material itu ke bawah yang berdampak amat merusak terutama di kawasan Bulukerto.
Untuk memastikan dugaan itu sebenarnya tidak terlalu sulit. Kawasan hulu Daerah Aliran Sungai Brantas di Sumberbrantas yang berupa perbukitan sudah banyak yang dikupas menjadi lahan budidaya sayur. Demikian pula terjadi di perbukitan Tulungrejo yang notabene berada lebih di atas dari Sumbergondo dan Bulukerto.
Hamparan bukit yang ditanami sayur, stroberi, apel, jeruk, daun bawang, tomat terlihat jelas dari Jalan Raya Sumberbrantas menuju Cangar di Kabupaten Mojokerto.
Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko mengakui adanya banjir lumpur menandakan tutupan lahan yang kurang. Sejak beberapa tahun lalu, Pemkot Batu, menurut Dewanti, sudah membuat program satu nama satu pohon untuk mengatasi perbukitan yang gundul.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Brantas Muhammad Rizal berharap aparatur terpadu dan masyarakat segera mengupayakan perbaikan kawasan resapan air di hulu dan hilir DAS Brantas. Tidak bisa dipungkiri adanya pemanfaatan lahan untuk budidaya pertanian, pariwisata, permukiman yang meningkatkan risiko bencana. Kawasan yang seharusnya menjadi resapan terbuka untuk lahan pertanian, objek wisata, dan permukiman.
Senada, Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya Malang Adi Susilo, mengatakan banjir biasanya terjadi karena tidak terjadi infiltrasi air ke dalam tanah, karena pori-pori tanah tertutup. Penutupan pori-pori ini bisa jadi karena memang lahan tertutup bangunan, atau karena tidak ada akar tanaman keras yang bisa memungkinkan air bisa melewatinya dan masuk ke dalam tanah.
“Kontur wilayah cekungan Kota Batu di mana berada di antara gunung, juga sangat berpengaruh. Jika sudut lahan semakin terjal, atau kemiringannya kian tinggi, maka pergerakan tanah terbawa air akan semakin cepat. Apalagi di sana saya lihat sungai-sungai yang tercipta merupakan sungai muda berbentuk V dan bukan U. Sehingga, material tanah semakin mudah terbawa air,” kata Adi.
Namun hal yang perlu diingat, manusia tidak boleh menyalahkan hujan yang merupakan anugerah Sang Pencipta. Yang perlu disalahkan adalah manusianya yg memperlakukan alam sehingga terjdi bencana seperti itu.
Baca juga: Mari Berantas Ancaman pada brantas