Ribuan ton tembakau di Kabupaten Temanggung masih menumpuk di petani karena belum dibeli pabrik. Petani juga menanggung harga beli rendah dan penurunan panen tembakau akibat cuaca.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Mendekati akhir musim panen, ribuan ton tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tak terserap pabrik. Tembakau itu masih menumpuk di gudang petani dan pedagang. Pihak pabrikan diminta untuk terus menyerap hasil tembakau hingga tuntas.
Pada tahun-tahun sebelumnya, aktivitas panen dan pembelian tembakau sudah tuntas pada pertengahan Oktober. Sementara panen raya tembakau berlangsung pada Agustus-September.
Permintaan kepada pabrikan untuk menyerap tembakau petani hingga tuntas itu sudah disampaikan Pemerintah Kabupaten Temanggung melalui surat tertulis ke kantor-kantor pusat pabrik rokok, seperti Gudang Garam dan Djarum, dan ke kantor-kantor pewakilan pabrik tersebut di Kabupaten Temanggung.
”Kami berharap dan masih menunggu pabrik membeli habis semua tembakau petani hingga di akhir musim panen, Oktober atau November mendatang,” ujar Bupati Temanggung M Al Khadziq, Minggu (17/10/2021).
Luas areal tembakau di Kabupaten Temanggung tahun 2021 terdata sekitar 18.500 hektar, dengan produktivitas tanaman mencapai 6,5 kuintal per hektar. Total produksi tembakau tahun ini, diperkirakan mencapai sekitar 12.000 ton, dan realisasi panen saat ini baru mencapai 90 persen atau sekitar 11.000 ton.
Adapun dari hasil pengecekan dan pendataan di lapangan, sekitar 1.500 ton tembakau yang telah dipanen saat ini masih menumpuk di petani dan pedagang.
Intensitas hujan cukup tinggi pada Agustus-September lalu juga mengganggu panen. Saat ini, lebih dari 1.000 ton tembakau juga belum dipanen dan masih berada di lahan.
Tuhar, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kecamatan Kledung, mengatakan, saat ini, baru sekitar 50 persen hasil tembakau di Kecamatan Kledung terserap pabrik. ”Sekitar 50 persen hasil panen tembakau sisanya masih menumpuk di petani dan di pedagang,” ujarnya, Minggu (17/10/2021). Tembakau yang belum terserap tersebut adalah hasil panen tembakau Agustus-September 2021.
Luas areal tembakau di Kecamatan Kledung mencapai sekitar 2.000 hektar dengan produktivitas lahan mencapai 8 kuintal tembakau kering per hektar. Total produksi tembakau di Kecamatan Kledung tahun ini diperkirakan mencapai sekitar 1.600 ton.
Sekitar 50 persen hasil panen tembakau sisanya saat ini masih menumpuk di petani dan pedagang.
Sekalipun mendapatkan informasi bahwa pabrik masih membeli tembakau, menurut dia, kondisi ini membuat banyak petani kian cemas harga pembelian makin anjlok di minggu-minggu mendatang.
”Biasanya, tembakau yang dibeli di akhir musim dan lama menumpuk di petani dianggap sebagai komoditas rusak atak gagal sehingga dibeli dengan harga rendah,” ujarnya.
Petani juga makin cemas karena rata-rata tembakau yang sudah terserap saat ini hanya dibeli dengan harga rendah, berkisar Rp 40.000-Rp 45.000 per kilogram (kg) tembakau kering, bahkan sebagian di antaranya hanya laku terjual Rp 30.000-Rp 35.000 per kg. Harga ini jauh merosot dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang biasanya berkisar Rp 70.000-Rp 80.000 per kg.
Sementara itu, sebagian petani yang hasil panennya sudah dibeli pun belum merasa lega karena uang pembayaran belum diterima. ”Padahal, saya memerlukan biaya untuk memulai aktivitas menanam komoditas lain,” ujar Ngusman, petani asal Desa Bansari, Kecamatan Bansari. Ngusman saat ini sebenarnya berencana untuk segera menanam bawang merah.
Ngusman memiliki 7.000 tanaman tembakau. Semula, dari 2 kuintal tembakau kering yang dipanennya, dia dijanjikan oleh pedagang hasil panennya akan laku terjual dengan harga Rp 45.000 per kg. Harga ini pun jauh lebih rendah daripada tahun lalu, di mana sebelumnya harga pembelian tembakau masih berkisar Rp 60.000-Rp 70.000 per kg.
Kondisi rendahnya harga dan pengambilan tembakau yang belum dibayar ini, menurut dia, makin memukul petani yang saat ini mengalami penurunan hasil panen. Karena tingginya intensitas hujan menjelang panen pada Agustus, Ngusman mengatakan, hasil panen yang didapatkan berkurang 60 persen dari biasanya.