Penyelewengan BBM Bersubsidi di Pantura Jateng Rugikan Negara Rp 50 Miliar
Polisi meringkus dua tersangka sindikat penyelewengan BBM bersubsidi di pantura Jateng. Mereka membeli solar bersubsidi di SPBU, lalu menjualnya sebagai BBM industri ke pemilik kapal. Negara merugi sekitar Rp 50 miliar.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Korps Kepolisian Air dan Udara Badan Pemelihara Keamanan Polri membongkar sindikat penyelewengan bahan bakar minyak bersubsidi di wilayah pantura Jawa Tengah. Para pelaku membeli BBM bersubsidi dari sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum lalu menjualnya ke pemilik kapal perikanan dengan harga BBM industri. Kerugian negara ditaksir Rp 50 miliar.
Kasus penyelewengan BBM bersubsidi itu terungkap pada Senin (20/9/2021) sekitar pukul 13.00 saat para pelaku menjual BBM jenis solar kepada salah satu pemilik kapal perikanan di Pelabuhan Perikanan Jongor Kota Tegal. Saat diperiksa, para pelaku mengaku solar yang mereka jual berasal dari sebuah gudang di Desa Bergas Kidul, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
Dalam pemeriksaan di gudang tersebut, polisi menemukan 19 unit kendaraan yang terdiri dari 14 truk boks dan 5 truk tangki biru putih bertuliskan PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas. Kendaraan-kendaraan tersebut dimodifikasi agar bisa memuat solar tanpa mengundang kecurigaan petugas.
Truk bak terbuka, misalnya, dimodifikasi baknya untuk meletakkan sebuah tangki yang digunakan menampung solar. Selain truk bak terbuka, sejumlah truk boks juga dimodifikasi sedemikian rupa dengan memasukkan tangki ke dalam kabin boks.
Bahkan, ada sebuah minibus yang jok belakangnya diganti dengan jeriken berkapasitas 1.000 liter untuk menampung solar. Para pelaku memasang alat dan selang khusus yang menghubungkan tangki BBM kendaraan dengan tangki khusus yang disembunyikan tersebut.
Bahkan, ada sebuah minibus yang jok belakangnya diganti dengan jeriken berkapasitas 1.000 liter untuk menampung solar.
”Jadi, mereka membeli BBM dengan harga Rp 300.000-Rp 400.000 (atau 60-80 liter) di setiap SPBU supaya petugas tidak curiga. Hal ini terus dilakukan di sejumlah SPBU di sepanjang jalur pantura Jateng sampai kira-kira mendapatkan 20.000 liter dalam sehari,” kata Direktur Kepolisian Perairan Korpolairud Baharkam Polri Brigadir Jendral (Pol) M Yassin Kosasih, dalam konferensi pers di Kota Tegal, Kamis (7/10/2021).
Para pelaku membeli solar subsidi dengan harga Rp 5.100 per liter. Mereka kemudian menjual solar itu kepada pelaku usaha perikanan di sejumlah daerah di pesisir pantura Jateng dengan harga industri, yakni Rp 7.500-Rp 7.800 per liter. Tarif ini lebih rendah dibandingkan dengan tarif resmi solar industri yang ditetapkan PT Pertamina yakni, Rp 8.000-Rp 9.000 per liter.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014, pengguna solar bersubsidi untuk sektor perikanan adalah nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimal 30 gros ton (GT). Para pelaku menjualnya kepada pemilik kapal perikanan berukuran 138 GT.
Menurut Yassin, para pelaku beraksi sejak bulan April 2021. Perbuatan tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga Rp 50 miliar. Dalam kejadian itu, polisi menetapkan dua pelaku sebagai tersangka, yakni Kepala Cabang PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas Cabang Semarang berinisial AL dan Staf Operasional PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas Cabang Semarang berinisial HH.
”Dua orang itu dipersangkakan karena melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukumannya penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar,” imbuh Yassin.
Saat ini dua tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Resor Semarang. Dalam waktu dekat, mereka akan dipindahkan ke Rumah Tahanan Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri untuk proses hukum lebih lanjut.
Penurunan
Pejabat Sementara Area Manager Communication, Relations & CSR Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga Marthia Mulia Asri mengatakan, penyalahgunaan dan penimbunan BBM bersubsidi tersebut telah merugikan pihaknya. Kendati tak menyebutkan nominalnya, menurut Marthia, sejak ada kasus tersebut, penjualan solar bersubsidi untuk industri menurun hingga 20 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020.
”Adanya praktik penyalahgunaan semacam ini juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Subsidi BBM yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat seperti angkot dan nelayan kecil dirampas oleh oknum tidak bertanggung jawab sehingga tidak tepat sasaran,” kata Marthia.
Menurut Marthia, pihaknya masih akan terus menunggu perkembangan penyelidikan oleh polisi. Dia juga mengatakan, pihaknya akan membekukan izin operasi SPBU yang terbukti terlibat atau bekerja sama dengan para tersangka.
Untuk mencegah penyalahgunaan BBM yang disubsidi pemerintah, Polri akan menggencarkan sosialisasi kepada nelayan dan masyarakat pesisir terkait peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan pembelian BBM bersubsidi. Polri juga akan membantu memperketat pengawasan terhadap SPBU.
”Kami juga akan bekerja sama, bersinergi dengan instansi-instansi terkait pendistribusian BBM bersubsidi. Apabila nanti ada tren penurunan penjualan, PT Pertamina bisa melaporkan agar kami bisa segera menyelidiki dan menganalisis kemungkinan tindak pindana,” kata Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri Komisaris Besar Rustam.