Blokade Jalan Rusak di Sultra Berulang, Warga Tagih Keberpihakan Pembangunan
Aksi blokade jalan rusak di Sulawesi Tenggara kembali berulang. Warga menganggap pemerintah tidak memberikan perhatian terhadap infrastruktur jalan dan malah menghamburkan anggaran untuk proyek yang tidak mendesak.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KONAWE SELATAN, KOMPAS — Puluhan warga Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, memblokir jalan ruas lintas provinsi. Mereka menuntut janji perbaikan jalan serta keberpihakan pemerintah. Saat banyak ruas jalan rusak dan minimnya anggaran perbaikan, pemerintah malah mengerjakan jalan dengan anggaran lebih dari Rp 1 triliun yang dianggap tidak mendesak.
Pemblokiran jalan ruas Konawe Selatan-Kendari ini dilakukan warga Desa Ambololi, Konda, sejak Senin (25/10/2021) pagi. Warga menutup seluruh badan jalan sehingga menyebabkan kemacetan lebih dari 1 kilometer. Ratusan kendaraan terjebak di jalan utama menuju dan dari ibu kota provinsi, Kendari, ini.
Edi (36), warga setempat, menyampaikan, aksi pemblokiran ini merupakan wujud kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang tidak menepati janji. Dua pekan lalu warga juga melakukan aksi menuntut perbaikan jalan, tetapi hingga kini tidak ada upaya penanganan.
Di wilayah sekitar Desa Ambololi ini, KATA Edi, ada sejumlah ruas jalan yang rusak lebih dari satu tahun. Kecelakaan akibat jalan rusak juga sering terjadi, baik melibatkan warga sekitar maupun pengendara yang melintas. ”Tiga hari lalu ada kecelakaan juga di sini. Makanya, kami protes terus untuk perbaikan. Dijanjikan dua minggu, sampai sekarang belum ada penanganan,” katanya.
Ngadiono (55), pengendara yang ingin ke Kendari, mengatakan, dirinya terjebak kemacetan lebih dari 2 jam. Ia berencana menuju Kendari untuk membeli ikan di pelelangan untuk dibawa ke pasar dan langganan.
Meski begitu, ia mendukung upaya warga untuk perbaikan jalan. Selama ini, ia kesulitan menempuh jarak lebih dari 50 kilometer menuju Kendari karena banyaknya jalan yang rusak. ”Biar sekalian diperbaiki jalannya. Jalan yang seharusnya ditempuh lebih dari 1 jam bisa dua kali lipat karena jalan rusak,” katanya.
Beberapa ruas jalan yang menghubungkan Kendari dan Konawe Selatan ini bolong di beberapa titik. Kerusakan jalan semakin parah saat hujan turun sehingga membuat kendaraan harus antre. Ruas utama ini dilalui berbagai jenis kendaraan, termasuk kendaraan berat yang membawa material dari perusahaan pertambangan ataupun perkebunan.
Kami berharap pemerintah segera melakukan penanganan secara menyeluruh, tidak hanya dengan pengerasan, tetapi juga pengaspalan.
Koordinator aksi warga, Syahriman Hamdani, menyampaikan, pemblokiran jalan dilakukan seiring tidak ditunaikannya janji pemerintah, khususnya Dinas Bina Marga Sultra, terkait dengan perbaikan jalan. Sejak dua pekan lalu, pihak dinas berjanji melakukan penanganan, tetapi tidak kunjung dilakukan.
Bersama warga sekitar, pihaknya lalu melakukan pemblokiran jalan agar pemerintah menunaikan janji. Setidaknya, upaya penanganan bisa dilakukan dengan segera agar warga tidak kesulitan dan tidak menimbulkan kecelakaan lagi.
”Kami berharap pemerintah segera melakukan penanganan secara menyeluruh, tidak hanya dengan pengerasan, tetapi juga pengaspalan. Tidak hanya di wilayah Konda, tetapi sampai ke daerah lain yang juga rusak,” kata Syahriman.
Penanganan jalan, katanya, merupakan hal yang mendesak dan merupakan infrastruktur dasar yang harus diprioritaskan. Namun, selama ini pemerintah seakan tidak memberi perhatian lebih, malah melakukan pengerjaan jalan yang tidak mendesak.
Salah satunya adalah pengerjaan Jalan Pariwisata Kendari-Toronipa yang menelan anggaran lebih dari Rp 1 triliun. ”Seharusnya Pemprov Sultra mengutamakan jalan utama yang berlubang dan rusak seperti ini. Bukan malah bikin jalan baru yang tidak mendesak,” katanya.
Setelah berdialog dengan perwakilan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Sultra, warga membuka blokade jalan setelah tujuh jam. Warga dijanjikan untuk penanganan sementara dan pengaspalan satu bulan ke depan.
Kepala Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Sultra Nuraidah menjelaskan, penanganan sementara dengan pengerasan akan dilakukan dalam satu hingga dua hari ke depan. Setelah itu, pihaknya menunggu anggaran perubahan yang lalu dilanjutkan dengan pengaspalan.
Menurut Nuraidah, perbaikan jalan tidak bisa dilakukan secara menyeluruh di semua ruas di Sultra. Dengan tanggung jawab lebih dari 1.000 kilometer yang terbagi dalam 52 ruas jalan, anggaran yang dibutuhkan cukup besar. Sementara itu, saat ini anggaran perbaikan yang diusulkan sekitar Rp 10 miliar.
”Harus ada prioritas karena dari 52 ruas jalan yang ada, lebih dari 20 yang harus ada penanganan. Tapi, karena keterbatasan anggaran, mesti ada prioritas. Untuk di ruas jalan ini, kami segera lakukan penanganan, lalu pengaspalan,” ucapnya.
Kami di DPRD kabupaten tidak bisa berbuat banyak karena itu bukan jalan kabupaten.
Pemblokiran jalan rusak di Sultra bukan kali ini saja terjadi. Pada April lalu, sejumlah ruas jalan di wilayah Konawe Selatan yang rusak dan berlubang selama bertahun-tahun lamanya ditanami puluhan pohon di tengah jalan. Di poros Konawe Selatan-Bombana, Desa Watumarembe, Kecamatan Palangga, misalnya, pohon pisang berderet di tengah jalan. Pohon ini berdiri tepat di tengah jalan, di mana bagian kanan dan kirinya berlubang parah.
Tidak hanya menanam, warga juga memblokade jembatan dengan batu dan menyisakan sekitar 1 meter untuk pengendara motor. Batu-batu besar tertumpuk di badan jembatan selebar 4 meter tersebut. Para pengendara mobil yang melalui jalan penghubung Konawe Selatan-Bombana ini harus memutar karena akses tertutup.
Ketua Komisi III DPRD Konawe Selatan Herman Pambahako mengatakan, kondisi jalan di beberapa bagian memang rusak berat. Jalan yang merupakan tanggung jawab Pemprov Sultra tersebut telah puluhan tahun tidak diperbaiki secara total. Aksi masyarakat, kata Herman, bisa jadi wujud kekecewaan karena jalan yang tidak pernah tuntas.
”Kami di DPRD kabupaten tidak bisa berbuat banyak karena itu bukan jalan kabupaten. Kami akan berkoordinasi untuk mempertanyakan hal ini ke provinsi sebab tidak gampang juga mengambil alih pekerjaan jalan karena itu harus ada penurunan status,” ucap Herman.
Pada September lalu, warga Kendari juga melakukan blokade jalan rusak akibat tahunan tanpa perbaikan. Mereka menuntut agar perbaikan dan pengaspalan segera dilakukan supaya tidak terjadi kecelakaan akibat jalan yang berlubang dan sulit dilalui.