Mengembalikan Kejayaan Nilam Aceh
Minyak nilam Aceh kini kembali jadi primadona, harga jual naik, dan sejumlah produk lokal berbahan minyak nilam muncul. Inilah saatnya mengembalikan kejayaan nilam Aceh.
Minyak nilam atau atsiri Aceh pernah jaya. Namun, ulah mafia dagang mempermainkan harga membuat petani terpukul. Kini, setelah diintervensi oleh para pihak, harga minyak nilam stabil dan produk turunan satu per satu lahir. Momentum mengembalikan kejayaan nilam Aceh.
Saat tiba di tanjakan terakhir, Suhardi (48), petani di Desa Geunteut, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, menunjukkan hamparan hijau yang terletak 300 meter di depan sana. ”Itu nilamnya, usia delapan bulan, hari ini panen pertama,” kata Suhardi, Minggu (3/10/2021).
Suhardi menuntun tim dari Atsiri Research Center (ARC)/Pusat Penelitian Nilam Universitas Syiah Kuala dan mahasiswa. Panen perdana dilakukan bersama-sama. Tim ARC akan meneliti kualitas tanaman dan produktivitas minyak dari nilam petani Geunteut.
Waktu itu, kami kaget tiba-tiba harga jatuh, padahal mau panen raya. Kabarnya dipermainkan toke (penampung).
Nilam milik Suhardi ditanam di lahan-lahan kosong di antara pohon durian. Dari luas lahan 3 hektar, 1 hektar ditanami nilam, sisanya ditanami cabai dan pinang.
Baca juga : Riset Nilam Unsyiah Hasilkan Sembilan Produk
”Ini uji coba. Kalau hasilnya bagus, akan saya perluas,” ujar Suhardi.
Sebenarnya menanam nilam bukan hal baru bagi ayah lima anak itu. Tahun 1997, dia juga pernah bertani nilam. Kala itu harga minyak nilam Rp 700.000 per kilogram (kg), bahkan pernah menyentuh Rp 1,2 juta per kg.
Warga Geunteut ramai-ramai menanam nilam. Selain durian, nilam menjadi tulang punggung ekonomi warga Geunteut. Namun, tahun 1999 harga minyak nilam anjlok ke posisi Rp 90.000 kg. Petani terpukul dan hilang semangat.
Dengan harga murah, jangankan untung, untuk biaya perawatan dan upah pekerja saja tidak cukup. Akhirnya nilam-nilam itu dibiarkan kering dan mati. Asa sejahtera bersama nilam pun sirna.
Baca juga : Aceh Perbanyak Usaha Berbahan Minyak Nilam
”Waktu itu, kami kaget tiba-tiba harga jatuh, padahal mau panen raya. Kabarnya dipermainkan toke (penampung),” kata Suhardi.
Peristiwa itu membuat petani Geunteut meninggalkan nilam. Mereka lebih fokus merawat durian, sawah, dan melaut. Desa Geunteut letaknya sangat strategis, diapit oleh laut dan perbukitan. Mayoritas warga berprofesi sebagai petani dan nelayan.
Bangkitkan semangat
Akhir tahun lalu, tim penliti ARC Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh mengajak warga Geunteut untuk kembali menanam nilam. ARC menyatakan komitmen untuk mendampingi petani dari hulu sampai hilir, dari pembibitan hingga menjamin pasar.
Ketua ARC Muhammad Syaifullah menuturkan, pemilihan Geunteut sebagai percontohan karena desa itu memiliki sejarah bertani nilam. Kehadiran ARC disambut hangat oleh petani Geunteut.
Mereka sepakat bibit yang akan ditanam di Geunteut harus berasal dari desa sendiri karena dianggap lebih tahan terhadap penyakit karena bisa menyesuaikan diri dengan cuaca.
Para petani menyisir hutan untuk mencari nilam sisa-sisa yang dulu sebagai bibit. Bibit itu disemai dan baru ditanami setelah terkupul banyak.
Masa-masa yang dinanti telah tiba, yakni panen nilam. Syaifullah mengaku cukup puas dengan kualitas tanaman. Nilam-nilam di Geunteut tanpa pupuk kimia atau organik. ”Kualitas sekitar 80 persen, tetapi untuk perdana, cukup bagus,” ujar Syaifullah yang ikut memotong batang-batang nilam milik Suhardi.
Kami telah menyusun program jangka panjang untuk Desa Geunteut. Warga harus kompak, ini kesempatan kita membangun desa lebih mandiri.
Baca juga : Nilam Angkat Ekonomi Kelompok Tani Timur
Tim ARC mendampingi petani mulai dari pembibitan, pola tanam, merawat tanaman, dan penyulingan. Desa Geunteut diproyeksi sebagai desa wisata atsiri dan akan mengajarkan warga cara membuat produk berbahan baku minyak nilam.
”Kami telah menyusun program jangka panjang untuk Desa Geunteut. Warga harus kompak, ini kesempatan kita membangun desa lebih mandiri,” ujar Syaifullah.
ARC didi rikan pada 2016. Berangkat dari keprihatinan para peniliti USK melihat harga minyak nilam tingkat petani sering jatuh harga, padahal di pasar dunia, nilam Aceh jadi rebutan. Penampung atau eksportir lokal nakal sengaja mempermainkan harga.
Petani dibuat tidak berkutik oleh pasar. Mereka tidak mempunyai pilihan sehingga meski harga murah terpaksa menjual minyak nilam.
Stabilkan harga
ARC mencoba mengintervensi harga dengan membeli langsung minyak nilam dari petani. Pembelian dilakukan oleh koperasi Inovac, sayap bisnis ARC. Harga terendah Rp 500.000 per kg, sedangkan harga tertinggi mengikuti harga pasar.
Jika penampung menurunkan harga di bawah Rp 500.000 per kg, ARC akan menampung semua minyak petani dengan harga Rp 500.000 per kg. ”Dengan begitu, petani mempunyai pilihan mau jual ke mana dan penampung tidak bisa memainkan harga,” kata Syaifullah.
Belakangan, harga minyak nilam stabil, antara Rp 600.000 hingga Rp 700.000 per kg. Kepastian harga membuat petani lebih semangat dan tenang.
Tidak berhenti di sana, ARC juga melahirkan pengusaha-pengusaha muda membuat produk berbahan minyak nilam, seperti parfum, aroma terapi, cairan pembersih tangan, dan lulur. Kini terdapat 30 usaha rintisan di bawah binaan ARC.
Syaifullah ingin suatu saat dari Desa Geunteut akan lahir produk turunan nilam. ”Saya yakin nanti akan lahir parfum dari Geunteut. Kita tidak perlu lagi beli parfum luar karena punya produk sendiri. Kami akan mengajarkan cara pembuatannya,” ujar Syaifullah kepada warga saat seremonial panen perdana.
Dengan adanya usaha-usaha rintisan itu, minyak nilam Aceh tidak lagi sepenuhnya diekspor. Paling tidak 20 persen telah diserap oleh usaha lokal. Diperkirakan serapan pasar lokal akan bertambah seiring penetrasi penjualan produk.
Baca juga : Perguruan Tinggi Dukung Inovasi Nilam di Aceh
Syaifullah menilai kondisi seperti ini membuat minyak nilam Aceh akan semakin mempunyai nilai tawar di pasar global. Mereka harus membeli dengan harga yang pantas. Sebab, jika tidak, petani akan menjual ke pasar lokal. Sementara bagi industri kosmetik global, minyak nilam menjadi bahan baku utama.
Produksi minyak nilam Aceh pada 2020 diperkirakan 380 ton, naik dari 150 ton pada lima tahun sebelumnya. Saat ini, petani nilam semakin ramai. Sekarang 16 kabupaten di Aceh mulai menanam nilam. Diprediksi produksi minyak nilam Aceh akan terus meningkat.
Salah satu usaha binaan ARC adalah parfum Neelam. Usaha ini dikelola oleh alumnus Universitas Syiah Kuala. Berawal dari tugas riset kuliah, berakhir jadi usaha serius.
Baca juga : Yang Muda yang Pengusaha
Manajer parfum Neelam, Sabrina Khairunnisa, menuturkan kini dalam sebulan mereka menjual antara 200 dan 300 botol parfum. Sementara harga per botol ukuran 30 mililiter Rp 150.000. Penjualan bukan hanya di Aceh, melainkan juga ke Pulau Jawa dan Malaysia.
Dalam sebulan, parfum Neelam menyerap 5 kilogram minyak nilam. Minyak nilam itu dibeli dari ARC. ”Kami sedang mengurus administrasi dan komunikasi dengan calon pembeli untuk ekspor,” kata Nisa.
Nisa menuturkan, pasar parfum cukup besar. Selama ini nilam Aceh diekspor ke luar negeri. Di sana diolah menjadi parfum, lalu dijual kembali di Indonesia. Menurut Nisa, sebagai daerah penghasil Nilam seharusnya mampu menghasilkan parfum sendiri dengan kualitas ekspor.
Kepala Desa Geunteut Muhammad Yusuf mengatakan, saat ini luas lahan yang ditanami nilam baru 30 hektar. Namun, kata Yusuf, Sebagian besar warga telah membersihkan lahan untuk menanam nilam.
”Ini kesempatan buat kami membangkitkan kembali nilam, dari Geunteut untuk Aceh,” kata Yusuf.