Tahunan Tanpa Perbaikan, Warga Konawe Selatan Tanam Pisang dan Blokade Jalan
Bertahun-tahun tanpa adanya perbaikan, warga di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menanam puluhan pohon pisang di tengah jalan. Warga menuntut Pemprov Sultra untuk segera memperbaiki jalan itu.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Bertahun-tahun tanpa adanya perbaikan, warga di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menanam puluhan pohon pisang di tengah jalan. Warga juga memblokade jembatan dengan batu sehingga tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Warga menuntut Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera memperbaiki jalan yang menjadi urat nadi aktivitas masyarakat itu.
Sejumlah ruas jalan di wilayah Konawe Selatan yang rusak dan berlubang selama bertahun-tahun lamanya ditanami puluhan pohon di tengah jalan, seperti terlihat pada Senin (5/4/2021). Di poros Konawe Selatan-Bombana, Desa Watumarembe, Kecamatan Palangga, misalnya, pohon pisang berderet di tengah jalan. Pohon ini berdiri tepat di tengah jalan, di mana bagian kanan dan kirinya berlubang parah.
Kendaraan berbagai jenis yang melalui jalan di bawah tanggung jawab Pemprov Sultra ini harus antre dan memelankan kecepatan. Di lokasi yang terdapat lubang besar, kendaraan harus bergiliran lewat saat berpapasan.
”Bersama warga lainnya, kami sengaja tanam pisang di tengah jalan karena sudah lima tahun begini terus jalannnya. Berlubang parah dan tidak pernah diperbaiki total,” kata Supri (48), warga Desa Watumarembe.
Kondisi jalan ini, menurut Supri, membuat warga kesulitan beraktivitas. Saat terik, jalan berdebu dan harus antre. Saat hujan turun, jalan menjadi kubangan lumpur yang semakin menyulitkan saat berkendara.
Belum lagi kecelakaan yang terjadi hampir setiap hari. Kecelakaan rutin terjadi, baik oleh pelintas yang melintasi jalan maupun warga sekitar. Warga lalu memutuskan untuk mengambil pohon pisang di kebun lalu menanamnya di jalan. Sedikitnya ada 13 pohon pisang yang ditanam di jalan sepanjang sekitar satu kilometer.
Tidak hanya di wilayah ini, di Desa Lalonggasu dan Kelurahan Ngapaha, Tinanggea, belasan tanaman juga berderet di jalan yang rusak. Tanaman pisang hingga palem ditanam di jalan sepanjang lebih dari dua kilometer. ”Warga tanam pisang ini sudah empat hari. Sudah capek jalan rusak terus tidak diperbaiki. Minggu lalu padahal ada pejabat negara yang lewat sini, tapi tidak ada perubahan,” kata Ruslan (38), warga Lalonggasu.
Kerusakan parah, tambah Ruslan, terus terjadi seiring masifnya kendaraan besar melalui jalan tersebut. Truk-truk pengangkut tebu milik perusahaan di Bombana, juga perusahaan tambang yang ada di sekitar Tinanggea, membuat jalan rusak parah. Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah segera memperbaiki akses utama masyarakat ini.
Tidak hanya menanam, warga juga memblokade jembatan dengan batu dan menyisakan sekitar 1 meter untuk pengendara motor. Batu-batu besar tertumpuk di badan jembatan selebar 4 meter tersebut. Para pengendara mobil yang melalui jalan penghubung Konawe Selatan-Bombana ini harus memutar karena akses tertutup.
Jusmani (40), warga Ngapaha, menjelaskan, dirinya bersama sejumlah warga lainnya memang sengaja meletakkan timbunan batu di jembatan untuk memblokade jalan. Sebab, menanam pohon dirasakan tidak berguna dan tidak membuat pemerintah mengambil langkah.
”Sudah sering kita protes, sampai pernah dibuatkan surat perjanjian agar jalan diperbaiki. Tetapi, kami cek tidak ada anggaran tahun ini untuk perbaikan jalan. Kami sudah hilang kesabaran puluhan tahun jalanan rusak tidak ada perbaikan,” katanya.
Kami tidak butuh banyak proyek ada di sini. Hanya jalan untuk kebaikan bersama.
Selama ini, ia melanjutkan, perbaikan jalan hanya dilakukan dengan menambal jalan yang rusak. Hanya beberapa minggu, jalanan kembali rusak dan hancur. Kondisi jalan bertambah rusak sejak dua tahun terakhir. Truk perusahaan tambang dan perusahaan tebu hilir mudik setiap hari dengan beban berat. Padahal, kondisi jalan dan jembatan hanya mampu untuk kendaraan dengan bobot kecil.
Jusmani melanjutkan, aksi ini bukan untuk mempersulit warga yang melintas di jalan penghubung kabupaten ini. Akan tetapi, ini untuk membuat Pemprov Sultra melihat kondisi di lapangan dan segera mengambil tindakan. ”Kami tidak butuh banyak proyek ada di sini. Hanya jalan untuk kebaikan bersama. Pemprov Sultra bisa bikin Jalan Toronipa sampai triliunan rupiah, di sini paling habis berapa. Kenapa tetap dibiarkan begini?” kata Jusmani.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Konawe Selatan Herman Pambahako menuturkan, kondisi jalan di beberapa bagian memang rusak berat. Jalan yang merupakan tanggung jawab Pemprov Sultra tersebut telah puluhan tahun tidak diperbaiki secara total.
Aksi masyarakat, tutur Herman, bisa jadi wujud kekecewaan karena jalan yang tidak pernah tuntas. ”Kami di dewan kabupaten tidak bisa berbuat banyak karena itu bukan jalan kabupaten. Kami akan berkoordinasi untuk mempertanyakan hal ini ke provinsi karena tidak gampang juga mengambil alih pekerjaan jalan karena itu harus ada penurunan status,” ucap Herman.
Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Sultra Abdul Rahim yang dihubungi tidak menjawab panggilan telepon hingga Senin malam. Pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan pendek juga tidak terbalas.
Andi Awaluddin, pengamat kebijakan publik dari Universitas Muhammadiyah Kendari, menilai, aksi tanam pohon masyarakat hingga memblokade jalan merupakan langkah wajar untuk menarik perhatian Pemprov Sultra. Sebab, selama puluhan tahun, jalan yang menjadi urat nadi aktivitas masyarakat itu terabaikan dan tidak mendapat penanganan.
”Jalan itu infrastruktur utama, tapi kenapa diabaikan. Jalan ini penghubung kabupaten dan sudah selayaknya diperbaiki, bukan malah membuat proyek mercusuar dengan anggaran triliunan rupiah,” tuturnya.
Selama tiga tahun terakhir, tambah Awaluddin, dirinya melihat kebijakan Pemprov Sultra tidak berfokus pada pelayanan masyarakat. Hal itu secara sederhana terlihat dari kebijakan infrastruktur jalan yang tidak melihat urgensi dan manfaat secara luas.
Akibatnya, masyarakat di daerah seperti tidak mendapat perhatian dari Pemprov Sultra yang memiliki tanggung jawab terhadap jalan dan infrastruktur lainnya. Ia berharap DPRD Sultra mengambil peran lebih untuk melakukan evaluasi terkait hal ini.