Yang Muda yang Pengusaha
Minyak nilam Aceh terbaik di dunia. Perusahaan parfum di Eropa menggunakan minyak nilam kita sebagai baku. Seharusnya produk kita jauh lebih baik.
Masa muda bukan waktu untuk berleha-leha. Memulai usaha sejak di bangku kuliah membuat mereka lebih berani menatapi hari-hari seusai wisuda. Pokoknya, anak muda dan punya usaha itu sangat keren.
Sabrina Khairunnisa (24), alumnus Fakultas Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Provinsi Aceh, tidak menyangka penelitian tentang minyak nilam untuk tugas akhir kuliah membuka jalan baginya menjadi wirausaha.
Dari penelitian minyak nilam, akhirnya Sabrina membuat parfum yang diberi nama Neelam. Kini parfum Neelam buatan Sabrina dan timnya menjadi produk unggulan di Universitas Syiah Kuala.
Penelitian dilakukan pada 2018, semester akhir kuliah. Waktu itu, dosen pembimbing menyarankan untuk membuat parfum. Setelah melalui serangkaian uji coba, parfum berhasil diracik. Saat itu baru satu varian dan belum diberi nama.
”Kami uji pakai ke kawan-kawan dan mendapatkan apresiasi. Dari sana kami mulai berpikir untuk produksi lagi,” kata Sabrina kepada Kompas, Minggu (25/10/2020).
Pada awal 2019, parfum itu diikutsertakan pada acara pameran produk mahasiswa di Pekan Baru, Provinsi Riau. Di luar dugaan, parfum buatan Sabrina terjual habis. ”Saya berpikir sepertinya bisa dijadikan bisnis, sebab pasar menerima parfum kami,” ujar Sabrina.
Baca juga : Riset Nilam Unsyiah Hasilkan Sembilan Produk
Varian pertama itu diberi nama cadenza. Kini parfum Neelam memiliki lima varian aroma, yakni cadenza, coffee, janna, jeumpa, dan citna. Kelima varian aroma ini semuanya dari bahan lokal. Produksi dilakukan di laboratorium Pusat Riset Atsiri Unsyiah.
Agar manajemen pengelolaan dari produksi hingga pemasaran semakin tertata, dibentuk Koperasi Inovac. Sabrina ditunjuk sebagai Manajer Neelam.
Sabrina mengaku bahagia memiliki usaha. Padahal saat kuliah, seusai wisuda berharap jadi pegawai negeri. Dia tidak pernah berpikir akan menjadi wirausaha. ”Selain penghasilan bulanan, saya juga dapat bagi hasil di akhir tahun,” kata Sabrina.
Minyak nilam sebagai bahan baku utama pembuatan parfum dibeli dari petani nilam di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Selatan. Pusat Riset Atsiri Unsyiah melakukan perjanjian membeli minyak nilam petani dengan harga yang pantas. Para peniti di Pusat Riset Atsiri juga mendampingi petani untuk meningkatkan kualitas minyak nilam.
Saat ini, penjualan parfum Neelam dalam sebulan antara 200 dan 300 botol. Sementara harga per botol ukuran 30 mililiter Rp 150.000. Penjualan bukan hanya di Aceh, melainkan juga ke Pulau Jawa dan Malaysia. Belakangan, mitra Neelam di Mesir meminta varian aroma kemenyan untuk dipasarkan di Timur Tengah.
Kami ingin usaha parfum Neelam ini mampu produksi lebih besar, sebab pasar terbuka dan bahan baku melimpah. (Sabrina)
”Kami ingin usaha parfum Neelam ini mampu produksi lebih besar, sebab pasar terbuka dan bahan baku melimpah,” kata Sabrina.
Usaha parfum dari harumnya bunga-bunga lokal juga dilakukan oleh Daudi Sukma (32), alumnus Universitas Syiah Kuala. Daudi memulai usaha ini pada 2014, saat itu usianya 26 tahun. Parfum produksi Daudi diberi nama Minyeuk Pret atau minyak semprot. Kebiasaan orang Indonesia menggunakan minyak wangi denga cara semprot.
Omzet ratusan juta
Parfum Minyek Pret mendapatkan apresiasi dari Presiden Joko Widodo. Saat melakukan kunjungan kerja ke Aceh pada Desember 2018, Presiden memajang foto Minyeuk Pret di akun media sosialnya.
Dari penjualan Minyeuk Pret omzetnya mencapai Rp 300 juta per bulan. Penjualan merambah hingga ke Malaysia dan India. ”Kadang saya tidak sanggup memenuhi jumlah produksi sesuai permintaan konsumen,” ujar Daudi.
Aroma parfum Minyeuk Pret di antaranya bunga seulanga, meulu, kopi, dan jeumpa. Semuanya aroma bunga lokal.
Parfum Neelam dan Minyeuk Pret lahir dari buah pikir anak muda. Mereka mampu melawan ketakutan dalam diri untuk memulai. Bagi Daudi sendiri, usaha Minyeuk Pret adalah usaha ke-18. Sejak kuliah dia sudah menjalankan usaha, mulai dari jualan kentang goreng, ternak ayam potong, dan jasa fotokopi.
”Untuk menjadi pengusaha yang penting aksi. Modal uang perlu, namun bukan yang utama. Begitu ada ide, eksekusi segera,” kata Daudi.
Minyak nilam Aceh terbaik di dunia. Perusahaan parfum di Eropa menggunakan minyak nilam kita sebagai baku. Seharusnya produk kita jauh lebih baik. (Daudi Sukma)
Daudi sedang merancang rencana produksi jangka panjang. Dia ingin membangun pabrik parfum Minyeuk Pret di Aceh dan suatu saat parfum buatannya bisa bersanding dengan parfum buatan Eropa.
”Minyak nilam Aceh terbaik di dunia. Perusahaan parfum di Eropa menggunakan minyak nilam kita sebagai baku. Seharusnya produk kita jauh lebih baik,” kata Daudi.
Baca juga : Wirausaha Muda Bisa Berperan dalam Pemulihan Ekonomi
Danurfan (34), pemilik usaha kopi merek Leuser Coffee, juga memulai usaha pada 2013, saat itu usianya 27 tahun. Awalnya hanya menjual bubuk kopi, tetapi kini dia membuka gerai di Banda Aceh. Penjualan kopi milik Danurfan dalam setahun mencapai 2,4 ton bubuk.
Dia menyangrai sendiri biji-biji kopi arabika terbaik dari Gayo, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Cita rasa beragam seperti red honey, specialty, dan premium.
”Saya belajar dengan tekun tentang kopi. Sekarang saya dipercaya sebagai salah seorang cupper (penguji rasa),” kata Danurfan.
Danurfan mengatakan, usaha kopi di Aceh masih terbuka lebar. Tingkat konsumsi kopi orang Aceh dalam sehari mencapai 5 ton. ”Bisnis kopi di Aceh masih sangat menjanjikan. Untung dari jual kopi juga besar,” ujar Danurfan.
Danurfan mengajak anak muda untuk berani berwirausaha. Baginya menjadi pengusaha mandiri finansial, bebas inovasi, dan tidak terikat waktu.
Bisnis kopi di Aceh masih sangat menjanjikan. Untung dari jual kopi juga besar. (Danurfan)
Dosen Kewirausahaan Universitas Almuslim Bireuen, Munawar, mengatakan, anak muda harus mencoba membuka usaha dengan memanfaatkan sumber daya alam atau komoditas lokal. Munawar juga memiliki usaha kuliner keumamah atau ikan kayu.
”Sejak muda ide bisnis harus dicoba terus. Pengalaman akan membuat kita menjadi pengusaha sukses,” kata Munawar.