Memanen Energi Bayu dan Surya di Kampung Laut Cilacap
Dusun Bondan di Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, kian terang dari aliran listrik bersumber tenaga surya dan bayu. Harapan akan kehidupan yang lebih baik di dusun terpencil ini pun kian merekah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Berada di lokasi yang terpencil, bertahun-tahun sejumlah warga Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, hidup tanpa listrik. Harapan atas kehidupan yang lebih baik merekah saat potensi terpendam di dusun itu menghadirkan terang, yakni energi bayu dan surya.
Angin di Segara Anakan, laguna di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan, berembus menggoyangkan dedaunan nipah serta bakau. Embusannya yang kian kencang ikut memutar kincir angin pembangkit listrik tenaga bayu yang berada tinggi menjulang di atas tiang.
Di bawahnya, puluhan panel tenaga surya menangkap terik matahari yang menyengat. Kedua karunia alam itu tengah ”dipanen” untuk diolah menjadi energi terbarukan yang menerangi kehidupan 40 keluarga di Dusun Bondan yang terpencil.
Untuk mencapai dusun ini, dari Dermaga Sleko di pusat kota Cilacap butuh waktu 1,5-2 jam menggunakan perahu motor. Adapun jika hendak ke pusat desa di Desa Ujung Alang, butuh waktu hingga 30 menit juga menggunakan perahu.
”Pertama dulu sangat merasa menyesal dibawa ke sini. Akses ke mana-mana jauh dan di Bondan ini sejak 2014, sekitar tiga tahun ngalamin gelap. Tahun 2017 mulai terang ada listrik meski terbatas hanya untuk dua lampu,” kata Susi Susanti (23) asal Cianjur, Jawa Barat, yang diboyong suaminya ke Dusun Bondan, saat ditemui pada Rabu (6/10/2021).
Susi mengisahkan, dulu penerangan di malam hari hanya menggunakan lampu sentir atau kelenting, yaitu penerangan dari sumbu kompor yang direndam minyak tanah pada ujungnya. Dia diboyong sang suami, Muhammad Saefuloh (32) warga Bondan, yang sehari-hari bekerja sebagai petambak udang dan bandeng.
”Dulu kalau mau makan itu harus pas siang. Kalau makan malam hari, tidak kelihatan. Apalagi kalau makan ikan, takut ketulangan (menelan duri) karena tidak ada lampu,” ujarnya.
Listrik mulai masuk Dusun Bondan pada 2017, ketika ada bantuan program tanggung jawab sosial (CSR) Pertamina untuk pemasangan kincir angin di sejumlah lokasi. Satu kincir angin diperuntukkan bagi lima rumah, dengan setiap rumah baru bisa menikmati penerangan dua lampu.
”Sekarang sudah ada PLTH (pembangkit listrik tenaga hybrid, surya dan bayu). Selain bisa untuk menyalakan beberapa lampu, juga bisa untuk menyalakan televisi, radio, juga kipas angin,” kata Susi.
Warga RT 002/RW 008 ini bersyukur karena anaknya, Muhammad Cahyana, yang kini berusia lima tahun juga bisa belajar serta mengaji di malam hari. ”Sekarang ngaji juga bisa malam hari. Dulu sama sekali tidak bisa. Ke mana-mana bawa lampu minyak, kalau keluar rumah sentir dibawa keluar, masuk kamar mandi juga bawa sentir,” paparnya.
Air bersih
Selain listrik sebagai penerangan, energi yang bersumber dari tenaga surya dan tenaga bayu itu juga dimanfaatkan untuk menyuling air payau menjadi air tawar sejak 2020. Lewat program Sidesi Mas atau singkatan dari Sistem Desalinasi Air Berbasis Masyarakat, warga setempat tidak lagi kesulitan mendapatkan air bersih.
”Dulu kalau beli air harus ke Ujung Alang pakai perahu. Harga air dulu satu jeriken Rp 3.000, sekarang kalau beli harganya sampai Rp 5.000. Dengan adanya Sidesi Mas, kalau perlu air tinggal nenteng ke situ. Lebih murah, lebih cepat, lebih hemat, lebih terjangkau juga,” kata Susi yang hanya mengeluarkan biaya Rp 1.500 per jeriken air bersih berkapasitas 30 liter.
Menurut Muhammad Saefuloh, suami Susi yang juga pengurus Sidesi Mas, instalasi penyulingan air bersih ini bisa berkapasitas 2.000 liter per hari. Air diambil dari tambak yang ada di sekitar Dusun Bondan, lalu ditampung dulu di tandon air selama semalam. Kemudian, air payau difilter dengan membran supaya jadi air tawar dan bersih.
”Iuran per jeriken Rp 1.500 ini untuk biaya perawatan, misalnya sebulan sekali untuk ganti filter. Per hari setiap rumah dibatasi lima jeriken masing-masing ukuran 30 liter,” katanya.
Fasilitas pengolahan air bersih hanya dipakai warga saat musim kemarau. Jika musim hujan, warga banyak menampung air hujan dengan drum yang disediakan di depan rumah untuk keperluan sehari-hari.
Dengan PLTH, harapannya ekonomi masyarakat bisa tumbuh, akses pendidikan bagi anak-anak juga lebih baik. Ini juga upaya kami mendukung program SDGs (Sustainable Development Goals) terkait pengentasan kemiskinan.
Muhammad Jamaludin (29), warga setempat lain, juga menyampaikan, sebelum adanya Sidesi Mas, dia harus membeli air hingga ke Nusakambangan. Dengan biaya hingga Rp 250.000 untuk sembilan drum air bersih sekitar 2.000 liter, air bersih itu bisa dipakai selama sepekan bagi keluarganya.
”Ke sana harus pakai perahu dan butuh waktu sekitar tiga jam. Jadi, harus berangkat pukul 03.00 atau 04.00 supaya bisa dapat air. Kalau kesiangan bisa tidak kebagian air,” ujar Jamaludin.
Jamaludin yang juga pegawai humas PLTH menyampaikan, kehadiran listrik di dusunnya sangat membantu kehidupan warga, terutama untuk mendukung aktivitas malam hari. Pada 2017 ada 14 kincir angin yang masing-masing dimanfaatkan bagi penerangan lima rumah. Kemudian pada 2018, listrik ditingkatkan dengan daya 6.000 watt peak, lalu 2019 menjadi 12.000 watt peak, dan pada 2020 menjadi 16.200 watt peak.
”Dengan membayar iuran Rp 25.000 per bulan, warga bisa memanfaatkan listrik hingga 500 watt. Ini bisa untuk menyalakan beberapa lampu, televisi, radio, juga rice cooker,” katanya.
Kepala Dusun Bondan Irawan menyebutkan, di dusunnya terdapat 74 keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 224 orang. Dari 74 keluarga itu, 40 keluarga memanfaatkan listrik dari PLTH dari CSR Pertamina karena lokasinya yang terpencil sehingga sulit mendapatkan jaringan listrik reguler.
”Sebelum adanya listrik dari PLTH ini, dulu azan di mushala dikumandangkan dengan listrik pakai tenaga aki,” ujar Irawan.
Pejabat Sementara Area Manager Communication, Relations & CSR PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap Ibnu Adiwena menyampaikan, CSR Pertamina berupaya mendorong kemandirian energi bagi wilayah 3T, yaitu terluar, terdepan, dan tertinggal.
”Dengan PLTH, harapannya ekonomi masyarakat bisa tumbuh, akses pendidikan bagi anak-anak juga lebih baik. Ini juga upaya kami mendukung program SDGs (Sustainable Development Goals) terkait pengentasan kemiskinan,” kata Ibnu.
Dari setiap putaran kincir angin serta sengatan mentari di Dusun Bondan, hadir energi listrik yang menghidupi sekaligus menyalakan harapan warga untuk bisa hidup lebih baik. Air bersih bisa lebih mudah dinikmati, mengaji dan belajar pun bisa dilakukan di malam hari. Dengan demikian, masa depan Muhammad Cahyana beserta anak-anak lain di dusun ini pun dapat semakin bersinar.