Saat Polisi Menjemput Perampok di Manado Lebih Cepat ketimbang Maut
Setelah merampok gerai penukaran uang, Jimmy (60) yakin polisi akan segera menemukannya. Ketimbang menanggung aib, ia ingin mengakhiri hidup. Namun, rencananya gagal karena polisi menangkapnya terlebih dulu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·6 menit baca
Sadar perampokan gerai penukaran uang yang dilakukan bakal terbongkar, Jimmy (60) gamang. Ia merasa tak kuat keluarganya mesti menanggung malu jika dirinya dijebloskan ke bui. Surat wasiat bunuh diri sempat dituliskan, tetapi polisi mencokoknya lebih cepat.
Sejak Jumat (22/10/2021) pagi, pikiran lelaki bernama lengkap Jimmy George Fernandinus itu tak jernih. Hatinya gelisah mengingat proyek bangunan di Kelurahan Teling, Manado, Sulawesi Utara, yang tak kunjung kelar mendekati tenggat waktu, 6 November. Padahal, kewajibannya sebagai kontraktor untuk menyelesaikan semuanya tepat waktu.
Celakanya, kantongnya sudah kering kerontang. Tak ada lagi dana yang bisa ia pakai, termasuk untuk melanjutkan pekerjaan dan membayar upah pekerja yang harus dibayarkan keesokan harinya, Sabtu (23/10). Uangnya betul-betul sudah habis, baik uang pribadi maupun proyek.
Di tengah keresahannya, ia keluar dari rumahnya di Kelurahan Bahu. Mengenakan kaus berkerah hitam, celana jins biru, dan sepatu biru putih, ia masuk ke mobil Nissan Juke merah miliknya, lalu pergi. Ia juga membawa tas punggung abu-abu berisi laptop dan beberapa perkakas tukang.
Pikiran Jimmy yang tak karuan terus berkecamuk selama perjalanan. Sebab, tak ada lagi yang bisa membantunya. Sudah terlalu banyak utang dipinjam, nyaris tak ada yang bisa dikembalikan. Nilainya pun mencapai ratusan juta rupiah.
Jimmy tak dapat menyalahkan siapa pun selain dirinya. Setiap kali ia meminjam uang ke teman, kerabat, dan bahkan perusahaan pembiayaan, hampir tak ada yang dimanfaatkan dengan baik untuk keluarga maupun proyek yang sedang ia pegang. ”Semua saya pakai untuk judi online,” ucapnya.
Masalah kian pelik karena Jimmy lebih sering kalah dalam jumlah besar. Bahkan, hasil penjualan ekskavator Rp 325 juta dari proyek yang sedang dikerjakannya habis tanpa sisa gara-gara judi daring.
Dalam perjalanan di Jelang pukul 09.00 Wita, Jimmy menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung penukaran uang di Jalan Wolter Mongisidi, PT Manado Inter Money Changer. Terlihat seorang pria sepuh seorang diri di lobi gedung. Pria itu adalah Welly Togas (71), sang pemilik gerai penukaran uang.
Kesempatan pun terlintas di depan mata. Seketika Jimmy merasakan adrenalin menyeruak deras dalam aliran darah. Ia keluar dari mobil dengan ransel di punggung, lalu menuju ke konter. Alih-alih menukarkan uang, ia langsung menuju belakang konter dan mengeluarkan palu dari ransel. Kepada Welly, Jimmy meminta semua uang diserahkan padanya.
Dalam ketegangan itu, Welly mencoba berdiri. Jimmy makin tegang, mengira korbannya mencoba melawan. Maka, dilayangkannya palu di genggaman ke kepala Welly. Tak ayal si pemilik toko berteriak dan membuat Jimmy kian panik. Dalam situasi itu, ia kembali mengayunkan palu berkali-kali ke arah Welly.
Jimmy makin tegang, mengira korbannya mencoba melawan. Maka, dilayangkannya palu di genggaman ke kepala Welly.
Seperti kesetanan, Jimmy menyasarkan palunya untuk menganiaya Welly hingga gagangnya patah. Setengah mati pula Welly yang bertangan kosong berupaya menangkis dengan lengannya. Ketika Welly lengah, Jimmy pun membuka laci konter dan menemukan amplop coklat tebal, lalu mengambilnya.
Merasa telah menemukan apa yang dicari, Jimmy melemparkan sembarang benda yang dilihatnya ke arah Welly, termasuk mesin penghitung uang. Kemudian ia segera berlari kembali ke mobilnya untuk mengambil langkah seribu. Welly tertatih mengejarnya menuju trotoar, tetapi tak mampu menangkapnya. Ia pun berteriak minta tolong.
Meissry Kapiah (41), pekerja di toko perkakas di samping gerai PT Manado Inter Money Changer, terperanjat melihat tetangganya. Ia pun menelepon istri Welly dan memintanya segera datang. Yang ditelepon datang sesaat kemudian, lalu buru-buru membawa Welly ke rumah sakit.
Situasi drama seusai perampokan itu pun viral di media sosial. Seorang pengendara berhenti untuk merekam keadaan Welly yang terluka dengan. Polisi pun datang untuk mencari barang bukti yang tertinggal dan memeriksa rekaman kamera pengawas.
Bunuh diri
Setelah menggondol amplop coklat dari gerai penukaran uang milik Welly, Jimmy berhasil kabur. Setelah cukup jauh dari tempat beraksinya, ia lalu membuka amplop itu. Isinya Rp 15 juta. Jumlah itu cukup menutupi kewajiban upah pekerja yang harus dibayarkan Sabtu ini.
Celakanya, tetikus (mouse) laptopnya hilang dari tas, kemungkinan terjatuh ketika ia sedang beraksi. Palu yang ia pakai untuk menyerang Welly si pemilik gerai juga terjatuh entah di mana. Tak sempat terpikirkan olehnya pula mengenakan sarung tangan sebelum beraksi. Praktis sidik jarinya tertinggal di tempat kejadian.
Pada saat itulah ia sadar, polisi akan segera menemukannya. Ia pun akan segera jadi narapidana dan mendekam di penjara. Pikirannya pun gamang. Nama baik keluarganya akan hancur. Terlebih, istrinya, Meathy, adalah seorang pelayan khusus bagi jemaat di lingkungan gereja mereka, sebuah jabatan terhormat bagi umat Kristen Protestan di Manado.
Pikirnya, lebih baik mati daripada harus menanggung segala malu itu. Apalagi, Jimmy tak pernah memberi tahu keluarganya soal tumpukan utangnya. Maka, menjelang sore, pria yang sudah masuk masa-masa usia lanjut itu pun pulang ke rumah. Ia membuka laptop dan mulai menulis sebuah surat perpisahan, catatan bunuh diri.
Pikirnya, lebih baik mati daripada harus menanggung segala malu itu. Apalagi, Jimmy tak pernah memberi tahu keluarganya soal tumpukan utangnya.
”Meathy, anak-anak, dan cucu-cucu tersayang…. Saya minta maaf sebesar-besarnya karena harus mengambil jalan ini, bunuh diri. Banyak sekali kesalahan yang sudah saya perbuat. Saya mengambil jalan ini karena tidak mau membuat kalian semua menanggung malu yang lebih besar. Cukuplah malu sekali ini saja daripada malu yang lebih besar lagi,” tulisnya.
Dalam surat itu, Jimmy mengakui frustrasinya karena tak punya biaya untuk merampungkan proyek dan membayar upah pekerja. Ia juga mengaku telah merampok dari PT Manado Inter Money Changer dan melukai pemilik gerai.
Jimmy akhirnya juga mengungkap adiksinya terhadap judi daring dan betapa banyak uang yang sudah ia habiskan. Ia meminta keluarganya merelakan dua truk sampah yang telah ia gadaikan di lembaga pembiayaan. Mobil Nissan X-Gear milik seorang anak bernama Echy bahkan juga sudah ia gadaikan.
”Tapi cuma saya pakai judi. Coba bicara baik-baik dengan Echy, apakah dia mau membiarkan BFI (perusahaan pembiayaan) menyitanya atau dia mau cicil Rp 2.713.500 per bulan sebanyak 24 kali. Saya minta maaf karena sudah bikin susah kalian semua,” tulis Jimmy.
Namun, belum sempat paragraf penutup dan salam perpisahan selamanya ia tulis, tiba-tiba pintu digedor. Segerombol pria berbadan besar, berkaus hitam, dan bercelana jins datang bertamu. Rupanya, polisi datang lebih cepat daripada maut.
Jimmy diperiksa malam itu juga. Polisi mengumpulkan beberapa barang bukti, seperti pakaian, sepatu, dan palu yang dipakainya untuk menyerang. Kepala Polresta Manado Komisaris Besar Elvianus Laoli mengumumkan, Jimmy melanggar Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan terancam paling lama 9 tahun penjara.
Sembilan jam setelah aksi kriminalnya, Jimmy dipastikan masuk tahanan untuk diadili. Takdir menyelamatkan Jimmy dari aksi bunuh diri dan memilih dirinya mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.